Mengapa Berdoa 'Harus' Bahasa Arab?
Oleh: Ustadz Ahmad Sarwat
Sebenarnya bukan harus, tapi akan lebih afdhal dan punya nilai tersendiri.
Ini bukan menanggapi soal polemik yang ramai di medsos, namun ini kajian fiqih. Dalam rangka menjawab pertanyaan seorang jamaah: Berdoa di luar shalat itu boleh pakai bahasa Indonesia, namun kenapa kok ustadz lebih memilih pakai bahasa Arab?
So, ini pertanyaan khusus buat saya. Dan saya harap jawaban ini tidak dihubung-hubungkan dengan polemik terkini.
Berdoa bisa di dalam shalat dan di luar shalat. Kalau doa dalam shalat memang wajib pakai bahasa Arab, sebab memang sudah begitu aturan fiqih shalat dari zaman dulu.
Lalu bagaimana dengan doa di luar shalat? Tidak harus berbahasa Arab kan?
Tidak harus, tapi .....
Tapi apa?
Tapi kalau bisa pakai bahasa Arab tentu punya nilai tersendiri.
Kok bisa begitu?
Jadi gini ya. Berdoa itu isi nya kan permintaan kita kepada Allah. Nah menurut ente, apakah Allah sudah tahu apa belum tentang apa akan dimintakan dalam doa kita? Tentu pastinya sudah tahu, kan?
Nggak usah kita katakan pun, Allah pasti sudah tahu apa yang kita butuhkan dalam permintaan. So, apakah kita tidak perlu berdoa?
Tentu tetap perlu dan harus, soalnya doa itu kan ibadah ritual, bukan sekedar minta. Sebab yang diminta sudah tahu apa kebutuhannya. Namun doa itu ibadah ritual, kita tetap diperintah untuk beribadah, dimana bentuk ibadahnya adalah doa itu sendiri.
Maka yang harus diketahui bawah doa itu bukan asal minta. Toh Allah SWT juga sudah tahu apa yang diminta. Doa itu adalah ibadah, yang dinilai bukan sekedar apa isi permintaannya, namun bagaimana tehnik memintanya.
Ilustrasinya sederhana saja. Mau minta sumbangan kegiatan, kalau surat permohonannya lecek, kertas kumal, tidak pakai amplop, mana fotokopiannya luntur, jangan harap dapat banyak. Paling dikasih recehan lima ribu perak pun sudah bersyukur.
Bandingkan bila surat permohonannya keren, kertasnya bukan hanya bagus mengkilat, tapi juga harum wangi. Lalu dilampiri proposal kegiatan yang tebal. Menyampaikannya bukan hanya dikirim via kurir, tapi kita sendiri yang mengantar dengan diantar orang-orang penting. Wajar dong kalau uang sumbangannya bernilai tinggi.
Sebab permintaannya dikemas dengan cara yang menawan. Apalagi pihak penyumbang sambil juga kita anugerahi gelar-gelar kebanggaan, bertabur juga puji-pujian, maka akan semakin semangat saja uang sumbangan diberikan.
oOo
Jadi berdoa kepada Allah SWT itu jangan dipikir cuma minta ini dan minta itu. Kalau cuma itu Allah SWT juga sudah tahu. Malah Dia lebih tahu apa yang kita minta.
Namun doa pada dasarnya adalah ibadah. Bagaimana kita mengemas ibadah kita, itu yang akan dinilai.
Maka para ulama sudah mengajarkan adab-adab dalam berdoa, diantaranya :
1. Diawali dengan puji-pujian kepada Allah. Setidaknya kita baca hamdalah. Semakin banyak kita awali doa dengan pujian, maka akan semakin tinggi nilai doa kita.
2. Diteruskkan dengan shalawat kepada Rasulullah SAW. Sebab dengan bershalawat, kita berarti menyatakan keimanan kita atas kenabian Muhammad SAW. Dan itu berarti kita juga membenarkan kehendak Allah SWT atas kenabian Muhammad SAW.
3. Jangan lupa sebut nama-nama Allah SWT yang indah (asmaul husna), nama-nama yang layak dengan kebesaran-Nya. Disini nilai ibadah dalam doa itu semakin terasa.
