“𝙔𝙖𝙣𝙜 𝙋𝙚𝙧𝙜𝙞 𝘽𝙪𝙠𝙖𝙣 𝙎𝙚𝙠𝙖𝙙𝙖𝙧 𝙉𝙖𝙢𝙖”
Yang pergi hari ini,
Bukan hanya tubuh,
Bukan hanya suara di atas mimbar.
Tapi satu jiwa yang memilih tegak,
Di saat banyak memilih diam demi aman.
Kami bersaksi,
Ia bukan selebritas dakwah yang mengejar sorotan,
Tapi pembakar kesadaran,
Yang tak takut arus, tak tunduk pada ragu.
Ia tak selalu ramah,
karena luka umat ini tidak bisa dibalut dengan senyum palsu.
Ia tak selalu manis,
karena kebenaran seringkali pahit bagi lidah yang biasa menjilat kekuasaan.
Yang kami kenal adalah seorang mujahid,
yang menolak tunduk pada dunia,
Kami pernah bertemu banyak "aktivis",
yang saat lengah menjual prinsip demi jabatan.
Kami pernah mendengar banyak "pendakwah",
yang lisan dan langkahnya dibuat-buat demi panggung.
Tapi beliau,
beliau adalah pengecualian dalam zaman penuh kamuflase.
Wafatnya bukan berita,
tapi pesan dari langit:
bahwa 𝘼𝙇𝙇𝘼𝘼𝙃 angkat hamba-hamba-Nya tepat pada waktunya.
Bukan karena tua,
bukan karena lemah,
tapi karena tugasnya sudah genap.
Ia pergi setelah khutbah Jumat.
Seolah ingin berkata:
“Telah kusampaikan.
Kini saatnya aku pulang.”
Dan kami tahu,
yang seperti ini tak pernah benar-benar mati.
Namanya mungkin dilupakan media,
tapi ditulis di langit dengan tinta 𝙞𝙨𝙩𝙞𝙦𝙖𝙢𝙖𝙝.
Ustadz Yahya bukan pendakwah yang lembut disukai semua kalangan. Tapi ia bukan pula pengekor arus yang menjual agama demi panggung. Ia berjalan dengan gayanya sendiri—keras, tegas, lantang. Tapi di balik itu, ada prinsip yang tak goyah. Keberpihakannya jelas. Keyakinannya kokoh. Ia bicara bukan demi disukai manusia, tapi demi didengar langit.
Karena sejatinya, banyak yang dikenal sebagai da’i, tapi hanya di dunia.
Ada yang menyandang jubah ulama, tapi niatnya untuk memanen tepuk tangan.
Ada pula yang dielu-elukan umat, tapi keluarganya sendiri tak pernah mencium aroma 𝙌𝙪𝙧'𝙖𝙣 dari hidupnya.
Namun aku menyaksikan, ada juga para mujahid yang hidupnya seperti senyap.
Yang keluarganya rutin bangun malam bertahajjud, bukan karena diminta kamera,
tapi karena memang rindu bercakap dengan 𝙍𝙖𝙗𝙗-𝙣𝙮𝙖.
Yang diskusi mereka bukan soal rating dakwah, tapi bagaimana menjadi tamu paling indah di hadapan 𝘼𝙇𝙇𝘼𝘼𝙃 kelak.
Dan aku yakin, Ustadz Yahya adalah bagian dari orang-orang seperti itu—yang kita tak akan pernah tahu penuh apa amalnya, tapi cukup kita lihat jejaknya yang tak pernah goyah.
Hari ini, ketika banyak topeng terbuka, 𝘼𝙇𝙇𝘼𝘼𝙃 menunjukkan siapa yang benar-benar tulus dan siapa yang sekadar menumpang nama.
Ada yang dipuja saat hidup, tapi ditinggalkan saat mati.
Tapi ada yang seperti beliau—yang tetap diperbincangkan dengan cinta dan doa meski tubuhnya telah tiada.
Kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan amanah, Ustadz.
Engkau telah menyampaikan—dengan segala tenaga dan cara yang engkau mampu.
Engkau tidak tinggal diam ketika umat dilemahkan.
Engkau tidak lari ketika kebenaran harus dibela.
Selamat jalan, mujahid...
Di jalan ini, tak semua nama akan dikenang.
Tapi mereka yang jujur kpd 𝘼𝙇𝙇𝘼𝘼𝙃—akan selalu abadi di sisi 𝘼𝙇𝙇𝘼𝘼𝙃.
Sebagaimana terdapat dalam sebuah Hadits pendek :
إِنْ تَصْدُقِ اللَّهَ يَصْدُقْكَ
"Jika engkau jujur kepada 𝘼𝙇𝙇𝘼𝘼𝙃, niscaya 𝘼𝙇𝙇𝘼𝘼𝙃 akan jujur kepadamu."
(HR.An-Nasai)
𝙐𝙟𝙪𝙣𝙜 𝙆𝙤𝙩𝙖, 10 𝘿𝙯𝙪𝙡𝙝𝙞𝙟𝙟𝙖𝙝 1446 𝙃
𝘼𝙗𝙪 𝙉𝙞𝙯𝙝𝙤𝙢𝙞𝙖
***
SEMPAT ROADSHOW BERSAMA SANG USTADZ TAHUN 2019
Saya memiliki kenangan bersamanya saat keliling Lampung Roadshow safari dakwah Tahun 2019, bersama kawan-kawan FPI, KOKAM, Muhammadiyah, dll.
Masya Allah....beliau memang memiliki prinsip yang tegas dalam dakwah dan beramar ma'ruf nahi Munkar, tidak gentar dan tidak mengenal rasa takut, siapapun yang beliau anggap dzalim dan merugikan ummat akan beliau bongkar dan beliau ungkap di muka publik.
Semoga Allah terima amal ibadahnya. Aamiin...
(Ridwan)