HAMAS: Hasta La Victoria Siempre, Libertad O Muerte
(Maju Terus Menuju Kemenangan. Merdeka atau Mati)
Kepala negosiator Hamas Ust. Khalil Al Hayya dengan keras menolak usulan gencatan senjata terbaru Israel yg mendesak Hamas melepaskan sandera tersisah dan melucuti seluruh senjatanya.
Pimpinan Hamas mengatakan, kepemilikan senjata Hamas adalah hak alami. Hamas tidak bersedia menerima usulan gencatan senjata Israel yg dianggap sebagai tawaran parsial bermotif licik sebagai kedok agenda politik Zionis.
Pelepasan sandera dan menyerahkan seluruh senjata, adalah siasat licik Israel lucuti kemampuan tempur Hamas demi menghilangkan hambatan penuh agar leluasa melanjutkan agenda penggusuran dan penghsurian warga di Gaza.
Ust. Khalil Al- Hayya menegaskan, Hamas hanya akan menerima usulan gencatan penuh dan penarikan total pasukan Israel dari seluruh Wilayah Palestina.
Kalimat kepala negosiasi Hamas ini menujukan, Hamas masih konsisten gunakan warisan politik keras kepala Sinwar. Mengkonfirmasi, dalam keadaan terpojok, Hamas tetap mempertahankan daya tawar politiknya.
Sementara pada sisi militer, Hamas saat ini tengah menyiapkan kejutan lapangan untuk melumpuhkan daya rusak militer Israel lewat pembaharuan strategi gerilya dengan meningkatkan kemampuan serangan “hit and run” yg fenomenal.
Hadashot B'zman melaporkan, Hamas terus meningkatkan kemampuan serangannya. Jangan percaya dengan opini sesat media masa yg menyatakan kemampuan Hamas telah dilucuti dan dilemahkan. Meskipun, belakangan muncul sabotase inteligen Israel dan Amerika memobilisasi opini. Mengatas namakan masyarakat Gaza, merekayasa demo bayaran mendesak Hamas hentikan perlawanan di Gaza.
Hadasot B’zman menegaskan, Hamas masih ada dan tetap kuat, meskipun telah kehilangan Sinwar dan Haniyeh, serangan terbaru Israel juga berhasil menewaskan Kepala pemerintahan de facto Hamas, Essam Addalees dan kepala keamanan internal Mahmoud Abu Watfa.
Michael Milshtein, mantan perwira tinggi Israel mengatakan, meskipun terus diberi pukulan telak Israel, Hamas masih menguasai jalanan Gaza, masih kuat memegang kendali pemerintahan Gaza.
Michael mengapresiasi kekuatan kelompok ini yg tidak pernah habis atau melemah. Semakin ditekan semakin kuat. Michael membeberkan, sejak Januari lalu, Hamas telah berhasil merekrut ribuan pejuang dari pemuda di Gaza.
Meskipun isolasi Israel sukses memutus akses Hamas dari pasokan senjata eksternal, termasuk operasi Israel yg menghantam lokasi manufaktur alistista internalnya, Hamas terbukti masih mampu membuat bom baru dari rampasan persenjataan pasukan Israel yg belum meledak.
Menggunakan taktik “hit and run", kini Hamas meningkatkan perang gerilya yg mematikan. Hamas menarik perlawanannya ke arah strategi pertahanan yg fleksibel dan efektif. Strategi ini mendistribusikan pejuang dalam kelompok-kelompok kecil, mendiami posisi potensial di belakang garis invasi dan mulai menargetkan pasukan Israel yg masuk dan menetap di lokasi mana pun yg mereka capai di Gaza.
Hamas menyadari, konfrontasi yg terjadi tidak bersifat "tradisional". Maka kelompok-kelompok bersenjata kecil didistribusikan menyerang tentara Israel dari sudut yg tidak terduga. Mengandalkan taktik penyergapan canggih dan serangan mendadak di belakang garis invasi, mirip dengan yg digunakan sebelumnya di Beit Hanoun dan Gaza utara yg mengakibatkan kerugian besar bagi Israel.
Sebagaimana yg diceritakan Michael, saat Hamas mengelabui pasukan Zionis, memasang peledak di dekat barisan Konvoi Tank Israel. Meledak, membunuh Ehsan Daksa, komandan brigade 401 Israel.
