[PORTAL-ISLAM.ID] Akademisi senior Emil Salim menyoroti rencana pemerintah yang hendak memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Menurut dia, ada sejumlah tantangan besar dalam proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tersebut.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup periode 1978-1993 ini memandang kondisi topografis Kalimantan yang berbeda dengan Pulau Jawa dan Sumatera. Dalam hal ini, Jawa dan Sumatera terbentuk berkat benturan lempeng Australia dan Eurasia, sementara Kalimantan tidak.
Alhasil, Jawa dan Sumatera dikelilingi oleh pegunungan api dengan tanah yang subur. Sedangkan Kalimantan bebas dari lingkup ring of fire, namun berdiri di atas lahan basah (wetland).
"Maka Kalimantan itu penuh dengan air di bawah permukaannya itu. Maka Pulau Kalimantan pola pembangunan tidak sama dengan pola pembangunan di Jawa, Sumatera, karena tanahnya ekosistemnya berbeda. Bukan pegunungan, tetapi lahan basah, wetland," terang Emil Salim, Jumat (16/4/2021).
Menurut dia, proyek pembangunan ibu kota baru di Kalimantan membutuhkan perhitungan yang lebih cermat karena berdiri di tanah basah. Oleh karenanya, ia buka kemungkinan jika ongkos yang telah dikaji saat ini mungkin berbeda dengan praktik di lapangan.
"Kau gali lobang di Kalimantan, air yang keluar. Maka bayangkan bagaimana membangun kereta api di Kalimantan jikalau lahannya basah. Makanya negara-negara yang punya lahan basah mengembangkan pola angkutan dengan baling-balingnya di atas atap," paparnya.
Emil lantas membandingkan proses pemindahan ibu kota yang terjadi di beberapa negara seperti Australia, Malaysia hingga Korea Selatan. Dia menilai itu bisa dilakukan lantaran mereka merupakan negara kontinental yang daratannya tidak terpisah-pisah oleh lautan.
"Semua contoh-contoh yang diangkat oleh Bappenas yang ada kertas kerjanya adalah contoh-contoh dari kontinen. Korea Selatan, Malaysia, Australia, Brazil, adalah kontinen," ungkapnya.
"Kita pindah ke sentra pulau. Kita negara kepulauan. Jika pada weekend para pegawai mau pulang ke kampung, apa bisa berenang lewat lautan dari Kalimantan ke Jawa dan sebagainya?" ungkap Emil.
Emil Salim: Ibu Kota Pindah ke Kalimantan, Sisi Historis Jakarta Akan Hilang, Ngeri Saya Melihat Hal-hal Ini
Selain soal tanah basah, Emil Salim juga mengkritisi ongkos pengeluaran dalam proyek ibu kota baru, utamanya pada pembangunan gedung baru untuk seluruh kementerian. Juga bekas-bekas gedung lama di Jakarta.
Mantan Menteri Perhubungan ke-25 ini mencatat, seluruh instansi kementerian, termasuk Istana Presiden/Wakil Presiden, Kantor MPR/DPR, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, hingga Markas Besar TNI/Polri wajib pindah ke ibu kota baru.
"Beberapa kantor-kantor akan pindah, dan lazimnya ditempuh tukar guling dengan swasta. Jika kemudian tukar guling, maka tentu swasta yang harus bangun gedung Deplu (Kemenlu) baru di ibu kota negara, tentu akan tertarik untuk memanfaatkan komersialitas dari gedung itu (yang ada di Jakarta)," ujarnya.
"Departemen Keuangan (Gedung Kemenkeu) adalah salah satu monumen historis yang besar, juga akan ditukar gulingkan. Kemudian beberapa kompleks di (Medan) Merdeka Barat/Timur/Selatan/Utara, kantor-kantor itu jika pindah harus juga tukar guling," paparnya.
Emil menilai, jika ibu kota nanti pindah, karakter Jakarta yang selama ini punya sisi historis tinggi dalam pembentukan Republik Indonesia akan hilang. Menurutnya, itu semua akan diganti oleh gedung-gedung pemerintahan baru di Kalimantan Timur yang tidak punya nilai sejarah.
Bahkan, dia membayangkan gedung-gedung pemerintahan di Jakarta yang punya nilai historis nantinya akan dimiliki swasta dan dijadikan mal.
"Maka cost terbesar yang saya lihat adalah the historical cost (ongkos nilai sejarah) dari ibu kota proklamasi, berkembangnya pusat perjuangan kita dari sejak Budi Utomo, akan hilang lenyap," ungkapnya
"Dan kalau ditukargulingkan jadi sentra komersial, bayangkan Departemen Keuangan menjadi mal. Ngeri saya melihat hal-hal ini," dia menambahkan.
Dia lantas mempertanyakan, apakah pemerintah sudah memperhitungkan secara matang seluruh ongkos pemindahan ibu kota baru tersebut. Emil menganggap itu penting digarisbawahi, karena pemerintah secara anggaran terbatas, dan nantinya akan lebih banyak mengandalkan dana swasta.
"Swasta itu dia memikirkan keuntungan, dan siapa yang mempunyai dana dari swasta itu membangun gedung-gedung kementerian baru di Kalimantan? Tentu swasta yang besar, konglomerat besar. Bagaimana dampak politik ekonominya di dalam pembangunan ibu kota tersebut," tuturnya.
(Sumber: Liputan6)