RAJA AMPAT: LAPAR TAMBANG, BUTA EKOSISTEM

RAJA AMPAT: LAPAR TAMBANG, BUTA EKOSISTEM

Oleh: Farid Gaban

Setelah protes yang luas, Pemerintahan Prabowo menghentikan 4 izin penambangan di Raja Ampat, dan menyisakan satu konsesi tambang nikel di Pulau Gag.

Dengan menyisakan Pulau Gag, Pemerintah tidak paham bagaimana alam dan ekosistem bekerja dan tidak setia dengan aturannya sendiri.
Pulau Gag merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah Kabupaten Raja Ampat dan dari ekosistem yang unik. Pulau itu bagian dari eco-region Raja Ampat yang sama, yang saling terhubung dan terkait.

Pulau Gag hanya 60 km2 luasnya. Pemerintah menetapkan pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km2 sebagai pulau kecil.

Pulau kecil memiliki ekosistem yang rapuh. Itu sebabnya menurut aturan pemerintah sendiri, pulau kecil terlarang untuk ditambang. Ketentuan ini tertuang dalam UU No 1 Tahun 2014 dan diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2023.

Belakangan, aturan diubah untuk mengakomodasi keserakahan investor tambang; namun dengan syarat "tidak merusak lingkungan" serta "disetujui warga setempat".

Pengertian "tidak merusak lingkungan" itu sangat longgar.

Menambang di kawasan ekosistem yang rapuh sendiri sudah hampir pasti merusak lingkungan darat maupun lautnya.

Tidak pula menghitung bahwa sedimentasi akibat penambangan, baik lumpur maupun logam beratnya, akan langsung masuk ke laut, dibawa arus laut puluhan kilometer jauhnya.

Dan potensial menghancurkan terumbu karang berpuluh kilometer jauhnya.

(fb)
Baca juga :