Janji Luhut, Haris Azhar Digugat Rp100 Miliar, Duitnya Dibagi-bagi ke Warga Papua

[PORTAL-ISLAM.ID]  Menko Bidang Kemaritiman dan Ivestasi Luhut Binsar Panjaitan tidak hanya melaporkan Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti atas dugaan pencemaran nama baik.

Luhut juga akan melayangkan gugatan perdata ke pengadilan. Tidak tanggung-tanggung, Luhut akan menuntut Rp100 miliar.

Demikian disampaikan kuasa hukum Luhut Binsar Pandjaitan, Juniver Girsang di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (22/9/2021).

“Masalah ini akan dilakukan gugatan perdata. Dalam gugatan perdata kita akan menuntut terlapor Rp100 milyar,” kata Juniver.

Menurut Juniver, bila gugatan tersebut dimenangkan, uang Rp100 miliar itu tidak akan diambil oleh Luhut.

Melainkan seluruhnya akan disumbangkan dan dibagikan kepada masyarakat Papua.

Hal tersebut dilakukan kliennya sebagai pembuktian bahwa tuduhan yang dilontarkan Haris Azhar itu merupakan fitnah.

“Rp100 miliar ini kalau dikabulkan hakim akan disumbangkan ke masyarakat papua. Ini saking antusiasnya beliau membuktikan apa yang dituduhkan itu tidak benar,” ungkap Juniver.

Tebar Peringatan Keras

Sebelumnya, usai melaporkan Haris Azhar dan Fatia, Luhut Binsar Pandjaitan langsung menebar peringatan keras.

Luhut mengingatkan agar siapapun tidak sembarangan menuding atau melontarkan fitnah dengan dalih kebebasan berpendapat atau berekspresi.

“Tidak ada kebebasan absolut,” tegas Luhut usai melayangkan laporan di Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021).

Ia menekankan, kebebasan berpendapat dan berekspresi tetap harus bisa dipertanggungjawabkan.

Apalagi jika tudingan itu ternyata adalah sebuah fitnah dan bukan yang sebenarnya.

“Semua kebebasan harus bisa dipertanggungjawabkan. Karena saya tidak melakukan (yang ditudingkan Haris Azhar) itu,” ujarnya.

Ia menjelaskan, pelaporan itu dilakukan Luhut merupakan langkah hukum terakhir yang bisa dilakukan.

Pasalnya, pihaknya sudah dua kali melayangkan somasi kepada Haris Azhar.

Dalam somasi itu, Luhut meninta Haris Azhar agar meminta maaf atas tudingan yang dialamatkan kepadanya.

Akan tetapi, dua kali somasi yang dilayangkan ternyata tidak mendapat respon dari Haris Azhar.

“Dia sudah dua kali disomasi tapi gak mau (minta maaf),” kata Luhut.

Pelaporan ini, jelas Luhut, adalah upaya untuk mempertahankan nama baiknya atas tudingan dan fitnah yang dillontarkan kepadanya.

“Saya kan mempetahankan nama baik saya, anak-cucu saya. Dia keterlaluan tidak mau minta maaf. Makanya saya laporkan,” tandasnya. 

Awal Kasus

Sebelumnya, dalam tayangan di Youtube, Haris Azhar bersama koordinator KontraS Fatia Maulida, membahas hasil riset sejumlah organisasi, seperti KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.

Fatia menyebutkan bahwa ada sejumlah perusahaan yang bermain tambang di kawasan tersebut. Salah satunya PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki Luhut.

“Tobacom Del Mandiri ini direkturnya purnawirawan TNI namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga Toba Sejahtera Group dimiliki sahamnya salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan,” ujar Fatia. 

Ia juga mengatakan, bisa dibilang Luhut bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini.

Haris Azhar mengatakan data-data soal Luhut perihal dugaan tambang di Papua, bukan hal baru. 

"Laporannya sudah dipublikasi di website Jatam, KontraS, Walhi, dan lain-lain. Laporan mereka ada sumber datanya," kata Haris Ahad, 29 Agustus 2021.

Ia mengatakan data itu sudah lebih dulu dipublikasikan bahkan sebelum wawancara dengan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti berlangsung. 

Data yang dimaksud Haris bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. 

Laporan ini diluncurkan pada 12 Agustus oleh YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama #BersihkanIndonesia. 

Para peneliti melakukan kajian cepat terkait operasi militer ilegal di Papua dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

(Sumber: Pojoksatu, Tempo)
Baca juga :