Peristiwa ini menunjukan kekuatan gerilya Hamas masih utuh dan masih sangat mematikan. Meskipun tanpa komando pemimpin besar, jumlah tentara yg terus menyusut serta amunisi terbatas, Hamas tetap bergerak secara efektif merusak kekuataan militer Israel dengan gesit, keras, agresif.
Gerakan perlawanan Hamas masih tangguh, meskipun dua tahun terakhir, Hamas menjalani masa-masa paling sulit dalam perlawanan revolusinya. pimpinan-pimpinan tingginya: Haniyeh, Sinwar, Essam Addalees dan Mahmoud Abu Watfa yg terbunuh dalam waktu singkat, pusat komando dan perancanaan startegis Hamas juga telah dihancurkan.
Israel juga sukses mengahncurkan gudang roket jarak jauh Hamas. Termasuk banyak jaringan terowongan tempat berlindung dan bunker yg direbut, dimusnahkan.
Sampai hari ini, sekira 80%, Hamas memanfaatkan bekas reruntuhan dan rumah-rumah kosong tanpa pemilik di Gaza untuk bertahan dan bersembunyi.
Meskipun menghadapi kesulitan yg meningkat, para pejuang tetap memainkan pola gerilya yg membuat tentara israel kesulitan.
Seperti biasanya, para pejuang begerak senyap dan gesit dalam kelompok-kelompok kecil, memasang jebakan pada bangunan, menanam bom pinggir jalan, memasang ranjau di kendaraan lapis baja Zionis, menembakkan roket peluncur secara akurat menghancurkan Tank dan pasukan Israel. Kemudian bergerak lari, menghilang dan bersembunyi di antara reruntuhan bangunan.
Strategi gerilya terbatas dan terukur seperti ini, secara matematis, memang tidak memungkinkan Hamas bisa mengalahkan Israel dalam waktu singkat. Dikarenakan ekses kerugian yg ditimbulkan tidak separah pendekatan serangan israel yg frontal, menimbulkan kehancuran skala masif.
Namun, pendekatan serangan senyap kemudian lari bersembunyi berskala kecil yg dipraktekan secara konsisten, memungkinkan Hamas terus menimbulkan kerugian pada Israel.
Sampai hari ini, pasukan gerilyawan Hamas bekerja dengan baik. Israel masih nampak sangat sulit menundukkan mereka. Israel masih jauh dari kata menang. Bahkan dalam jangka panjang, israel akan kesulitan mengalahkan Hamas.
Meskipun tidak memiliki logistik militer yg mapan seperti Israel, Hamas masih punya stok persenjataan dan bahan peledak ringan yg masih lebih dari cukup untuk menghadapi Israel dalam serangan berskala kecil beberapa tahun kedepan.
Sebagian dari senjata dan bahan peledak, ditimbun Hamas sebelum dimulainya perang 7 Oktober lalu. Sebagiannya lagi merupakan hasil daur ulang amunisi milik Israel yg telah digunakan namun gagal meledak saat terkena benturan.
Pada Minggu kemarin, Hamas merilis sebuah video yg menunjukkan para pejuang sedang mengubah rudal Israel yg tidak meledak menjadi bom rakitan.
Dengan segala keterbatasan persenjataan dan amunisi serta pola serangan gerilya dengan ekses ancaman berskala kecil, harus diakui, secara matematis, pejuang Hamas bukanlah tandingan yg sepadan bagi Israel dalam pertempuran terbuka.
Sebagaimana nampak pada kasus pembunuhan Sinwar. Terpojok di reruntuhan bangunan wilayah Rafah. Sinwar terbunuh lantaran kewalahan menghadapi berondongan senapan tentara Israel yg canggih dan tidak terbatas. Pasukan Zionis dilengkapi dukungan tank, roket peluncur, drone, dan penembak jitu.
Sejak saat itu, Pejabat tinggi israel mengatakan, kematian Sinwar menjadi awal bagi Israel menundukan Hamas. Dengan bangganya, mereka menyebar selebaran kepada warga Palestina, bertuliskan "setelah kematian Sinwar Hamas tidak akan lagi memerintah wilayah Gaza".
