Makna Pertemuan Anis Matta dan Petinggi AKP


~Bermuara Di Tempat Yang Sama~

Ada foto yang sedang ramai diperbincangkan. Ya, foto pertemuan esklusif antara Petinggi partai pemerintah Turki (AKP) Numan Kurtulmus dengan Anis Matta dan anggota DPR RI Ahmad Zainuddin.

Numan Kurtulmus membagikan foto di twitternya (11/12/2018) yang memiliki pengikut hampir 2,5 Juta, dia berterima kasih atas kunjungan Anis Matta sebagai ketua hubungan luar negeri PKS dan Ahmad Zainuddin sebagai anggota Parlemen Republik Indonesia. Ada pro kontra tentang posisi Anis Matta disini yang dikatakan sebagai ketua hubungan luar negeri. Saya tidak akan membahas posisi ini, tapi seharusnya kader-kader inti PKS paham definisi posisi ini dalam arti sebenar-benarnya.

Yang ingin saya bahas dan sebetulnya sangat menarik untuk dibahas adalah seorang Numan Kurtulmus itu sendiri. Dia pernah menjabat sebagai Menteri dan Wakil Perdana Menteri Turki dan yang unik dari dia adalah karir politiknya yang cukup menggelitik.

Dia besar dalam lingkaran yang sama dengan presiden Turki Erdogan, dengan Abdullah Gul, juga Davutoglu, besar dalam jama‘ah atau gerakan dakwah Milli Görus di Turki. Dia merupakan salah satu orang terdekat dari manusia paling berpengaruh di Milli Görus, Prof Erbakan. Milli Görus bertransformasi menjadi Partai Refah, memenangkan Pemilu lalu dikudeta oleh militer. Membuat Partai baru lagi bernama Fazilet yang juga dilarang.

Dari titik ini dimulai perdebatan tajam antara kader-kader Jama‘ah Dakwah Milli Görus yang akhirnya melahirkan dualisme dalam sejarah perjalanannya:
▶️Erdogan, Davutoğlu, Abdullah Gul cs mendirikan AKP
▶️Sementara kader Milli Görus senior juga termasuk didalamnya Prof Erbakan dan Numan Kurtulmus mendirikan Partai Saadet yang merupakan representasi resmi dari jama‘ah dakwah Milli Görus.

Dalam perjalanannya di pemilu 2004, suara rakyat Turki lebih banyak masuk ke AKP daripada kepada partai representasi Milli Görus Partai Saadet.

Lalu pada 26 Oktober 2008 Numan Kurtulmus dinobatkan sebagai ketua Partai Saadet dan berhasil menaikan suara partai super konservatif ini diangka 5,2%. Ini juga tak lepas dari image modern yang diperlihatkan oleh Numan.

Di tahun 2010, Numan Kurtulmus berkonflik dengan Prof Erbakan dan di akhir tahun 2010 Numan Kurtulmus akhirnya mendirikan partainya sendiri yang bernama HAS Partisi.

Seiring berjalannya waktu banyak peristiwa terjadi, termasuk wafatnya Prof Erbakan di tahun 2011. Pendiri gerakan dakwah di Turki itu berpulang dengan tenang, semoga amal-amalnya tercatat dan mengantarnya ke Surga.

Tahun 2012 Partai HAS akhirnya melebur pada AKP, partai terkuat di Turki saat itu hingga kini.

Perjalanan seorang Numan Kurtulmus tentu saja menjadi pelajaran berharga bagi kita, bagaimana kehidupan itu berubah. Yang tadinya teman lalu menjadi musuh dan menjadi teman kembali.

Sebetulnya bukan hanya Kurtulmus saja yang melalui fase seperti ini, banyak dari yang lainnya juga melalui fase seperti ini. Dan mungkin kita juga akan menjalani fase seperti ini hari-hari kedepan.

Walaupun konflik itu tajam di awal-awal, akan tetapi sebuah visi suci yang sama itu akan bermuara di tempat yang sama, jika tidak di dunia maka di kehidupan selanjutnya yang indah nanti. Kurtulmus merasakan kembali bermuara di tempat yang sama di dunia dengan teman-teman satu lingkarannya yang memiliki visi suci yang sama di masa muda, mereka bermuara di AKP saat ini.

Pelajaran yang lainnya yang dapat saya ambil secara pribadi adalah: Konflik itu pasti ada dalam perjalanan kehidupan kita, tapi penyikapan konflik itu tak perlu bar-bar dan begitu menjatuhkan lawan konflik kita dengan sebutan-sebutan diluar batas imajinasi atau perilaku lainnya. Santai saja. Jika konflik sudah masuk ke ranah Hukum, selesaikan secara hukum. Biar Hakim yang mengadili, jangan kita yang mengadili. Jika konflik sudah masuk ranah berpisah, biarkan berpisah, toh dikemudian hari bisa saja bersama kembali. Santai saja.

Pelajaran yang lainnya dan ini ada di banyak teori: Yang bertahan adalah yang berjalan sesuai zamannya. Jika tidak sesuai zaman, makan tentu akan termakan zaman.

(Dzaif bin Taufik Ridho)

Baca juga :