Saat PNS Dipaksa Nonton MotoGP
Apalah gue ini bila dibandingkan dengan bung Sandiaga Uno. Dia jauh lebih tampan, lebih soleh, lebih tajir, lebih paham seluk-beluk dunia bisnis.
Tapi untuk hal yang satu ini maaf-maaf kata bung, Indonesia bukan Korea Utara yang menganut ideologi komunis. Memaksa PNS untuk membeli tiket Moto GP menurut gue bukanlah solusi terbaik. Lagipula gak setiap Aparatur Sipil Negara di NTB suka melihat balapan. Dan dalam iklim demokrasi saat ini, gak boleh ada unsur paksaan.
Hari H semakin dekat, namun penjualan tiket masih jauh dari target. Pemerintah gak mau kehilangan muka, jangan sampai saat disorot kamera, tribun utama kelihatan kosong melompong. Malu dong, karena ini acara live yang disaksikan ratusan juta penonton dari seluruh penjuru dunia.
Kalau begitu, kenapa gak turunkan aja harga tiketnya? Berikan diskon 70%. Dengan begitu gue yakin dalam satu minggu ini tiket akan ludes terjual. Pastinya pihak penyelenggara mengalami kerugian, at least pemerintah tidak kehilangan muka dimata dunia internasional.
Harga tiket MotoGP itu memang terasa sangat mahal bagi ukuran kantong rata-rata orang Indonesia. Dan gue pikir menurunkan harga tiket adalah solusi paling baik. Tidak ada unsur pemaksaan, masyarakat penyuka balapan MotoGP pun senang bisa melihat pembalap idolanya melaju di sirkuit Mandalika.
(Ruby Kay)