Setnov Sering Diperiksa KPK, Ini Komentar CADAS Eks Relawan Jokowi


[PORTAL-ISLAM]  Mantan relawan Jokowi di Pilpres 2014 lalu Ferdinand Hutahaean mengatakan, ada berbagai kemungkinan dan analisis politik soal sering dipanggilnya Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus E-KTP.

Demikian disampaikan Ferdinand, saat menanggapi beberapa kali pemanggilan Setnov oleh KPK, dikaitkan dengan adanya keinginan PDIP soal jabatan pimpinan DPR yang belum terakomodir di DPR hingga saat ini.

"Namun apakah KPK dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu seiring dengan belum terakomodirnya PDIP pada unsur pimpinan DPR, kita tidak tahu. Namun melihat segala situasi hal itu bisa saja terjadi. Supaya segera ada kocok ulang pimpinan DPR. Sehingga segala kemungkinan terhadap KPK digunakan jadi alat politik dapat sangat mungkin terjadi," ujar dia saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 12 Januari 2017.

"Kita tahu KPK periode sekarang adalah KPK terlemah dan terburuk kinerjanya dari KPK yang sebelum-sebelumnya sejak KPK berdiri. Kita melihat dengan nyata bagaimana KPK tidak mampu melaksanakan fungsinya sesuai kaidah-kaidah yang ada khususnya menyangkut perkara Ahok di RS Sumber Waras," imbuhnya.

Namun selain itu, kata dia, seringnya Novanto dipanggil KPK bisa memberikan pengaruh terhadap lembaga DPR. Untuk itu, Ferdinand mengusulkan agar Novanto mundur dari pimpinan dewan.

"Ini memalukan seorang pimpinan DPR diduga melakukan tindakan tercela," tandasnya.

Ditegaskannya kembali, dia enggan berspekulasi terlalu jauh di balik adanya keterkaitan belum terlaksananya keinginan PDIP soal pimpinan DPR, dengan beberapa kali dipanggilnya Novanto oleh KPK.

"Saya sebetulnya tidak ingin berspekulasi tentang hal ini. Tapi bila kita menganalisis dan mengaitkan beberapa fakta kondisi dimulai dengan kembalinya Setnov ke kursi ketua DPR, sangat mungkin Setnov ada misi tertentu dan salah satunya patut diduga untuk mensukseskan kocok ulang pimpinan DPR dan supaya bisa mengakomodir wakil dari PDIP," ujarnya.

"Ya patut diduga unsur itulah yang terjadi. Atau mungkin supaya Setnov berakhir dari pimpinan DPR dan kemudian kocok ulang. Itu sangat mungkin," pungkasnya.

Penulis: Syamsul B.
Baca juga :