Postingan Rektor ITK Dapat Dijerat dengan Pasal Berlapis

[PORTAL-ISLAM.ID]  Ketua DPP Partai Ummat Bidang Hukum dan Advokasi, Juju Purwatoro, mengatakan, apa yang di-posting Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof. Ir. Budi Santosa Purwokartiko, Ph.D, berpotensi mengandung unsur- unsur pidana kebencian dan penodaan agama Islam atau SARA.

Rektor itu bahkan dapat dijerat dengan pasal berlapis. 

Pernyataan yang dimaksud adalah pernyataan Budi yang di-posting di akun Facebook-nya pada 27 April 2022 lalu, dan menjadi viral di media sosial.

Kalimat yang paling disorot netizen dari postingan rektor yang juga Tim Penguji Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan RI itu adalah “Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai tidak satupun yang menutup kepala ala manusia gurun", karena umumnya yang membaca postingan itu meyakini kalau penutup kepala dimaksud adalah jilbab alias hijab.

Meski demikian, Juju juga menyoroti kalimat lain dalam postingan itu, yakni "Mereka mencari Tuhan di negara-negara maju seperti Korea Selatan, Eropa dan Amerika Serikat, bukan ke negara orang-orang pandai bercerita tanpa karya teknologi", dan "Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: "insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagainya".

"Apa yang sudah diujarkan/diposting oleh Budi Santosa tersebut sangat berpotensi mengandung unsur-unsur pidana kebencian dan penodaan agama Islam atau SARA," kata Juju.

Ia menilai, sebagai seorang profesor yang sekaligus akademisi, ungkapan Budi itu sungguh sangat rasis dan intoleran. Bahkan dapat dikatakan cenderung fasis, hedonis, premordial dan berpotensi disintegrasi agama dan kesatuan nasional.

"Apa yang sudah dilakukan oleh Budi Santosa patut diduga telah melanggar UUD 1945 pasal 29 ayat (2) yang menyatakan; "negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu"," jelas Juju.

Ia juga mengatakan kalau postingan Budi itu berpotensi melanggar pasal 22 ayat (1) UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan pasal pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jucto pasal 45A ayat (2) UU ITE atau subsider pasal 156a dan pasal 157 ayat (1) KUHP.

Pasal 22 ayat (1) UU 39 Tahun 1999 menyatakan; "Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE menyatakan; "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).” 

Pasal 45A ayat (2) UU ITE menyatakan: “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah)".

Pasal 156a KUHP menyatakan; "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia :

b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Sedang pasal 157 ayat (1) KUHP menyatakan; "Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketuhui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dcngan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling hanyak empat rupiah lima ratus rupiah".

"Delik pidana yang dapat dikenakan kepada Pak Budi adalah delik umum, bukan delik aduan (klacht delict). Oleh karenanya, aparat kepolisian harus segera bertindak (due process of law), tanpa menunggu laporan masyarakat dan pertimbangan lain (conflict of interest) walau yang bersangkutan bagian dari rezim," kata Juju.

Ia juga meminta kepada Forum Beasiswa Luar Negeri DIKTI RI, LPDP Kementerian Keuangan RI, dan Kemendiknas RI untuk segera mengambil tindakan tegas atas kasus ini. 

Juju bahkan meminta kepada pemerintah untuk menghentikan perilaku Islamophobia yang selama beberapa tahun ini marak di Indonesia, karena PBB telah resmi mengeluarkan Resolusi tanggal 15 Maret 2022, dan setiap tanggal 15 Maret telah ditetapkan sebagai hari global anti-Islamfobia (Combat Islam Phobia).

Sumber: iNews

Baca juga :