Masih tentang Haji Furoda…
Jawabku terkait pernyataan seorang netizen (lihat screenshot di atas) :
Kalau Haji Furoda disebut privilege, ya memang betul. Tapi bukan berarti otomatis keliru atau tidak sah. Islam itu agama yang adil, bukan menyamaratakan semua orang, tapi memberi jalan sesuai kemampuan masing-masing.
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“…menunaikan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah…” (QS. Ali Imran: 97)
Kata kuncinya adalah “mampu”. Kalau seseorang mampu membayar visa mujamalah yang sah, legal, dan diizinkan Kerajaan Arab Saudi, kenapa harus disalahkan?
Masalah antrian haji reguler itu soal sistem kuota, bukan syarat sah ibadah.
Haji reguler atau haji khusus via kuota pemerintah memang membutuhkan waktu tunggu, karena terbatasnya jumlah jamaah tiap negara. Tapi visa Furoda adalah jalur langsung dari Arab Saudi, bukan jatah pemerintah Indonesia. Jadi tidak merebut kuota siapapun.
Tentang tudingan “itu bukan undangan, tapi bisnis”—coba jujur juga:
Bukankah hampir semua penyelenggaraan haji, termasuk haji reguler, juga melibatkan bisnis? Dari tiket, penginapan, katering, sampai transportasi. Bedanya, Furoda dikelola langsung oleh agen yang punya akses visa mujamalah. Dan ya, prosesnya transparan dan sah.
Lagipula, sah atau tidaknya haji itu bukan ditentukan netizen, tapi Allah. Yang penting:
• Niatnya lillah
• Biayanya dari sumber halal
• Prosesnya legal.
Kalau memang ada penyimpangan dari oknum penyelenggara, itu ranah hukum dan pengawasan, bukan dalih untuk menyamaratakan semua jamaah Furoda.
Kesimpulannya?
Mengkritik sistem boleh, tapi jangan menghakimi ibadah orang lain. Haji itu panggilan, bukan perlombaan moralitas. Jangan sampai karena iri, kita lupa adab.
(Linda FemaleObgyn)
*fb