Dari Ateis Menjadi Pakar Balaghah Quran

Dari Ateis Menjadi Pakar Balaghah Quran

Sudah sejak kecil kita membaca al-Quran. Termasuk terjemahan dan tafsirnya. Pernahkah ada ayat yang membuat kita tercenung lalu penasaran untuk menggali kandungan yang tersirat dibaliknya? Pernahkah kita bertanya-tanya, misalnya, kenapa dari sekian banyak Asma` Allah al-Husna, yang dipilih adalah ar-Rahman dan ar-Rahim untuk Bismillah yang selalu dibaca setiap memulai aktivitas?

Kenapa dalam QS. an-Nisaa` ayat 18 digunakan kalimat :

حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ ...

Sementara dalam QS. al-Mu`minun ayat 99 digunakan kalimat :

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ

Padahal kata حضر dan جاء memiliki makna yang sama?

Apakah kita akan puas dengan penjelasan bahwa kedua kata itu bersifat mutaradif (kata-kata yang memiliki makna yang sama atau berdekatan)?

Kalaupun kita pernah merasa penasaran, berapa lama waktu yang kita korbankan untuk mencari tahu dan menggali apa rahasia dan hikmah di balik itu? Kenapa dalam ayat A digunakan kata B sementara dalam ayat C digunakan kata D?

***

Adalah Prof. Dr. Fadhil Shalih as-Samurra`iy, seorang pakar I’jaz Bayani al-Quran dari Irak. Kepakarannya dalam bidang Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Bayan mengantarkannya untuk mendalami asrar (rahasia-rahasia) balaghah dalam al-Quran. Banyak karya dalam bidang lughah dan i’jaz bayani yang telah dihasilkannya. Ia juga menjadi nara sumber tetap dalam program Lamasat Bayaniyyah di sebuah channel televisi Qatar.

Adakah ayat dalam al-Quran yang membuat Dr. Fadhil tercenung dan penasaran lalu mengkajinya lebih dalam? Ada. Diantaranya adalah ayat yang bagi banyak orang tampak ‘biasa-biasa’ saja, tak ada yang menarik untuk dikaji dan didalami. Yang menariknya, ayat ini tidak hanya membuat Dr. Fadhil tercenung dan mengkajinya selama beberapa hari atau minggu, melainkan selama dua tahun.

Ayat tersebut adalah ayat yang banyak diulang-ulang dalam al-Quran :

لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Beliau bertanya-tanya, kenapa bagian awal ayat ini tidak diungkapkan dengan la an-nafiyah lil jins :

لاَ خَوْفَ عَلَيْهِمْ

Kenapa pula kata يَحْزَنُوْنَ tidak diungkapkan dalam bentuk mashdar seperti halnya kata خَوْفَ agar lebih tampak muttasiq (seirama):
لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ حُزْنٌ

Atau kata khauf-nya yang dibuat dalam bentuk fi’il sehingga menjadi :
لاَ يَخَافُوْنَ وَلاَ يَحْزَنُوْنَ

Dua tahun lamanya ia memikirkan hal ini. Penjelasan dari kitab-kitab tafsir yang ada tidak memuaskan dirinya dan belum mampu menjawab rasa penasarannya.

Setelah melakukan pengkajian dan perenungan sekian lama, ia semakin yakin bahwa al-Quran memang mu’jiz (mujizat). Pilihan katanya sangat menakjubkan. Tak ada kata yang bisa digantikan oleh kata lain meskipun kata itu adalah muradif-nya.

***

Yang jauh lebih unik adalah ternyata Dr. Fadhil dulunya adalah seorang ateis. Cukup lama ia menjadi ateis. Kala itu ia merasa tak ada siapapun di dunia ini yang benar-benar beriman. Ia juga merasa bahwa tak akan ada satu argumen pun yang bisa merubah pendiriannya.

Tapi, ateisme itu membuatnya tidak memiliki tempat berpijak. Semua tampak sebagai ilusi belaka. Ia bahkan tak bisa merasakan kebahagiaan sama sekali meskipun bagi orang lain tampak sebagai sesuatu yang luar biasa.

Dalam kehampaan itu ia bertekad untuk mencari kebenaran. Kesungguhan dan kejujurannya untuk menemukan kebenaran itulah yang membawanya pada keimanan dan bahkan menjadi seorang yang sangat pakar dalam balaghah al-Quran.

Di awal tahun 2021 yang lalu ajal menjemputnya. Namun karya-karyanya, baik dalam bentuk buku maupun kajian di Youtube akan tetap menjadi rujukan bagi pecinta al-Quran.

رحمه الله رحمة واسعة

***

Inilah sesungguhnya makna hijrah ; perubahan. Momentum tahun baru Hijriah adalah momentum untuk memulai sebuah perubahan. Meskipun tampak kecil tapi ia mesti dimulai.

نهنئكم بحلول العام الهجري الجديد وكل عام وأنتم بخير

[Ustadz Yendri Junaedi]

Baca juga :