Padahal mereka sadar, bahwa membunuh Sinwar adalah langkah sia-sia untuk melemahkan perlawanan Hamas. Mereka juga sadar, sistem dan cara kerja Hamas, sama sekali tidak beegantung pada ketokohan pemimpin. Melainkan bersandar pada keyakinan-semangat para pejuang untuk memusnahkan Zionis dan merebut kembali kedaulatan serta harga diri atas tanah air mereka yg dirampas.
Secara taktis, kematian Sinwar memang tidak berpengaruh terhadap gerakan perlawanan Hamas. Sejak Israel mengambil alih jalan raya utama yg memisahkan Gaza utara dan selatan pada November lalu, kepemimpinan Hamas di selatan, termasuk Sinwar, hanya melakukan sedikit kendali langsung terhadap para pejuang di utara.
Dan setelah lebih dari satu tahun melakukan pertempuran gerilya, para pejuang Hamas yg tersisa kini cenderung terbiasa mengambil keputusan secara lokal dibandingkan menerima perintah dari struktur komando terpusat.
Di saat yg sama, serangan Israel dalam setahun terkahir, sampai pada aktivitas terbaru yg kini terpusat di utara, Israel melakukannya tanpa memiliki tujuan dan sasaran perang yang pasti.
Ini kali ketiga, dalam setahun terkahir Israel memusatkan aktifitas militernya di utara. Mereka tetap melakukannya dengan rasa putus asa yg tinggi, tanpa memiliki tujuan pasti untuk melemahkan pejuang Hamas.
Sebagaimana yg dikatakan, Michael Milstein, seorang analis Israel untuk urusan Palestina. "Tentara kami memasuki Jabaliyah kemudian akan keluar lagi."
Strategi tanpa tujuan seperti ini, Adalah doktrin konyol yg menunjukan Israel sedang melangsungkan perang tanpa tujuan dan tanpa akhir.” menggambarkan Israel putus asa membaca pergerakan Hamas, tidak punya tujuan pasti terkait tatacara melumpuhkan Hamas.
Bukannya, melumpuhkan Hamas, konvoi militer di Kamp Jabaliyah malah menyasar para pengungsi yg lemah dan tidak memiliki persenjataan. Salah satu operasi bejat paling traumatis dan brutal. Menghusir dan Membantai para pengungsi, termasuk membakar rumah sakit Indonesia di Gaza Utara.
Rencana aksi brutal terhadap para pengungsi di Jabaliyah, merupakan gagasan terbaru mantan jenderal terkemuka Israel, Mayor Jenderal Giora Eiland yg secara terbuka menekan pemerintah Israel untuk mengurangi populasi di Gaza utara dengan memotong makanan dan air.
Berdasarkan rencana Jenderal Eiland, militer Israel akan memberikan waktu satu minggu kepada 400.000 pengungsi di Gaza utara bergerak ke selatan. Kemudian menyatakan wilayah utara sebagai zona militer tertutup.
Selanjutnya, Israel akan memblokir semua pasokan kebutuhan hidup masyarakat di Gaza Utara. Pilihan kepada masyarakat adalah segera keluar atau mati kelaparan atau dipaksa secara militer.
Israel menegaskan, setiap warga sipil yg menolak untuk keluar dari Utara menuju Selatan Gaza akan menanggung akibatnya. Jika masyarakat memutuskan untuk tetap tinggal, paati mereka akan menghadapi masalah serius.
Rencana jahat ini, menunjukan Israel sengaja “menciptakan krisis kemanusiaan sebagai senjata perang" untuk memaksa Hamas menyerah. Menggunakan tameng manusia sebagainalat negoasiasi yg dipaksakan untuk menekan Hamas. Sengaja cipta kondisi membuat masyarakat di utara Gaza mati kelaparan agar Hamas bersedia melemah.
Selain melangsungkan aksi pembantian brutal untuk memaksa masyarakat berpindah secepatnya dari Utara ke Selatan, israel telah memotong jumlah bantuan yg masuk. PBB melaporkan, pada awal Oktober ini, Hanya 410 truk bantuan yg diizinkan masuk ke wilayah itu. Jauh lebih sedikit dibandingkan 3.000 truk pada September. Ekses pembatasan telah menyebabkan kelaparan yg meluas.
