Efek Berlebaran Prabowo dan Megawati, Wujud di Hari Lahir Pancasila
Oleh: Erizal
Tidak salah Prabowo mengunjungi, bersilaturahmi, dengan Megawati pada lebaran lalu. Pertemuan saat Hari Lahir Pancasila kemarin, sudah sangat cair. Tak ada lagi yang perlu disorot. Seperti dua orang sahabat yang bertemu dan saling menghormati. Biasa saja. Tak ada lagi kecanggungan. Padahal, baru pertemuan untuk kedua kalinya.
Inisiatif Prabowo mendatangi Megawati ke rumahnya di Tengku Umar, dan Megawati menerima inisiatif itu dengan sangat terbuka lebaran kemarin, sangatlah tepat. Tak terbayangkan, kalau pertemuan itu tak terlaksana. Maka, pertemuan saat peringatan Hari Lahir Pancasila kemarin, tak akan pernah terjadi pula.
Hubungan Prabowo dan Megawati yang sempat macet bertahun-tahun, cair tanpa drama yang begitu rumit. Bahkan tanpa sorotan kamera yang begitu menyilaukan.
Pertemuan informal antara Prabowo dan Megawati saat lebaran kemarin, begitu kuat. Semua kendala, masalah, ganjalan, sakwa sangka, semua hilang dan lepas. Dampaknya terlihat saat pertemuan formal memperingati Hari Lahir Pancasila, kemarin.
Hari Lahir Pancasila kemarin, sangat emosional bagi Megawati. Sebab, itu memperingati pidato Bung Karno tentang Pancasila di hadapan BPUPKI, 1 Juni 1945, sebelum kita merdeka, 17 Agustus 1945. Makanya tak masalah Hari Lahir Pancasila itu diperingati 1 Juni 1945, kendati ada juga yg mengatakan Hari Lahir Pancasila itu bukan 1 Juni, melainkan 18 Agustus.
Sebab, 18 Agustus itulah Pancasila yang utuh saat ini ditetapkan sebagai Dasar Negara. Sementara Pancasila dalam pidato Bung Karno I Juni bukanlah Pancasila saat ini. Tapi itulah pilihan politik sejarah kita saat itu. Tak perlu dipersoalkan lagi.
Berarti, puncak pertemuan Prabowo dan Megawati nanti, 17 Agustus, saat peringatan Hari Kemerdekaan kita yang ke-80. Setelah itu tak ada lagi persoalan antara Prabowo dan Megawati, begitu sebaliknya.
Sudah tak penting lagi, apakah PDIP berada di luar atau di dalam pemerintahan? Mitra strategis, mitra kritis, mitra praktis, atau mitra-mitra lainnya, juga sudah tak penting. Prabowo dan Megawati atau PDIP, bisa jadi akan seiring sejalan, bahkan sampai 2029 dan 2034 nanti.
Cara Prabowo memperlakukan Megawati, rasa hormat Prabowo yang begitu tinggi terhadap Megawati, begitu sebaliknya, membuat rasa ego keduanya runtuh. Penampakan keduanya di depan publik sungguh enak dilihat. Prabowo mempersilakan Megawati jalan di depan, justru Megawati tetap memilih jalan di belakang Prabowo. Keduanya menjaga batasan masing-masing.
Gibran memang tak perlu disorot, dipertanyakan, dianalisis, di tengah pertemuan Prabowo dan Megawati, kemarin. Gibran juga tak perlu canggung berada di tengah Prabowo dan Megawati.
Tak terlalu penting, apakah Gibran turut bertegur sapa, cium tangan, ngobrol, atau bercanda dengan Megawati di Hari Peringatan Lahir Pancasila itu? Gibran bukan faktor penting, faktor pentingnya, Jokowi, bapaknya.
Seperti juga masalah Megawati dan SBY, tentunya bukanlah masalah AHY. Ataupun masalah Jokowi dan Puan, atau Puan dan SBY. Jokowi dan Megawati, diperkirakan banyak orang akan jauh lebih kental ketimbang Megawati dan SBY.
Makanya puncak pertemuan Prabowo dan Megawati, bisa jadi pada Hari Lahir Pancasila kemarin, bukan peringatan Hari Kemerdekaan besok. Besok mungkin akan ada saja yang berhalangan.
Yang menjadi persoalan ke depan, tidak saja hubungan antara Megawati dan Jokowi, tapi bisa juga hubungan Jokowi dan Prabowo, Jokowi dan SBY.
Hubungan Jokowi dan SBY sebetulnya juga tak baik-baik saja, terutama soal rencana kudeta yang dilakukan Moeldoko terhadap Partai Demokrat, yang tak dicegah atau malah direstui oleh Jokowi ketika itu.
Hubungan Jokowi dan Megawati, tak usah ditanya lagi. Lebih mungkin hubungan Megawati dan SBY membaik ke depan ketimbang hubungan Megawati dan Jokowi.
Hubungan Jokowi dan Prabowo juga berpotensi memburuk oleh karena, semacam perangkap yang dibuat Jokowi terhadap Prabowo terlihat lebih rapat dibanding perangkap yang dibuat Megawati untuk Jokowi dulunya.
Kalau Megawati untuk Jokowi hanya terlihat di permukaan saja. Tapi Jokowi untuk Prabowo terasa lebih mendalam. Prabowo tak leluasa bergerak dibuatnya.
Maka lebih menarik melihat hubungan Jokowi dan Prabowo ke depan, ketimbang Megawati dan Jokowi ke depan. Bagi Megawati dan PDIP, dengan Jokowi bisa dipastikan sudah selesai. Sudah selesainya tak akan membaik dalam waktu dekat.
Sementara hubungan Prabowo dan Megawati juga sudah selesai. Sudah selesainya, sudah membaik bahkan sampai dua periode ke depan. Hubungan Jokowi dan Prabowo bisa saja memburuk, lebih banyak karena faktor Jokowi itu sendiri.
Kalau Jokowi terus mencari peluang untuk Gibran, dan bermanuver dengan segala jejaring yang dimilikinya, baik di dalam pemerintahan sendiri maupun di luar pemerintahan, maka lambat laun Jokowi dan Prabowo, juga akan memburuk.
Apalagi kebobrokan masa pemerintahan Jokowi, terbongkar satu persatu. Baru-baru ini Kementerian Pendidikan sedang digarap Kejaksaan, terkait korupsi pengadaan laptop senilai 9,9 triliun. Gila. Pantas saja pendidikan kita tak maju maju.(*)