[PORTAL-ISLAM.ID] Front Pembela Islam (FPI) merasa aparat penegak hukum telah bertindak tidak adil saat menindak pelanggar protokol Covid-19.
Kuasa hukum FPI, Azis Yanuar mengatakan, tuduhan pelanggaran Pasal 93 Juncto Pasal 9 Ayat 1 UU 6/2018 Juncto Pasal 216 KUHP yang diarahkan kepada Habib Rizieq Shihab (HRS) dan FPI dinilai sangat prematur.
Karena, pada Pasal 93 UU 6/2018 terdapat frasa menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) yang merujuk pada lampiran Kepmenkes 413/2020 Juncto Kepppres 11/2020.
"Nah apa dasar hukum menetapkan kejadian malam Ahad kemarin masuk KKM? Bukti hukumnya mana? Harusnya kan ada terlebih dahulu dasar jelas timbul KKM itu, baru kemudian dilanjutkan dengan tindakan pemanggilan untuk klarifikasi dan semacamnya. Ini bukti hukum KKM tidak ada, main panggil klarifikasi, dasarnya apa?" tegas Azis Yanuar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (17/11).
Azis pun membeberkan beberapa pelanggaran protokol Covid-19 yang dilakukan pihak-pihak yang dianggap pro pemerintah, namun tidak ditindak secara tegas seperti yang dialami FPI dan Habib Rizieq Shihab.
Seperti saat rapat koordinasi tingkat Menteri di Bali pada Juni 2020 yang dinilai telah melakukan kerumunan tanpa menggunakan masker dan tidak jaga jarak.
"Tidak ada sanksi dan denda serta tidak ada pencopotan terhadap aparat keamanan setempat (Bali)," kata Azis.
Kemudian, acara Elite Race Marathon di Magelang beberapa waktu lalu di mana para penonton berkumpul tanpa jaga jarak. Pun tidak ada pencopotan aparat keamanan setempat.
"Gibran daftar Balon Walkot Solo pada September kemarin kumpulkan banyak massa, tidak ada sanksi dan denda serta tidak ada pencopotan aparat keamanan di Solo. Malah Gibran beralasan pendukung sangat banyak dan tidak bisa diketati," papar Azis.
Lanjut Azis, pelanggaran protokol Covid-19 juga dilakukan oleh kader PDIP, Eri Cahyadi-Armudji, saat mendaftar ke KPU Surabaya pada September 2020 yang dilakukan dengan konvoi, berkumpul banyak orang, dan tidak menggunakan masker serta jaga jarak.
"Tapi aman, tidak ada masalah," sindir Azis.
"Banser Banyumas parade atau longmarch 15 November lalu, aman tidak ada masalah. Gus Nur dan beberapa tahanan di Mabes Polri diduga terjangkit Covid-19 nyata loh, tapi tidak ada pencopotan Kabareskrim dan Kapolri," ungkap Azis.
Dari berbagai contoh yang dibeberkan tersebut, Azis menilai adanya ketidakadilan yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Kenapa semua itu di atas contoh sedikit tidak dipermasalahkan? Tidak heboh sampai aparat keamanan dicopot?" tanya Azis.
Padahal, pada Pasal 7 UU 6/2017 menyebutkan setiap orang memiliki hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
"Artinya, HRS dan FPI, dan lain-lain memiliki hak sama dengan pihak lain, kedudukan sama di hadapan hukum. Apakah hukum hanya tegak dan berlaku untuk Habib Rizieq Shihab dan FPI serta yang pro terhadap mereka (FPI dan HRS) saja?" sebut Azis keheranan.
"Ini zalim, berlebihan, dan ketidakadilan nyata," pungkasnya.[rmol]