Video Munarman Tidak Percaya Tembak-menembak KM 50 Muncul Lagi

[PORTAL-ISLAM.ID]  Sebuah video yang berisi pernyataan mantan Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) Munarman kembali viral di media sosial. Pernyataan itu berkaitan dengan ketidakpercayaan Munarman terhadap tudingan adanya aksi tembak menembak antara Polisi dengan laskar FPI di KM 50.

Video berdurasi 2 menit 19 detik ini diunggah oleh akun Twitter @cybsquad_ pada Sabtu (13/8) siang. Akun tersebut juga menampilkan sebuah tulisan dari pernyataan Munarman para 8 Desember 2020 lalu.

"Menolak lupa. Voicenote itu suara anak-anak laskar pengawal Habib Rizieq, saat detik-detik dikepung oleh tiga mobil, ditangkap, diculik lalu dibawa ke suatu tempat untuk dibantai," kata Munarman, Selasa (8/12/2020)," tulis akun @cybsquad_ seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (14/8).

Sementara itu, pernyataan yang disampaikan Munarman dalam video itu, menegaskan bahwa laskar FPI disebut membawa senjata api dan tembak menembak merupakan sebuah fitnah besar.

"Yang patut diberitahukan kepada teman-teman pers semua bahwa fitnah besar kalau laskar kita disebut membawa senjata api dan tembak menembak, fitnah itu!" tegas Munarman dalam video tersebut.

Menurut Munarman, laskar FPI maupun LPI tidak pernah dibekali dengan senjata api. Bahkan, laskar FPI sudah terbiasa dengan tangan kosong.

"Jadi fitnah, dan ini fitnah luar biasa pemutarbalikan fakta dengan menyebutkan bahwa laskar yang lebih dahulu menyerang dan melakukan penembakan," kata Munarman.

Dalam video itu juga, Munarman meminta agar senjata api yang disebut digunakan oleh laskar FPI untuk menembak polisi untuk dilakukan pemeriksaan nomor register senjata apinya, pelurunya.

"Pasti bukan punya kami. Karena kami tidak punya akses terhadap senjata api. Dan tidak mungkin membeli dari pasar gelap. Jadi bohong, bohong sama sekali," terang Munarman.

Apalagi kata Munarman, di kartu anggota FPI dan LPI, sudah disebutkan bahwa setiap anggota FPI dilarang membawa senjata tajam, senjata api, bahkan bahan peledak.

"Itu dilarang di kartu anggota kita punya. Jadi, upaya-upaya memfitnah, memutarbalikkan fakta, hentikan lah, hentikan lah," tutur Munarman.

"Nah kemudian kejadiannya, kenapa kami menyatakan laskar kami dalam keadaan hilang, karena memang kami belum tau keberadaannya di mana, itu membuktikan bahwa mereka dibunuh dan dibantai," sambung Munarman.

Karena kata Munarman, jika sejak awal ada peristiwa tembak menembak, seharusnya laskar FPI tewasnya di tempat kejadian dan membuat keramaian karena terjadi di jalanan bebas hambatan.

"Semalam saya sendiri sampai jam 3 sudah ngecek dengan teman-teman yang di lapangan, tidak ada jenazah di situ, tidak ada keramaian di situ, yang ada justru petugas aparat setempat, yang ada di lokasi yang diperkirakan di sekitar pintu Tol Karawang Timur. Begitu saya mendengar ada berita terjadi laskar kita yang ditembak, kita suruh cek ke pintu tol Karawang Timur," pungkas Munarman.

Dalam kasus KM 50 itu, diketahui juga adanya keterlibatan dari Irjen Ferdy Sambo saat sudah menjadi Kadiv Propam Polri. Di mana, Sambo mengerahkan 30 anggota tim Propam Polri untuk mengungkap kasus tersebut.

30 anggota Tim Propam itu dipimpin oleh Karo Paminal saat itu, Birgjen Hendra Kurniawan yang ditunjuk oleh Sambo untuk mengecek penggunaan kekuatan oleh personel kepolisian dalam insiden KM 50.

Dikerahkannya 30 orang itu, juga bukan karena adanya indikasi pelanggaran dalam tragedi KM 50. Adapun, dalam perkembangan kasus KM 50, dua terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin divonis bebas oleh hakim.

Saat ini, Irjen Sambo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sambo bersama tiga orang lainnya, yakni Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR) dan KM ditetapkan sebagai tersangka.

Untuk Sambo, Bripka RR, dan KM dijerat Pasal 340 terkait pembunuhan berencana subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 Juncto Pasal 56 KUHP.

Sedangkan Bharada E dijerat Pasal 338 tentang pembunuhan Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Sambo disebut menyuruh melakukan pembunuhan dan membuat skenario agar seolah-olah terjadi tembak menembak antar anggota Polri. Sambo pun disebut sengaja melepaskan beberapa tembakan ke dinding menggunakan senjata api milik Brigadir J agar seolah-olah benar-benar terjadi baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E. [RMOL]
Baca juga :