Tabloid Indonesia Barokah Didukung Jokowi-Maruf?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Kalau pemerintah benar-benar serius ingin memberantas hoaks seharusnya penerbitan dan peredaran Tabloid Indonesia Barokah bisa dijadikan sebagai salah kasus pembuktian apakah media seperti ini termasuk penyebar hoaks atau bukan. Ketentuan dan sanksi hukum harus benar-benar bisa ditegakkan.

Apalagi Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan tegas telah memerintahkan kepada seluruh pengurus masjid yang telah menerima Tabloid Indonesia Barokah untuk segera membakar tabloid tersebut. Sebab, tabloid itu dianggap sebagai media penyebar hoaks.

"Ya, karena itu melanggar aturan, apalagi mengirim ke masjid, saya harap jangan dikirim ke masjid. Semua masjid-masjid (yang menerima, red) itu dibakarlah, siapa yang terima itu," kata JK sebagaimana dikutip Republika Online dan Kumparan, Sabtu 26 Januari 2019.

Pernyataan keras Jusuf Kalla tersebut menunjukkan adanya rasa geram karena mesjid sebagai tempat ibadah umat Islam telah dijadikan sebagai tempat untuk menyebarkan hoaks.

Dikerjakan Tim Khusus

Penerbitan dan peredaran Tabloid Indonesia Barokah dipastikan dikerjakan oleh suatu Tim Khusus yang memiliki dana besar.

Betapa tidak, biaya pengiriman tabloid Indonesia Barokah ke seluruh Indonesia melalui jasa kantor Pos menelan anggaran hingga Rp 1,4 miliar. Tabloid ini dikirim ke berbagai masjid dan pesantren.

Besarnya biaya pengiriman tabloid tersebut disampaikan Kapala kantor Pos Tulungagung, Ardiantha Saputra, Jumat (25/1/2019) siang sebagaimana dikutip Detik.

Pengiriman tabloid Indonesia Barokah dilakukan dengan sistem berlangganan atau porto. Berdasarkan data di sistem kantor Pos, juga dapat mengetahui secara langsung biaya yang dikeluarkan oleh pengirim.

Bukan produk jurnalistik

Tabloid tersebut diduga kuat bukan produk jurnalistik, karena tidak tertera nama perusahaan penerbit dan alamat percetakan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 12 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut Sufmi Dasco Ahmad SH, MH, Direktur Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi,  tabloid Indonesia Barokah diduga kuat mengandung fitnah dan kabar bohong kepada Bapak Prabowo Subianto.

Pada halaman 5 paragraf pertama Liputan Khusus Artikel dengan judul “Prabowo Marah Media Dibelah." Pada paragraf pertama diduga merupakan fitnah karena menyebutkan, “Prabowo berulah dengan marah-marah dan melontrakan pernyataan kontroversial."

Padahal, kata Dasco, pada acara tersebut Pak Prabowo tidak berulah dan marah-marah, tetapi hanya bicara apa adanya sesuai fakta.

Kemudian pada halaman 6 baris kedua paragraf empat Liputan Khusus Artikel “Membohongi Publik Untuk Kemenangan Politik.' Tertulis, “Sangat disayangkan, selain mencerminkan nilai-nilai pesimisme, di balik isi pidato Prabowo tersebut menebar ketakutan kepada publik, mengandung kebohongan-kebohongan dan mengarahkan kebencian kepada pemerintah."

Padahal, lanjut Dasco, nyatanya Pak Prabowo tidak menebarkan ketakutan, kebohongan dan kebencian kepada siapapun. Pak Prabowo justru ingin membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk bangkit dan melawan sistem yang tidak benar.

Pada halaman 7 di bagian Box juga tertulis jika “Membongkar Strategi Firehose of Falsehood Prabowo Sandi, Firehose of Falsehood: Tehnik Kebohongan Yang Diproduksi Secara Masif Untuk Membangun Ketakutan Publik."

Ini tentu merupakan fitnah keji karena Prabowo-Sandi tidak pernah menggunakan strategi tersebut. "Justru sebaliknya Prabowo-Sandi selalu menyampaikan kebenaran," kata Dasco.

