Nasihat paling sejuk atas peristiwa penghentian pengajian Ustadz Firanda di Aceh


[PORTAL-ISLAM.ID]  Nasihat paling sejuk atas peristiwa penghentian pengajian Ustadz Firanda di Aceh...

MEREKA BERSAUDARA

Oleh: Ustadz Abdullah Al Jirani

Ada beberapa orang yang yang bertanya kepada saya, tentang bagaimana tanggapan saya terhadap kejadian pengusiran kajian seorang ustadz beberapa waktu lalu di Aceh. Terus terang, pada asalnya saya tidak tertarik untuk menanggapinya karena saya bukan pengamat. Tapi karena terus didesak, maka di sini saya hanya akan menyampaikan nasihat untuk diri saya sendiri, lalu untuk kedua belah pihak yang sedang terlibat masalah, kemudian untuk umat Islam secara umum. Adapun tanggapan, biarlah orang lain saja yang melakukannya. Adapun nasihat-nasihat tersebut adalah sebagai berikut :

1) Kedua belah pihak, baik yang mengusir ataupun diusir, sama-sama muslim. Dalam kondisi seperti ini, selayaknya atau bahkan seharusnya bagi kita untuk ikut mendo’akan kebaikan bagi keduanya, serta berusaha untuk melakukan islah (mendamaikan) di antara keduanya, baik dengan lisan ataupun perbuatan, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Demikianlah yang dituntunkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخْوَيْكُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Maka, islahlah (damaikanlah) diantara keduanya.”(Al-Ayat)

Tidak ada musuh di sana, yang ada kawan. Karena sepanjang tali iman dan Islam masih melekat pada diri mereka, maka mereka adalah saudara kita. Ayatnya demikian jelas untuk kita pahami. Kawan kita jelas, yaitu orang-orang beriman. Dan musuh kita juga jelas, yaitu orang-orang kafir. Jangan sampai kita salah menempatkan al-wala’ (rasa cinta dan pembelaan) dan al-bara’ (rasa benci dan permusuhan). Kekurangan dan kesalahan saudara kita, tidak akan bisa menyebabkan hilangnya “persaudaraan” diantara kita secara total. Rumusnya, jika terjadi permasalahan diantara orang-orang yang beriman, maka penyelesaiannya dengan diislah (didamaikan), bukan ‘dibunuh’ salah satunya.

2) Kedua belah pihak hendaknya menahan diri dari mengucapkan kalimat-kalimat provokatif, celaan, hinaan, gelaran-gelaran buruk serta vonis-vonis yang tidak semestinya. Itu semua tidak akan menyelesaikan masalah, tapi hanya akan memperkeruh dan menambah panas suasana. Gantilah dengan ucapan-ucapan yang baik yang akan memberikan pengaruh positif, seperti do’a kebaikan, saling memberikan udzur (dispensasi), dan yang lainnya. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda : “Ucapkanlah yang baik, jika tidak mampu, maka diamlah.” (Al-Hadis).

3) Marilah kita semua, wa bil khusus kedua belah pihak, untuk membiasakan diri duduk bersama dan berdiskusi dalam berbagai perkara yang memang layak untuk didiskusikan. Diskusi ilmiyyah dalam suasana yang sejuk, tenang, persaudaraan, serta bermartabat. Tidak perlu untuk mengedepankan otot. Praduga kuat kami, kejadian-kejadian seperti ini, salah satu akar permasalahannya adalah kurangnya komunikasi diantara keduanya. Insya Allah, tidak ada perkara yang tidak bisa didiskusikan. Allah Ta’ala berfirman:

وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ

“Dan perkara mereka, dimusyawarahkan diantara mereka.” (Al-Ayat)

4) Masing-masing pihak, hendaknya banyak muhasabah (menghitung dan berkaca) diri. Muhasabah itu ibarat bercermin. Seorang tidak akan tahu ada kotoran di dahinya, kecuali dengan bercermin. Secara tabi’at, kita akan senantiasa merasa benar dalam seluruh apa yang kita lakukan dan kita ucapkan. Padahal, boleh jadi diantara perbuatan dan ucapan kita ada perkara-perkara yang kurang tepat. Ada hal-hal yang perlu dikoreksi dan diluruskan. Tidak perlu untuk menyibukkan diri dari kekurangan orang  lain, tapi mari lebih fokus meneliti kekurangan diri kita masing-masing. Karena orang yang sibuk dengan kesalahan atau kekurangan orang lain, biasanya akan lupa atau minimal tidak sempat untuk melihat kekurangan dan kesalahan dirinya. “Gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan tampak”, demikian kata pepatah.

5) Di saat-saat seperti ini, kesabaran, hikmah, slogan keadilan kita, sedang diuji oleh Allah. Saat-saat seperti inilah waktu yang tepat untuk menerapkan hal itu semua. Sabar, hikmah, dan adil. Saat-saat seperti inilah, akan tampak siapa orang-orang yang mukhlis dan siapa orang-orang yang tidak mukhlis, siapa saja yang muslih/muhsin dan siapakah yang mufsid. Masing-masing membela kelompoknya dan menyerang kelompok yang dianggap musuhnya. Satu-persatu diantara kita gugur tidak mampu melewati ujian ini. Terjatuh dalam berbagai ucapan dan perbuatan tidak terpuji. Ilmu yang seharusnya bersanding dengan kita, ternyata terhempas entah kemana di saat dibutuhkan.

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengalami ujian yang jauh lebih berat berlipat-lipat, namun dari lisan beliau masih terucap “Ya Allah! Ampunilah kaumku karena mereka tidak tahu !”. Lulus tidaknya seorang pada kondisi seperti ini, sangat ditentukan oleh keikhlasan yang ada dalam hatinya. Semakin ikhlas, maka akan semakin dimudahkan oleh Allah untuk menerapkan segala apa yang telah diketahui sebelumnya.

6) Marilah kita menjadi orang-orang yang berusaha ikut andil dalam mengecilkan api fitnah yang terjadi di kalangan orang-orang yang beriman. Jangan sampai sebaliknya, kita menjadi barisan orang-orang yang memperbesar api fitnah tersebut. Ingat ! setiap apa yang kita tulis, kita ucapkan, dan kita lakukan, akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah.

Semoga Allah mempertautkan hati orang-orang yang beriman serta memberi solusi terbaik bagi seluruh permasalah mereka. Amin...ya Rabbal ‘alamin.[]

Baca juga :