DUA KECEMASAN yang berbeda terhadap Prabowo, bila koalisi yang dibangun terlalu besar dan kuat dalam pemerintahan.
Kecemasan pertama datang dari internal koalisi Prabowo itu sendiri.
Bila koalisi yang dibangun Prabowo terlalu besar dan kuat dalam artian, semua pihak yang kalah juga diajak ikut bergabung, maka jatah sebagai pemenang akan berkurang, atau malah hilang sama sekali. Maka dalam situasi ini, jadi pemenang pun seperti tak ada bedanya.
Kecemasan kedua datang dari kelompok masyarakat sipil yang begitu kritis, bahkan sudah sampai pada tahap antipati terhadap Prabowo. Mereka ini dulunya teridentifikasi sebagai pendukung Jokowi, tapi setelah Jokowi merapat kepada Prabowo, mereka juga menjadi antipati terhadap Jokowi.
Mereka ini cemas tak akan bisa ngapa-ngapain, bahkan lebih dari itu kalau-kalau dibungkam oleh rezim Prabowo nanti. Negara akan semakin kuat dan cenderung semaunya atau otoriter.
Karena itu, mereka ingin semua partai yang kalah, baik pengusung Anies maupun Ganjar, tetap berada di luar pemerintahan.
Biarkanlah Prabowo sebagai pemenang yang memerintah.
Sayangnya, partai-partai kita tak bisa begitu. Tak ada yang benar-benar rela menjadi oposisi, bahkan sejak era Megawati sekalipun. Oposisi hanya kalau terpaksa dan benar-benar sudah tak diajak pihak yang menang.
Pada tahap ini sebetulnya kecemasan pihak pertama dan kedua bertemu, tapi berbeda maksud. Yang pertama cemas tak kebagian jatah, yang kedua cemas kalau-kalau dibungkam.
(Oleh: Erizal)