SIASAT PCR

SIASAT PCR

Oleh: Joko Intarto 

Wow.... baru kali ini saya tidak kebagian tiket kereta api. Gerbong Sembari Eksekutif jurusan Stasiun Gambir - Stasiun Ngrombo untuk perjalanan hari Jumat malam sudah ludes.

Terpaksa saya berangkat siang. Ada kereta Gumarang Eksekutif dari Stasiun Pasar Senen - Stasiun Ngrombo. 

Tak apalah. Daripada tidak berangkat sama sekali. 

Saya memang tidak boleh terlalu lama di Jakarta. Ibu saya yang kondisinya semakin sehat sudah kangen. 

Ia ingat punya anak bernama JTO. Tapi ia tidak kenal saat JTO  berada di sampingnya. 
Sebagian memorinya memang belum kembali normal. Setelah Covid-19 membuatnya bolak-balik ke rumah sakit. 

Berangkat dari Stasiun Pasar Senen pukul 15:30, berarti saya sudah harus tiba di stasiun satu jam sebelumnya. Sebab masih harus menjalani swab rapid test antigen lebih dulu. Biasanya butuh 15 menit sejak mendaftar hingga menerima hasil.

Sebenarnya sempat terpikir untuk membeli tiket pesawat terbang dari Jakarta menuju Semarang atau Solo. Harga tiketnya tidak terpaut jauh. Waktu tempuhnya juga hanya satu jam.
Tapi keinginan itu segera saya pendam dalam-dalam. Penyebabnya: Malas disuruh PCR. Sudah bayarnya mahal. Nunggu hasilnya lama pula.

Rasanya tidak ikhlas bayar PCR. Hanya bikin kaya bandar PCR yang sudah kaya raya itu. Entah nanti kalau sudah kepepet.

Kebetulan dua hari lalu kawan-kawan saya ikut PCR karena akan menempuh perjalanan udara ke Makassar. Dari pengalaman itu, saya tahu biaya PCR itu tidak benar-benar seperti perintah Presiden Jokowi.

Lho? Kok bisa? Bukankah Presiden sudah mengumumkan batas tertinggi biaya PCR adalah Rp 300 ribu?

Hehehe.... Pengusaha PCR memang kelewatan (cerdasnya). Presiden menetapkan batas atas Rp 300 ribu. Mereka mematok harga Rp 275 ribu. Tapi (ada tapinya), hasil PCR baru bisa diterima dalam waktu 24 jam. 

Kalau mau lebih cepat? Bisa. Bayar saja Rp 475 ribu. Tambahan Rp 200 ribu itu untuk jasa pemeriksaan yang lebih cepat. Dalam waktu 12 jam, hasil PCR sudah selesai.

Ini kenyataan di Jakarta, Bung! Lokasi kliniknya sekota dengan Istana Merdeka!

Saya jadi ingat buruknya pelayanan  birokrasi di negeri antah berantah. Dulu. Kalau mau pelayanan cepet, bayar ongkos tambahan. Mau lebih cepat lagi, tambah uang lagi. Entah di mana bentuk pelayanan sosial dan tidak ambil untung itu.

(fb)

Baca juga :