Kebakaran Hutan: Ancaman Jokowi Pecat Pejabat TNI-Polri 'Pepesan Kosong'


[PORTAL-ISLAM.ID] Aktivis lingkungan hidup menilai ancaman Presiden Joko Widodo untuk memecat pejabat TNI dan Polri tidak efektif menyelesaikan masalah kebakaran hutan dan lahan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Riko Kurniawan, bahkan menyebut ancaman itu "pepesan kosong".

Ancaman yang sama persis disampaikan Presiden pada tahun lalu; dan fakta bahwa kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap kembali terjadi tahun ini di sejumlah provinsi berarti sudah waktunya untuk melaksanakan ancaman tersebut, kata Riko Kurniawan.

"Itu bisa dilaksanakan cepat; bukan ancaman saja, tapi sudah dijalankan perintahnya dan dipilih orang-orang yang mampu bekerja untuk menuntaskan masalah asap," ujarnya kepada BBC News Indonesia, Rabu (7/8/2019).

Ancaman tersebut disampaikan Jokowi dalam rapat koordinasi di Istana Merdeka yang dihadiri Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beserta jajaran TNI/Polri yang bertugas di wilayah kebakaran hutan.

Rapat pada hari Selasa (06/08) itu merupakan rapat koordinasi pertama yang digelar pemerintah sejak Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan.

"Aturan main kita masih sama. Saya ingatkan kepada Pangdam, Danrem, Kapolda, Kapolres aturan main yang saya sampaikan [pada] 2015 masih berlaku," kata Jokowi.

"Saya kemarin sudah telepon ke panglima TNI. Saya minta dicopot, yang tidak bisa mengatasi [kebakaran hutan dan lahan]. Saya sudah telepon lagi, mungkin tiga atau empat hari yang lalu, kepada Kapolri dengan perintah yang sama."

TNI dan polisi memang selalu dikerahkan untuk membantu pemerintah daerah mengatasi kebakaran hutan dan lahan di enam provinsi yaitu Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jambi.

Presiden mengatakan bahwa dibandingkan tahun 2015, jumlah kebakaran hutan turun 81%; tapi jika dibandingkan dengan 2018, jumlahnya naik lagi.

"Harusnya tiap tahun itu turun, turun, turun, turun; menghilangkan total memang sulit, tapi harus ditekan turun," ujarnya, seraya menekankan pentingnya upaya pencegahan.

Direktur Eksekutif WALHI Riau Riko Kurniawan mengatakan sejauh ini belum ada Pangdam, Danrem, Kapolda, atau Kapolres yang dipecat atas instruksi Presiden meskipun kabut asap telah muncul kembali di Riau.

"Belum [ada]. Karena ancaman ini kan baru 2015, dan kebetulan memang dua tahun belakangan ini asap tidak ada. Nah sekarang kan terjadi lagi, harusnya Presiden bukan lagi mengingatkan tapi segera mengambil tindakan," ujarnya.

Bagaimanapun, Riko berpendapat bahwa ancaman untuk memecat pejabat TNI-Polri yang gagal mengatasi kebakaran hutan belum menyentuh akar persoalan kebakaran hutan — kerusakan lahan gambut. Seperti diketahui, kebanyakan lokasi kebakaran hutan merupakan lahan gambut.

"Di situ kan pemerintah harus berupaya melakukan pemulihan dan perlindungan gambut yang masif dan menyeluruh. Ini berjalan lambat," kata Riko.

Senada dengan Riko, Ketua Tim Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas memandang ancaman Presiden kepada Panglima TNI dan Kapolri tidak menyelesaikan masalah.

Arie menjelaskan, selama ini banyak instrumen hukum yang sudah ada tapi tidak dijalankan untuk membuat jera perusahaan-perusahaan yang membuka lahan di wilayah gambut.

"Sudah ada beberapa perusahaan yang dinaikkan ke pengadilan tapi upaya yang lebih serius, terutama untuk membayar denda perusahaan-perusahaan itu tidak dilakukan," kata Arie.

"Sementara masih banyak perusahaan lain yang masih melakukan pembakaran di lahan yang sama."

Menurut catatan Greenpeace, sudah ada 11 perusahaan yang sudah dibawa ke meja hijau oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK) karena dituduh bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan serta pembalakan liar.

Semua gugatan tersebut telah dikabulkan Mahkamah Agung, dan perusahaan diwajibkan membayar denda yang totalnya mencapai Rp18 triliun.

Dari 11 kasus, sembilan sudah incracht (berkekuatan hukum tetap) di tingkat pengadilan negeri sedangkan sisanya masih menunggu putusan banding di pengadilan tinggi.

Namun belum ada satu pun dari perusahaan yang kasusnya sudah incracht membayar denda ke negara.

Sementara itu, warga mulai merasakan dampak kesehatan yang diakibatkan oleh kabut asap.

Di provinsi Riau saja, dinas kesehatan mencatat lebih dari 12.000 warga yang berkunjung ke Puskesmas sejak Juli lalu karena masalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang dipicu kabut asap — 4.118 hektare lahan terbakar di provinsi itu sejak Januari, menurut BPPD Riau.
Baca juga :