Sabotase GARBI Bandung


[PORTAL-ISLAM.ID]  Dunia politik memang asyik. Karena dinamis dan menguji adrenalin generasi yang optimis. Jika kita berharap iklim politik se-sepoi angin Ciwidey dan selembut deburan ombak Pangandaran, maka tidak perlulah berpolitik.

Tapi dinamika politik itu sekencang pacuan kuda, ada yang menang, ada yang jatuh, ada yang dijatuhkan. Serumit catur, ada serangan pion padahal yang berkonspirasi adalah sang raja. Ada bunuh diri sang Menteri, padahal tujuannya membuat lawan skak mati.

Tabiat inilah yang menyadarkan para Garbi-ers, bahwa dinamika politik adalah makanan harian. Ada tempat bagi perasaan, tapi yang menjadi andalan adalah rasionalitas pikiran.

Diantara dinamika yang akan selalu dihadapi adalah sabotase politik. Sabotase, menurut Britanica Encyclopedia, adalah kerusakan yang disengaja atas sebuah kepemilikan, bertujuan menghancurkan bisnis, sistem ekonomi, dll.

Ia adalah perangkat standar dalam pertarungan. Apalagi dalam situasi perang. FBI mencatat ada 19 ribu lebih kasus sabotase selama perang dunia II. Dalam masa damai, konsep sabotase semakin berkembang dan kreatif. Ia tidak melulu menyasar fisik, seperti logistik, kantor, nyawa tokoh, tapi juga unsur non-fisik, seperti reputasi, preferensi politik, bahkan sebuah brand.

Richard Melville dan Holrook, menjelaskan dengan gamblang semua landasan teoritis, mekanisme dan strategi dalam sebuah buku tools politik terpenting ‘political sabotage’. Bacaan wajib pada aktivis politik.

Dalam konteks politik Indonesia, kehadiran ormas Garbi seperti konvoi kendaraan yang sedang melaju bersama. Konvoi ini membuat rakyat membuka jendela dan menonton.

Iring-iringan ini adalah daya tarik, bagi siapapun yang ingin mendapat manfaat dari rombongan besar yang sedang melaju. Dalam social science disebut ‘free-rider’. Bisa berupa mendompleng, memanfaatkan, memperalat, bisa sabotase.

Tanggal 12 Januari 2019, di Gor Arcamanik Bandung, adalah momen bersejarah bagi Garbi Kota Bandung. Karena inilah hari deklarasi Garbi Bandung yang dinanti para pemuda kota kembang ini.

Acara ini menghadirkan pembicara calon doktor, Ecep Supriatna yang juga didaulat sebagai ketua Garbi Bandung. Lalu national speaker Garbi, Mahfudz Sidiq. Juga saya sendiri, sebagai ketua harian Garbi Jabar yang membacakan SK, dan menyampaikan orasi Garbi.

Acara di ibukota Jawa Barat, jelas mempunyai gaung nasional. Maka ini adalah makanan empuk bagi para free-rider kompetisi politik. Aula GOR dipenuni para sahabat Garbi dengan kaos berwarna merah berlogokan Garbi. Acara dengan desain merah Garbi dimana-mana, adalah background yang menarik untuk digunakan kampanye salah satu calon presiden.

Pada pukul 16.00, Mahfudz Sidiq menyudahi orasinya karena tiba-tiba ada serombongan para pemuda memakai kaos putih, bukan merah seperti pakaian peserta deklarasi sejak awal acara. Mereka tiba-tiba memasuki aula, bergerombol, sekaligus. Setelah mereka memasuki ruangan, para peserta deklarasi Garbi yang umumnya masyarakat, langsung membubarkan diri dan keluar dari aula secara bertahap.

Saya sendiri sudah hampir keluar ruangan, setelah selesai orasi, tapi saat para penyabot ini masuk, saya kembali ke aula untuk mengamati situasi. Yang tersisa di panggung hanyalah para musisi yang masih menyanyikan lagu untuk penutupan.

Rombongan baru ini, memakai kaos ‘Jokowi Amin, Indonesia Maju 01’ di depannya, dan dibelakangnya bertuliskan ‘Jokowi Amin, Indonesia Maju 01’, GARBI. Mereka berbadan tegap, sebagian bertato. Saat mereka memasuki aula, tidak ada dialog dengan panitia Garbi, tidak ada salam, tidak ada keramahan. Tapi mereka langsung berbaris dan mengambil foto group dengan panggung Garbi sebagai backgroundnya.

Sebagian mereka langsung duduk, dan tim mereka mengambil foto dari belakang sehingga membuat kesan bahwa mereka sedang mengikuti acara. Padahal acara sudah bubar. Mereka menunggu di aula hingga sekitar pukul 17.00. Itulah fakta di lapangan yang bisa dibuktikan dengan foto, video dan kesaksisan para peserta deklarasi Garbi Bandung.

