Tulisan dosen UGM Abdul Gaffar Karim:
Negara di Indonesia kadang mengatur warganya dengan ekstrem dan interventif: Ada lembaga-lembaga pendidikan negeri yang memaksa orang berjilbab, ada lembaga atau acara negara yang memaksa orang melepas jilbab (seperti kasus paskibraka yang sedang dibahas orang belakangan).
Ada UIN yang pernah ribut mempermasalahkan mahasiswinya yang bercadar. Kata pimpinan universitas, cadar adalah indikasi radikalisme. Cerdas nian.
Generasi tahun 90an ingat bahwa sekolah dasar dan menengah negeri sangat serius melarang jilbab. Istri saya pernah dipanggil oleh guru BP karena memakai jilbab saat masih SMP.
Sampai belakangan ini, lembaga seperti Polri juga melarang polwan berjilbab. Tahun 2013an, masih ada ribut-ribut soal aturan seragam dan jilbab polwan.
Negeri sekuler seperti Australia sudah lama mengijinkan polwannya berjilbab, jauh sebelum Indonesia. Murid-murid perempuan juga bebas saja berjilbab.
Menurut saya, negara Indonesia harus berhenti mengintervensi cara warganya berbusana dan berkeyakinan. Jangan ada lagi paksaan atau larangan berjilbab.
Negara fokus saja pada upaya memastikan warganya cukup makan, cukup pendidikan, cukup rasa aman dan cukup layanan kesehatan.
Sampeyan-sampeyan yang mau berpilkada November nanti, sanggup ndak?
(*)