Relawan FPI Tidur di Kuburan


Berita 16 tahun yang lalu...

Saat Tsunami Aceh, 26 Desember 2004
Relawan FPI Tidur di Kuburan

Front Pembela Islam (FPI) selama ini dikenal sebagai perusak tempat-tempat hiburan yang buka saat bulan puasa. Atau penggerebek tempat-tempat judi. Namun, karena tindakannya dianggap berlebihan, serta melampaui kewenangan, yang datang justru kecaman.

Dalam peristiwa bencana tsunami di Aceh, FPI justru membuahkan hasil yang menggembirakan. 

Relawan FPI-lah yang menemukan mayat, kata Jurubicara Polda Aceh, Sayed Husaini, padahal selama ini FPI sering berseberangan dengan polisi. 

Di Aceh, FPI juga tidak terdengar bentrok dengan relawan lain, baiki sipil, militer maupun asing.

Bagaimana relawan FPI hidup di daerah bencana membantu masyarakat Aceh?

Berkaos putih dengan tulisan 'Duka Aceh, Duka Kita Semua', setiap pagi ratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) keluar dari sarangnya di Taman Makam Pahlawan, kawasan Peuniti, Banda Aceh. 

"Ana gak bertahun baru di sini. Sudah buta ama tanggal-tanggal," kata Ustadz Mahsuni Kaloko, Kepala Operasional Relawan FPI yang menginjakkan kaki di Aceh, Kamis (30/12/2004), bersama 3 anggotanya. 

Kini, total relawan FPI di Aceh mencapai 400 orang. Mahsuni bercerita, langkah awal yang menjadi pekerjaan FPI begitu turun dari pesawat adalah membersihkan Masjid Raya Baiturrahman. 

"Ada 50 mayat yang saat itu terserak di sana," ujar pria yang di Sekretariat DPP FPI menjabat sebagai Pengurus Badan Anti Teror. 

Di masjid terbesar yang menjadi ikon kota Banda Aceh itu, Mahsuni mendirikan posko bersama 175 orang lain dari HTI, FPI, PII, GPI, MMI, dan Mer-C. 

"Kami bekerja keras, sehingga setelah menyucikan masjid pada Jum'at (31/12), 30 jam kemudian adzan pertama berkumandang pasca bencana," kenangnya. 

Pagi pertama di tahun 2005 itu (1 Januari 2005), Masjid Baiturrahman pun melaksanakan ceramah, dipimpin Sekjen MUI Din Syamsudin.

Saat itu juga Majelis Permusyawaratan Ulama Indonesia (MPUI) Aceh meminta FPI menjaga pintu-pintu untuk menjaga kesucian masjid dari orang-orang asing yang mencoba masuk. Mereka menyeleksi siapapun yang mau masuk masjid. "Non-muslim kafir, out," serunya saat itu.

Minggu (2/1/2005) saat masjid itu akan dicat, FPI menyingkir ke Masjid di kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Banda Aceh. 

Ketika jumlah relawan yang datang bertambah 241 orang dengan menumpang KM Egon dan 75 relawan lainnya dengan bis dari Medan, mereka pun membuka tenda-tenda besar dan kecil yang ada di kuburan itu. Pos logistik didirikan tepat di depan TMP. 

Hari-hari itu, Ketua Umum FPI Habib M. Rizieq Shihab turun langsung ke Aceh. 

"Beliau sedang melakukan evakuasi di Lambro Skip," kata Ustadz Sobri Lubis, salah satu Ketua FPI Pusat saat ditemui Tempo di tenda TMP. 

Saat ini, FPI memang memrioritaskan evakuasi mayat. Untuk tugas ini pun, mereka sengaja mengambil pekerjaan yang susah. 

"Kami mengambil yang orang-orang tak mau sentuh," katanya. 

Sobri mengaku prihatin dengan banyaknya relawan yang kurang bersungguh-sungguh melaksanakan tugas. 

"Meski pakai masker dan sarung tangan, mereka hanya mondar-mandir lalu mengambil foto seperti turis," kecamnya.

