Di Balik Pertemuan Diam-diam 4 Mata Prabowo-Megawati

Oleh: Erizal

Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berlangsung di rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Senin malam, 7 April 2025. Dalam suasana Lebaran, keduanya berbincang empat mata.

Wajar saja, junior mendatangi kediaman seniornya. Presiden mendatangi rumah mantan Presiden. Tapi, terasa tak wajar, karena berlebaran ini diadakan seperti diam-diam. Pertemuan Megawati dan Prabowo yang dinanti-nantikan sekian lama, akhirnya terjadi juga.

Hebat Megawati. Tahan tak bertemu dengan Prabowo sejak sebelum Pilpres dan setelah Pilpres. Sebelum dilantik, saat dilantik, dan setelah dilantik. Sebelum diumumkan kabinet dan setelah seratus hari kabinet berjalan. Dan akhirnya Prabowo-lah yang menyerah datang menemui Megawati. Tapi Prabowo juga hebat. Mau mendatangi Megawati ketimbang didatangi. Dan tak harus juga ditempat netral seperti banyak analisis pengamat yang semua seperti terkecoh.

Sejak awal, diketahui, yang tak mau bertemu itu bukan Prabowo, melainkan Megawati. Pertama, Prabowo tak mau jadi wakilnya Ganjar. Kedua, Prabowo malah dipilih Jokowi dan menang pula. Ketiga, Prabowo tak mau pula menjauhi Jokowi. Harusnya Prabowo menjauhi Jokowi saja, kalau memang mau dukungan dari Megawati. Tapi Prabowo malah meneriakkan hidup Jokowi!

Makin menjadi-jadi. Makin tak mau bertemu. Emoh. Kabarnya mau bertemu lewat video call, tapi karena ada maunya pula. Kalau Hasto tak dibebaskan, janganlah ditahan. Malah Hasto ditahan. Kali ini Megawati benar-benar murka. Tak saja kepada Jokowi, tapi juga Prabowo. Acara Prabowo di Magelang mengumpulkan kepala daerah tiba² diboikot. 

Kini Megawati di atas angin. Jubir-jubir PDIP boleh-lah tersenyum sumringah. Kata-kata bijak akan lebih mudah disusun. Kongres PDIP pasti aman. Tapi siapa pula yang hendak mengganggu Kongres PDIP? Kongres partai yang diganggu itu di era Orde Baru dan mungkin di era Jokowi, di mana PDIP jadi tulang punggungnya. Selain itu, rasanya tak ada lagi. Prabowo sudah banyak ditegaskan oleh orang dekatnya bahwa tak akan pernah mengganggu internal partai lain.

Mungkin karena Prabowo sadar betapa sulitnya membangun partai dari nol, dari bawah. Makanya Prabowo tak mau menjadikan Kongres partai sebagai tawar-menawar politik, untuk kepentingan politiknya. Prabowo sebagai presiden tak pernah menghitung datang-mendatangi itu sebagai kalkulasi politik yang rigid. Ia menerima uluran tangan Jokowi tahun 2019, apa salahnya saat ini mengulurkan tangan buat Megawati. Politik Prabowo jauh lebih tulus.

Memang buat apa lagi membahas pertemuan Prabowo & Megawati di Tengku Umar yang diam-diam itu? Mau silaturahmi biasa, silaturahmi luar biasa, dan lain-lain, terserah saja. Kedua belah pihak agaknya memang sengaja tak ingin membuat ramai, yang sudah kelewat ramai ini. Pertemuan empat mata pula selama 1,5 jam. Memang, tak ada yang mau disebarkan. Substansinya, Megawati dan Prabowo sudah bertemu. Bertemu bukan sekadar basa-basi.

Kalau sudah bertemu empat mata seperti itu, pastilah semua yang terasa disampaikan. Mulai dari yang paling manis sampai pada yang paling pahit sekalipun, pasti sudah disampaikan. Tak akan ada lagi sekat-sekat. Buka kulit tampak isi. Megawati sudah membuktikan dirinya, bahwa tak akan memperlakukan Prabowo seperti dia memperlakukan SBY dan apalagi Jokowi. Ke depan akan baik untuk bangsa, kata Sufmi Dasco Ahmad. Entah ia entah tidak kita lihat saja nanti.

Apa boleh buat, mau tak mau, suka tak suka, Jokowi haruslah mengatakan pertemuan antara Prabowo dan Megawati itu baik. Tak ada pula alasannya Jokowi mengatakan pertemuan itu tak baik. Apalagi pertemuan itu sudah terjadi. Jokowi sendiri mungkin juga tak diberi tahu. Petinggi Gerindra saja, seperti dikatakan Dahnil Anzar Simanjuntak, baru diberi tahu sorenya. Artinya, pertemuan itu murni inisiatif dari Prabowo & beberapa orang dekatnya saja, termasuk orang dekat Megawati.

Belakangan, langkah politik Prabowo memang di luar kebiasaan. Tiba-tiba saja mengadakan wawancara khusus dengan 7 orang jurnalis senior yang terkemuka di negeri ini. Belum lagi selesai dibahas, tiba-tiba saja sudah bertemu dengan Megawati secara diam-diam. Kalau Sri Mulyani mengatakan saat ini ilmu ekonomi tak lagi berlaku membaca situasi, maka Prabowo pun mungkin ingin mengatakan ilmu politik juga sudah tak berlaku membaca situasi politik yang genting saat ini.(*)
Baca juga :