Jalan Yakin Fathi Yakan


Jalan Yakin Fathi Yakan

Oleh: Yusuf Maulana
(Jogja)

Saat Mushkilat al-Da`wah wa-al-Da`iyah diterbitkan pada 1967, tiga tahun sebelumnya sang penulis, Fathi Yakan, tercatat sebagai pendiri al-Jama’ah Islamiyah di Lebanon. Pergerakan al-Jama’ah banyak merujuk pada doktrin pemikiran Ikhwanul Muslimun di Mesir yang didirikan Hasan al-Banna pada Maret 1928. Sering disebut-sebut bahwa al-Jama’ah merupakan “cabang” Ikhwan di Lebanon.

Robert Rabil (2013) dalam artikelnya “Fathi Yakan: The Pioneer of Islamic Activism in Lebanon” menerangkan bahwa Fathi Yakan sendiri lebih condong ke pemikiran Sayyid Quthb. Meskipun demikian, dalam beberapa segi ia banyak menyandarkan pada pendekatan al-Banna.

“Orang bisa menyimpulkan dari postulasi Yakan bahwa—terlepas dari fakta bahwa ia percaya pada ideologi jihadis Qutb—ia melambangkan jihad lebih dalam hal transformasional ketimbang aktivisme radikal (revolusioner),” terang Rabil, yang pernah menulis buku Religion, National Identity, and Confessional Politics in Lebanon (2011).

“Ini tidak berarti,” lanjut Rabil, “Yakan mengutuk jihad sebagai bentuk perlawanan. Sebaliknya, ia mendasarkan aktivismenya dalam konteks situasi yang beraneka ragam Islam yang, menurutnya, upaya-upaya taktisnya mencabut masyarakat jahiliah dijalankan paling baik.”

Al-Jama’ah dibentuk seusai Fathi Yakan terlibat dalam Perang Arab-Israel 1967. Ia bersua Said Hawwa, tokoh penting Ikhwan Suriah. Fathi Yakan memiliki kedekatan dengan tokoh Ikhwan Suriah ketimbang Ikhwan di Mesir. Jauh-jauh hari, tepatnya pada 1952, ia juga bersua dengan tokoh penting Ikhwan Suriah, Musthafa as-Sibai. Bahkan bisa dikatakan, as-Sibai inilah—yang merupakan pakar hadits—guru bagi Fathi Yakan. As-Sibai diundang secara resmi oleh al-Jama’ah untuk serangkaian ceramah dan majelis ilmu. Menurut Rabil, interaksi dengan as-Sibai tersebut, menjadikan “Yakan tergerak oleh ideologi dan dedikasi al-Sibai untuk membebaskan negara Islam dari pemerintahan asing dan membangun negara Islam yang merdeka.”

Sementara itu, Bilal Y. Saab dan Magnus Ranstorp (2007) dalam artikelnya “Securing Lebanon from the Threat of Salafist Jihadism”, menjelaskan: Fathi Yakan merupakan tokoh penting yang menjembatani rezim Suriah dengan Ikhwan setempat. Ia semacam “go-to-guy” setiap kali Damaskus ingin bernegosiasi secara tidak langsung dengan Ikhwan. Sebagaimana diberitakan BBC, pada September 2006 Fathi Yakan dan beberapa mantan musuh rezim Suriah diundang ke Damaskus oleh Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk membahas perkembangan di wilayah tersebut, khususnya di Lebanon, dan dampak perang musim panas 2006 dengan Israel.

Tak hanya dengan Damaskus, Yakan juga memainkan peran serupa dengan Ankara dan Teheran. Peran inilah yang dimainkannya sepanjang 2000-2005. Hanya saja, masa-masa tersebut ia sudah tidak lagi bersama dengan al-Jama’ah. Sejak 1992, Fathi Yakan memutuskan hubungan dengan pimpinan Jemaah Islamiyah karena perbedaan doktrinal. Ia juga memilih untuk masuk parlemen Lebanon pascaperang pertama. Sepanjang 1990-an, ringkasnya, ia mengabdikan dirinya untuk kehidupan politik dan parlemen. Demikian dijelaskan Saab dan Ranstorp.

Pada Agustus 2006, terang Saab dan Ranstorp, Fathi Yakan membentuk Jabhat al-‘Amal al-Islami, sebuah organisasi payung yang menyatukan kelompok-kelompok dan organisasi Sunni Lebanon utama dari seluruh bagian negara. Tujuan organisasi adalah untuk mengisi celah yang ada dan menciptakan badan otoritatif untuk Sunni di Lebanon yang akan bekerja dalam kerja sama dengan badan-badan otoritatif lainnya. Jabhat sendiri terdiri dari kelompok Harakat al-Tauhid al-Islami, Majmou’at Islam bila Houdoud, dan beberapa anggota al-Jama’ah Islamiyah seperti Yakan dan Abdallah al-Tiryaki.

Kenyataan bersatunya kelompok-kelompok tersebut merupakan satu capaian tersendiri. Latar belakang yang berbeda-beda tapi akhirnya mau berhimpun untuk mewujudkan tujuan yang disepakati bersama. Terlebih di kota terbesar kedua di Lebanon, Tripoli, konflik sengit pergerakan islamis begitu menyeruak. Antara 1995 dan 1999, tulis Saab dan Ranstorp, terjadi perjuangan sengit di antara gerakan-gerakan islamis utama—yang diwakili oleh Harakat al-Tauhid al-Islami, al-Jam’aah Islamiyah, dan al-Ahbash—untuk mengendalikan masjid. Lingkungan masjid terus menjadi pusat mobilisasi utama bagi para salafi, tidak hanya melalui khotbah Jumat, tetapi juga melalui pelajaran agama yang secara rutin diberikan beberapa syaikh kepada para loyalisnya masing-masing.”