Sobri memaparkan, masih banyak mayat-mayat wilayah di ibukota provinsi yang belum tersentuh evakuasi. 

"Yang bersih cuma yang di jalan-jalan utama. Selain Lambro Skip, mayat paling banyak tercecer di Punge Blang Cut, dan Ulee Lheule. Stok peralatan dan sarana transportasi sangat terbatas. Kami dengar di PMI ada ribuan sepatu boot, tapi nyatanya habis," urainya.

Dalam rencana FPI, seorang relawan minimal harus berada di Aceh selama sebulan. Sampai kapan? 

"Kami akan terus bergiliran datang sampai Aceh benar-benar pulih," katanya.

Mengenai bagaimana FPI bereaksi atas kinerja pemerintah menangani bencana di Aceh, Sekretaris DPP FPI Ustadz Hasri Harahap mengutip pernyataan Menko Kesra saat berjumpa dengan Rizieq Shihab. 

"Pak Alwi mengaku TNI sudah kelelahan," ceritanya. 

"Kalau TNI saja sudah kelelahan, apalagi kami, yang logistiknya tak menentu. Namun FPI menegaskan bahwa pekerjaan mengevakuasi mayat ini hukumnya fardhu ain, bukan fardhu kifayah," katanya. 

Hasri juga menyoroti lemahnya koordinasi antar bagian. "Koordinasi baru mulai rapi pada dua minggu terakhir ini, sebelumnya tak ada amir dalam setiap pengambilan keputusan," ujarnya.

Selain itu, FPI meminta perhatian lebih untuk urusan fasilitas relawan dan transportasi bagi relawan. 

"Harusnya, kursi-kursi kosong setiap pesawat yang berangkat ke Aceh diberikan kepada relawan," katanya. 

Mereka juga menyoroti sikap TNI yang dinilai penduduk overacting. "Tak perlulah datang ke perempatan dengan menenteng senjata," katanya.

Hasri dan Sobri juga memaparkan beberapa kejanggalan yang dilihatnya dalam pengerahan bantuan ke Aceh. 

"Kami tegaskan, setiap bantuan jangan menggunakan label-label keagamaan," katanya. 

Himbauan itu disampaikan karena ia melihat adanya upaya berunsur SARA di balik pengiriman bantuan itu. 

"Di PMI kami menemukan ratusan kardus bantuan yang kemasannya bertulis Jesus Loves You," katanya. 

"Kalau mau bantu ya bantu saja, jangan memberikan doktrin-doktrin. Ini kan seperti mengail ikan di air lumpur," ujar Sobri.

Selain itu, mereka memaparkan adanya pengiriman kaos-kaos bergambar porno yang diduga dikirim dari Medan. 

"Ini kan merusak mental orang Aceh," sesal Hasri. 

Tentang bantuan asing, Sobri mengingatkan agar diberikan sesuai porsi yang disampaikan pemerintah. 

"Jangan melakukan intervensi, merusak kultur, serta mengganggu otonomisasi Syariat Islam," katanya.

Selain evakuasi mayat, tugas berikutnya FPI adalah membersihkan masjid, merehabilitasi mental korban bencana, serta mempersiapkan pengadaan air bersih. 

"Kami membawa 20 ahli bor sumur dari Pasuruan," ujar Sobri.

Keprihatinan FPI juga dialamatkan kepada stasiun televisi yang banyak menayangkan gambar-gambar kesedihan. 

"Ini kan tidak memberi semangat orang Aceh, malah melemahkan. Seharusnya, yang diangkat adalah orang-orang Aceh yang tetap bersemangat, sehingga bisa menularkan energi kepada mereka yang lelah," tukas Sobri.

Apa tidak takut bermalam di kuburan? 

"Kami tegaskan kepada relawan FPI bahwa kita ini berjihad. Apalah artinya, tidur di makam, karena yang menunggu kita adalah mayat-mayat membusuk itu," kata Sobri. 

(Sumber: TEMPO)
Baca juga :