Bab menyebut nama-nama Allah SWT tidak ngarang sendiri ya. Sebab Allah SWT sudah perkenalkan nama yang layak untuk diri-Nya. Dan hmmm nama-nama itu diperkenalkan kepada kita dalam bahasa Arab.
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu." (QS. Al-Araf : 180)
Paham atau nggak paham, kita sebut nama-Nya yang agung akan lebih baik ketimbang kita ngarang nama sendiri, atau menterjemahkan tapi keliru. Betul kan?
4. Awali doa-doa kita dengan iqtibas (mengutip) contoh doa yang ada di dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits nabi. Di dalam Al-Quran ada banyak doa bertabur, dimana masing-masingnya merupakan contoh doa yang diucapkan para nabi dan rasul.
5. Terakhir: kenapa doa akan lebih baik dengan bahasa Arab?
Ini point penting. Benar sekali bahwa Allah SWT mengerti semua bahasa. Namun kedudukan bahasa Arab itu tinggi sekali.
Pertama : Setelah sebelumnya Allah SWT menurunkan banyak kitab suci dengan berbagai bahasa, maka untuk kitab suci terakhir Allah SWT menghendaki pakai bahasa Arab.
Kedua : Di dalam Al-Quran yang berbahasa Arab itu ada banyak kisah nabi terdahulu. Meski semua nabi itu bukan orang Arab, namun atas kehendak Allah, semua kisah mereka disajikan dalam bahasa Arab. Fir'aun dan Musa pun berbahasa Arab dalam Al-Quran, padahal keduanya bukan orang Arab.
Ketiga : Meski Al-Quran diturunkan menjadi petunjuk buat seluruh umat manusia dengan berbagai ragam bahasa, namun membaca Al-Quran merupakan ibadah itu harus dalam bahasa Arab.
Baca Quran itu merupakan ibadah lisan yang paling tinggi derajatnya. Setiap satu huruf yang kita baca, akan diganjar dengan 10 pahala. Alif Laam Miim itu 30 pahala.
Baca Quran terjemah tidak mendatangkan pahala, meskipun kita jadi paham isinya. Membaca Al-Quran dalam bahasa Arab, justru mendatangkan pahala, meski tidak paham isinya.
Keempat : Shalat lima waktu itu diwajibkan buat seluruh umat manusia meski bukan orang Arab. Namun tetap saja shalat harus menggunakan bahasa Arab, paham atau tidak paham apa yang dibaca dalam shalat.
Kelima : maka meski Allah itu menciptakan jutaan bahasa manusia, namun ketika Allah SWT menurunkan wahyu terakhir kepada umat manusia, yang dapat kehormatan adalah bahasa Arab.
Oleh karena itulah ketika kita berkomunikasi kepada Allah, yang jadi inti bukan apa isi permintaannya, toh Allah sudah tahu apa yang akan kita minta.
Namun yang jadi urusan adalah bagaimana tehnik kita ketika menyampaikan permintaan itu. Salah satunya bahasa kehormatan yang kita gunakan.
oOo
Saya jadi ingat ketika berkirim surat kepada pihak Universitas Islam Madinah di Saudi Arabia untuk minta jatah bea siswa. Surat itu saya tulis dalam bahasa Arab, meskipun saya waktu itu belum terlalu paham bahasa Arab.
Maka saya minta jasa seorang pakar bahasa Arab untuk membuatkan isi surat itu dalam bahasa Arab. Saya hanya kasih bahan garis besarnya saja. Tapi pakar itulah yang merangkaikan kata-katanya biar jadi halus, sopan dan rapi.
Jadi saya tahu diri, tidak kirim surat pakai bahasa saya sehari-hari. Soalnya pasti kurang sopan. Masak saya tulis surat pakai bahasa Indonesia?
Terus isinya ngelunjak: "Bos, ane pengen kuliah di kampus ente nih, bagi bea siswa dong. Jangan pelit luh... ".
Pantas saja dicuekin. Udah minta kagak sopan, ngelunjak pula. Hadeeeh....
(*)