Inilah yang namanya sabotase politik. Karena rombongan ini mengesankan Garbi Kota Bandung adalah tim sukses paslon nomor 1. Foto-foto mereka langsung menyebar di beberapa media online dengan framing khusus.

Siapakah mereka? Apakah mereka adalah benar-benar timses paslon 01? Belum tentu. Karena bisa jadi mereka ingin mengesankan timses paslon nomor 01 sebagai penyabot. Tidak perlu juga terburu-buru menyalahkan sebuah kelompok tanpa data dan bukti.

Perdebatan siapa mereka itu tidak terlalu penting. Semua orang bebas menebak dan menganalisis. Yang lebih vital dari kejadian deklarasi itu adalah pembelajaran bagi Garbi untuk menyempurnakan kapasitas counter-sabotage. Banyak tools untuk mengasah skill ini.

Misalnya, pertama kita perlu menganalisa tentang dampak utama dari sebuah aksi sabotase. Dalam kasus ini dampak sabotase adalah membuat kesan Garbi mendukung salah satu paslon. Semua pihak yang mendapat untung dari image politik ini, mungkin berkontribusi bagi aksi sabotase tersebut. Dari sini kita mendapat sebuah kaidah : cari siapa yang paling di untungkan lalu analisalah semua data, variabelnya, lalu buktikan.

Kedua, Analisa kekuatan dan jenis sabotase. Sebetulnya, aksi kemaren adalah sabotase yang sangat amatir. Strategi-strategi standar dalam sabotase sebuah even tidak ada. Sabotase tersebut, tidak membuat kesan natural, dimana yang datang hanya para pemuda gagah yang cenderung dikesankan preman.

Tidak ada keterwakilan ibu-ibu, gadis-gadis berjilbab, orang tua, anak-anak, seperti umumnya tipikal peserta dalam acara-acara Garbi. Para penyabot juga telat, datang saat para pemateri utama sudah selesai dari panggungnya. Dan masih banyak parameter operasi matang yang tidak mereka jalankan.

Mengapa saya membuka hal-hal ini? Bukankah akan menjadi senjata makan tuan? Tidak juga, karena setiap tools yang saya sebutkan sudah memiliki counter-sabotage tersendiri.

Itulah sebabnya aksi sabotase kemarin tidak direspon dengan panik di hari-H, karena:

Pertama, isu tentang peluang sabotase itu sudah terdengar sebelum acara.

Kedua, damage-control dari aksi mereka bisa terukur.

Ketiga, aksi seperti ini tidak ditahan di pintu masuk, tapi justru ditunggu. Kenapa? Karena sabotase ini dijadikan test-case dalam event-event yang lebih kecil, agar kita bisa mengukur tingkat kematangan para penyabot, sebelum memuat event-event akbar.

Keempat, publikasi framing dari media-media-pun ditunggu, agar kedepan semakin tampak kualitas media-media yang kita baca.

Kelima, isu ini justru menjadi free-rider bagi Garbi yang terus menjadi perbincangan, karena klarifikasi resmi Garbi Jabar ataupun Bandung akan dengan mudah memitigasi berita negatif dari aksi prematur tersebut.

Tidak perlu terlalu khawatir dengan isu seperti ini. Konspirasi itu bukan untuk dihindari, sehingga kehadirannya tidak perlu ditakuti. Karena ia selalu ada sejak zaman dulu. Yang terpenting adalah peningkatan semua anggota dari hilir ke hulu.

Sabotase deklarasi Bandung adalah bagian dari dinamika Garbi. Hal ini menjadi tontonan mencerdaskan bagi semua aktivis Garbi se-Indonesia. Kejadian ini adalah sarana untuk meningkatkan kapasitas counter-intelligence Garbi. Serap kembali inspirasi Sang Nabi ketika membangun kekuatan ini seperti misi Abdullah bin Jahsyi, Abdullah bin Unais dan Nu’aim bin Mas’ud.

Pola sabotase seperti ini biasa sekali, tapi akan semakin banyak, di seluruh titik. Bisa dengan memutus listrik, mengkontaminasi konsumsi, membuat acara tandingan, melarang kehadiran peserta, dan masih banyak lagi. Maka bersiaplah Garbi-ers se-Indonesia untuk menyambutnya dengan senyuman dalam even-even mendatang. Bagaimana strategi menghadapinya? Ada, tapi tidak akan disampaikan disini.
Dunia politik memang asyik.

Penulis: Muhammad Elvandi, Lc. MA.
Baca juga :