Pemakaman Warga Non-Muslim di Kota Gede Jogja, Bentuk TOLERANSI UMAT ISLAM Yang Malah Digoreng INTOLERAN


[PORTAL-ISLAM.ID] Kota Gede, Yogyakarta, adalah pusat ibu kota Mataram Islam di jaman dulu. Maka wajar, mayoritas warganya muslim dan tradisi masyarakat disana juga masih sangat kental dengan nuansa Islam. Meski beda, mungkin gampangnya boleh dibilang mirip “Vatikan-nya Jogja” halnya Kauman atau Aceh.

Peristiwa pemakaman warga non muslim yang ramai dijadikan isu seolah itu tragedi intoleransi adalah framing isu yang berbahaya dan sedikit berlebihan.

Yang sebenarnya terjadi, justru sebaliknya ini bisa kita lihat sebagai peristiwa toleransi yang perlu diapresiasi.

Sebab, faktanya bagi warga asli dan keluarga sendiri (terlampir Surat Pernyataan), tak ada lagi yang mempersoalkan masalah ini. Jadi, tak benar ada kesengajaan intoleransi apalagi intimidasi.

Kenapa ini adalah peristiwa toleransi?

1. Makam tersebut sejak dahulu kala adalah “makam muslim”, tapi karena kearifan warga setempat masih mengizinkan untuk dipakai juga oleh non-muslim (dengan peraturan yang ada).

2. Yang hadir dan membantu prosesi pemakaman ziarah warga non-muslim tersebut, sebagian besar adalah warga setempat yang notabene muslim.

3. Keluarga sendiri mentoleransi dipotongya bagian atas dari simbol itu sebelum pemakaman, bahkan mereka berterima kasih kepada warga karena diijinkan ikut dimakamkan disitu.

4. Upacara/sembahyangan sesuai agama tetap dilakukan dengan damai di gereja setempat.

5. Case closed !

Jadi, demi persatuan dan kesatuan bangsa, sebaiknya jangan di perpanjang lagi.

Ada faktor kearifan lokal, konsensus kampung, adat istiadat, tradisi turun temurun yang perlu dilihat juga sebagai latar peristiwa.

Toleransi kan tidak harus dipaksakan untuk membolehkan warga muslim dimakamkan di makam Vatikan dengan menggunakan simbol Islam. Atau membolehkan wanita pakai bikini di Aceh karena itu hak asasi. Apalagi mengijinkan membawa masuk anjing ke masjid agung karena itu piaraan kesayangan.

Toleransi itu sebaiknya dimulai dari kejernihan melihat peristiwa tanpa emosi dan tendensi.

(Widya Supena)

Baca juga :