Dasar hukum

Dasar hukum yang dapat digunakan dalam pelaporan adalah Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana berbunyi :

(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal 15
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Perlu digarisbawahi bahwa Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana adalah delik biasa dan bukan delik aduan, jadi semua Warga Negara Indonesia yang melihat penyebaran tabloid Indonesia Barokah berhak untuk membuat laporan tanpa harus ada surat tugas atau surat kuasa dari Bapak Prabowo Subianto.

Mirip Obor Rakyat

Lembaga mana yang  seharusnya mengusut  kasus Tabloid Indonesia Barokah ? Apakah pihak Kepolisian, Bawaslu, atau Dewan Pers.

Penulis menanyakan masalah ini kepada Anggota Dewan Pers H. Kamsul Hasan. Menurut dia, polisi wajib menerima laporan masyarakat dan melakukan penyelidikan untuk menentukan ada tidak unsur pidananya.

Pada saat polisi melakukan penyelidikan dalam kasus sengketa pemberitaan pers, terdapat MoU antara Dewan Pers dan Kapolri. Di dalam MoU tersebut, antara lain disebutkan bahwa polisi perlu mendengar keterangan ahli pers dari atau yang ditunjuk Dewan Pers.

Menurut Kamsul Hasan, dalam kasus Tabloid "Obor Rakyat"  pada Pilpres Tahun 2014, menggunakan prosedur hukum seperti diatas. Hasil proses hukumnya, Obor Rakyat diketahui tidak berbadan hukum perusahaan pers, sehingga kasusnya dilanjutkan dengan KUHP.

Kamsul Hasan mengaku dirinya belum melihat dan meneliti tabloid Indonesia Barokah. "Bila tidak berbadan hukum pers, maka harus diperlakukan sama dengan kasus Obor Rakyat tahun 2014," ungkap Kamsul Hasan.

Obor Rakyat terbit pertama kali pada Mei 2014 dengan judul 'Capres Boneka' dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri.

Obor Rakyat menyebut Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing. Dalam waktu singkat tabloid ini menghebohkan masyarakat pada masa itu.

Kemudian pada 4 Juni 2014, tim pemenangan capres dan cawapres Jokowi-Jusuf Kalla melaporkan tabloid itu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Kemudian Bawaslu menjadikan tabloid itu sebagai bukti, dan melimpahkannya ke Bareskrim Mabes Polri. Untuk melengkapi berkas penyidikan, Jokowi yang saat itu telah mundur sebagai Gubernur DKI Jakarta dan belum dilantik sebagai presiden, diperiksa sebagai saksi.

Lalu di Januari 2015, Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara tabloid Obor Rakyat lengkap.

Kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Selasa, 22 November 2017, menghukum Pemimpin Redaksi dan penulis tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyosa dengan hukuman delapan bulan penjara.

Terkait dengan peredaran Tabloid Indonesia Barokah, portal berita CNN Indonesia memberitakan, Tim Sukses Jokowi-Ma'ruf Amin menyebutkan bahwa
tabloid Indonesia Barokah berisi fakta.

Berita tersebut mengutip pernyataan Abdul Kadir Karding, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Karding menyatakan, isi Tabloid Indonesia Barokah tidak berisikan kabar bohong atau hoaks melainkan berisikan fakta.

"Tabloid barokah dan setelah kami baca isinya sebenernya semua yang disampaikan itu fakta," kata Karding sebagaimana dikutip CNN Indonesia, Jumat 25 Januari 2019.

Kasus Tabloid Indonesia ini bukan semata tentang sengketa pers tetapi juga menyangkut pembentukan opini secara massif yang diduga dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki modal besar.

Pernyataan Juru Bicara TKN Abdul Kadir Karding yang menyebutkan Tabloid Indonesia berisi fakta dan hoaks, maka patut diduga tabloid tersebut didukung oleh Timses Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Wallahu'alam.

Penulis: Tjahja Gunawan
Baca juga :