Ternyata Ini Ketakutan Terbesar Jokowi Jelang Akhir Masa Jabatan, Akibat Ulah Sendiri

[PORTAL-ISLAM.ID]  Ekonom Senior Didik J Rachbini menyebut ketakutan Jokowi itu akibat ulah sendiri utang ugal-ugalan.

"Lah … Ini kan sebab ulah sendiri utang ugal-ugalan. Aneh," ujar Didik J Rachbini di akun twitternya @DJRachbini mengomentari berita CNBC Indonesia.

Jokowi mengkhawatirkan karena kondisi saat ini peredaran uang kering, karena lebih banyak uang yang dialihkan untuk membeli Surat Utang Negara dengan bunga cukup tinggi. 

Akibatnya sektor riil melempem.

👇

Ternyata Ini Ketakutan Terbesar Jokowi Jelang Akhir Masa Jabatan

Jelang berakhirnya masa jabatan menjadi Presiden, Joko Widodo (Jokowi) ternyata memiliki rasa ketakutan tersendiri. Padahal sebelumnya, Jokowi dulu bilang bahwa dirinya adalah pemimpin yang tidak punya beban.

Belum lama ini, Jokowi sempat mengutarakan kekhawatirannya terhadap peredaran uang yang semakin kering, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 5%. Hal ini dia sampaikan menjelang akhir masa jabatan.

Jokowi menilai masalah tersebut muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).

"Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu," ujar Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Senin (12/2/2024).

Untuk diketahui, data BI menunjukkan, posisi M2 (uang yang beredar) pada Desember 2023 tercatat sebesar Rp 8.824,7 triliun atau tumbuh 3,5% yoy. Angka pertumbuhan ini terpaut jauh dengan kondisi September yang masih menyentuh angka 6% yoy.

Satu di antaranya kondisi tersebut disebabkan oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Per Desember 2023, DPK hanya tumbuh 3,8% yoy menjadi Rp 8.234,2 triliun, sedangkan kredit naik 10,38% yoy menjadi Rp 7.044,8 triliun.

Pertumbuhan DPK sebenarnya sudah lebih tinggi dibandingkan November 2023 (3,04%) dan Oktober 2023 (3,43%). Namun, bila dilihat dari posisi per Desember atau akhir tahun maka pertumbuhan tersebut adalah yang terendah sejak 1999 atau dalam 24 tahun terakhir.

(Sumber: CNBC Indonesia)
Baca juga :