Oleh: Widi Astuti
Saya mengenalnya dengan baik. Dia teman kajian. Orangnya cantik, kalem, santun, dan shalihah. Dulu, dia bekerja sebagai teller di sebuah Bank plat merah. Kemudian memutuskan resign setelah faham besarnya dosa riba.
Sewaktu masih bekerja di Bank, dia sangat hedonis. Hidupnya hanya seputar membeli baju bagus branded, ataupun kongkow di cafe. Melepaskan penat saat weekend dengan bernyanyi bersama teman-temannya.
Tapi Alloh Maha Baik. Alloh menggerakkan hatinya untuk mengikuti kajian. Karena dia merasakan begitu lelah dan hampa. Dia merasa hidupnya seperti tak memiliki makna.
Akhirnya dia mendapatkan kedamaian yang dicarinya dalam kajian. Dia merasa begitu tenang dan nyaman saat mengaji. Dan sejak itu dia selalu rajin mendatangi kajian.
Saat mengetahui besarnya dosa riba dan azab yang kelak akan ditanggung, tanpa ragu dia memutuskan resign. Sebuah keputusan yang berani karena selama ini dia yang menjadi tulang punggung keluarga.
Memang dia memiliki suami. Tapi gaji suaminya (karyawan honorer di sebuah instansi) hanya digunakan oleh suaminya sendiri. Lagi pula gaji suaminya memang tak seberapa.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah suaminya tak mengerjakan sholat lima waktu. Dia sudah meminta suaminya untuk melaksanakan kewajiban sholat berulang kali. Tapi suaminya hanya diam dan tak mengerjakan.
Satu sisi, temen saya semakin rajin menuntut ilmu agama. Cara berpakaiannya juga berubah drastis. Dari yang tadinya mengenakan rok mini nan modis. Langsung berubah memakai gamis dan jilbab besar. Bahkan sekarang bercadar.
Sedangkan suaminya masih tak mau mengerjakan sholat ataupun puasa. Akhirnya mereka bercerai. Dengan hak asuh anak diperoleh teman saya. Teman saya tak bisa mentolerir suaminya. Karena sholat dan puasa adalah kewajiban setiap muslim.
Menilik kasus seleb yang bercerai karena perbedaan visi dan misi, saya bisa memahami. Karena teman sayapun mengalami. Sebuah prinsip tegas yang harus dijunjung tinggi.
Di satu sisi sang istri melejit dalam hijrahnya, tapi di sisi lain sang suami tidak mengimbangi. Akhirnya tidak terjadi titik temu. Dan itu menyakitkan.
Keputusan cerai adalah yang terbaik. Agar masing-masing fihak bisa menjalani hidupnya sesuai visi dan misi masing-masing. Agar hidupnya terasa lebih nyaman dan damai.
Semoga Alloh selalu membimbing keluarga kita masing-masing agar tetap di jalan-Nya.... Aamiin....
(*)