Bagaimana Hamas menghadapi kenyataan ini ? Ditengah aksi brutal Israel terhadap warga sipil dengan kerumitan yg meningkat, Akankah Hamas menyerah ?
Tidak. Tidak sama sekali. Hamas adalah bagian dari masyarakat Gaza. Tentara Hamas terbentuk dari seluruh unsur masyarakat Gaza. Hamas merepresentasikan keinginan dan harapan masyarakat Gaza lenyaokan Zionis Israel, memperjuangkan kemerdekaan atas tanah airnya yg dirampas.
Hamas masih punya cara yg lebih ampuh untuk menekan dan menurunkan intensitas Israel sulitkan masyarakat Gaza, yaitu sandera Israel yg masih mereka tahan di Gaza. Hamas sangat mengerti keadaan dalam negeri Israel saat ini.
Rezim perang Netanyahu sedang berada dibawah tekanan hebat masyarakatnya. Gelombang protes menggema di banyak wilayah, menuntut Netanyahu akhiri perang agar sandera yg masih di tahan di Gaza dipulangkan.
Hal ini bisa menjadi senjata politik Hamas. Sedikit saja Hamas menerapkan kebijakan seolah berlaku keras terhadap sandera, tekanan publik Israel terhadap Netanyahu makin meningkat.
Dalam kaitan ini, Sinwar telah mewariskan strategi perang sikologis yg terbukti mampu menekan pejabat Israel turunkan intensitas kebrutalan mereka di Gaza.
Sebelum wafatnya, dalam waktu kurang dari dua bulan, Sinwar berhasil menyeret pemerintahan dan militer zionis ke dalam berbagai peningkatan tekanan signifikan di level global, regional bahkan, masyarakat dalam negerinya sendiri.
Sinwar menggunakan taktik tekanan sikologis dengan memanfaatkan para sandara israel. Sinwar memainkan gestur politik seolah menekan dan berlaku keras kepada para sandera demi mengirimkan pesan berupa tekanan sikologis yg menakutkan kepada keluarga sandera.
Di masa kepemimpinan Sinwar, beberapa kali Hamas mengumumkan, bahwa pihaknya tidak akan segan membunuh satu sandera Israel setiap kali Israel lakukan serangan ke Gaza tanpa peringatan.
Pengumuman ini disebarluaskan media. Tersampaikan ke seluruh masyarakat dunia. Terutama keluarga sandera di Israel. Memicu ketakutan, gelombang protes besar dalam negeri menuntut, mengutuk rezim Netanyahu segera penuhi permintaan Hamas, capai gencatan senjata sehingga para keluarga yg ditahan bisa segera dipulangkan.
Saat ini, Hamas nampaknya akan melanjutkan strategi ini, sambil menunggu ekses tekanannya memojokan Netanyahu penuhi permintaan, sambil meladeni serangan-serangan Israel dengan pola Gerilya "hit and run".
Semakin panjang waktu serangan, memang berdampak pada kelanjutan kerusakan di Gaza. Tapi di satu sisi akan efektif untuk membawa Israel ke dalam krisis keuangan, perlambatan ekonomi akibat tanggungan logistik militer yg besar dan berkelanjutan.
Pelan-pelan akan melemahkan sumber daya politik dan kekuatan militer Israel.
Apapun yg terjadi, Hamas tetap fokus dengan pendekatannya yg sangat ekstrim dan keras terhadap Zionis. Tidak ada tanda-tanda Hamas akan tunduk karena tekanan. Sikap ini sudah ditunjukkan Khalil Al Hayya saat menolak usulan gencatan lanjutan Israel. Hamas tetap menjadi gerakan stabil yg tetap keras kepala musnahkan Zionis Israel.
Palestina harus merdeka dan terlepas sepenuhnya dari genosida brutal Israel. Apapun taruhannya. Bagi Hamas lebih baik berjuang hingga mati, hingga seluruh gaza hancur, dari pada harus tunduk di bawa tekanan dan penjajahan Zionis Israel.
Sikap keras kepala Khalil Al Hayya menegaskan tujuan revolusi Hamas atas tanah Palestina: Hasta la Victoria Siempre, Libertad o Muerte. Sampai kemenangan selamanya, merdeka atau mati.
(Faisal Lohy)