Dinamika pemikiran Fathi Yakan tak sebatas dalam kiprahnya di parlemen. Ia, yang awalnya bersimpati dan memahami model jihad islamis Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri, di kemudian hari berbeda pendapat. Pada 28 Juli 2005, Fathi Yakan mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan ketidaksetujuannya yang tajam dengan strategi militan Osama dan al-Zawahiri. Ia mendesak mereka untuk menghentikan menumpahkan darah orang-orang tak berdosa.

Pada 1998, sebuah karya Fathi Yakan terbit lagi. Judulnya: Manhajiyyah al-Imam asy-Syahid Hasan al-Banna wa Madaris al-Ikhwan al-Muslimin. Buku yang ditulis pada fase sengit-sengitnya perseteruan antar-gerakan islamis ini, Fathi Yakan justru mengajak para pembaca untuk meneladani legasi al-Banna. Termasuk menoleh model pembaruan gerakan Ikhwan di beberapa tempat seperti Sudah dan Tunisia, selain juga pendekatan Sayyid Quthb. Tampaknya Fathi Yakan sadar, berseteru dan mengagungkan harakah sendiri saja tidaklah bijak. Tentu saja, ia tak hanya mengajak kalangan al-Jama’ah tapi juga pelbagai harakah.

Di buku yang diterjemahkan pada Juni 2002 (dengan judul terjemahan) "Revolusi Hasan al-Banna; Gerakan Ikhwanul Muslimin dari Sayid Quthb sampai Rasyid al-Ghannusyi" itu, ada catatan penting dari Fathi Yakan yang—menariknya—diletakkan di awal buku. Ia seperti pesan penting yang perlu diresapi pembaca sebelum menikmati uraian ensiklopedisnya atas pemikiran dan penerus al-Banna.

Untuk mencapai kemaslahatan Islam yang kita cita-citakan, dengan mengambil segi-segi positif dan hikmah dari mana pun datangnya, menurut Fathi Yakan, hendaknya kita memperhatikan hal-hal berikut ini:

▶️Tidak membangun gerakan Islam dengan mengorbankan gerakan-gerakan Islam lainnya.
▶️Mengakui bahwa metode-metode perubahan dan pembaruan Islam merupakan produk dari zaman dan kondisinya, sebagaimana juga gerakan Islam yang akan kita bangun adalah produk dari zaman dan kondisinya, Jadi, setiap pergerakan hendaknya sesuai dengan situasi dan kondisinya.
▶️Menghargai semua metode gerakan pembaruan Islam yang ada, dan berusaha mengevaluasinya secara objektif dengan tujuan mengambil segi positif dan pengaruhnya, bukan sekadar untuk bahan kritikan dan celaan,.
▶️Menguasai dan mengombinasikan variasi dan pelbagai metode perjuangan di dalam pergerakan Islam sebagai usaha untuk mewujudkan universalitas gerakan Islam.

“Seharusnya penghargaan terhadap hal-hal positif pada gerakan Islam lainnya bertujuan membentuk suatu konsep pergerakan yang dapat dijadikan sandaran bagi setiap gerakan Islam, sehingga mampu mengangkat bendera kebersamaan,” tulis Fathi Yakan. “Dengan demikian, diharapkan usaha tersebut akan menghasilkan dua hal berikut. Pertama, menjadikan gerakan-gerakan Islam kaya dengan pelbagai konsep dan potensi. Kedua, mempersatukan para aktivis Islam.”

Arkian, begitulah tapakan sosok pejuang Ikhwan Lebanon dalam memperjuangkan dakwah Islam. Terutama dalam membangkitkan para pejuang dari barisan kaum muda melalui karya-karya tulisnya. Karyanya melegenda hingga membuatnya dikenal luas di tanah air kita sebagai sosok otoritatif bak dokter pengurai dinamika harakah. Apabila ada kasus kader dakwah malas, futur, berlari dari perjuangan, sering kali karya dan nama Fathi Yakan dirujuk. Uniknya, perujuk sendiri tidak begitu tahu bahwa Fathi Yakan sendiri pun alami perpindahan harakah. Tentu saja dengan satu tujuan syar’i kendati dilihat berbeda oleh kalangan ikhwah di gerakan lamanya.

Yang jelas, pesan Fathi Yakan dalam Manhajiyyah al-Imam asy-Syahid Hasan al-Banna masih relevan. Ia menjadi peringatan bagi kita semua, khususnya di tanah air. Memesankan tentang perlunya keterbukaan bagi aktivis harakah dalam meninjau model pergerakan yang dijalankan. Menjaga persatuan diprioritaskan ketimbang mempertahankan eksistensi diri atau kelompok. Dinamika yang berselaras dengan zaman tidak diabaikan begitu saja untuk hadirnya satu modifikasi, kombinasi, bahkan koreksi.

Dan sosok yang wafat pada 13 Juni 2009 mencontohkannya sendiri; dari semula perjuangan di luar parlemen menjadi politikus dalam sistem demokrasi. Tak segan-segan ia menubuhkan satu harakah baru yang dipandang membawa arah baru bagi kemajuan dakwah, dengan tetap menjaga ukhuwah. Semua ini dibuktikan tanpa perlu risih ada yang mengenangnya sebentuk berguguran di jalan dakwah. Satu pembacaan yang salah atas dinamika dan keuletan berharakah yang diperankan Fathi Yakan. []

Baca juga :