[PORTAL-ISLAM.ID] WASHINGTON - Musuh bebuyutan Erdogan, Fethullah Gulen yang dituduh mendalangi upaya kudeta terhadap pemimpin Turki Recep Tayyip Erdogan, meninggal dunia pada Ahad malam (20/10/2024) dalam usia 83 tahun.
Herkul, situs yang menerbitkan khotbah Gulen, mengatakan di akun X-nya bahwa Gulen meninggal pada Ahad malam di rumah sakit Amerika Serikat tempat dia dirawat.
Fethullah Gulen meninggal dunia setelah bertahun-tahun mengasingkan diri di Amerika Serikat (AS),
Gulen dituduh mendalangi upaya kudeta tahun 2016 lalu yang gagal dalam melengserkan Erdogan dari jabatannya.
Media lokal Turki dan situs Herkul yang kerap mempublikasikan ceramah Gulen melaporkan sang ulama meninggal dunia dalam usia 83 tahun di rumah sakit tempatnya dirawat di AS pada Minggu (20/10) malam.
"Hari ini (20/10), Fethullah Gulen telah meninggal dunia," tulis Herkul dalam pernyataan via media sosial X.
— Herkul (@Herkul_Nagme) October 21, 2024
Herkul tidak menjelaskan lebih lanjut soal penyebab kematian atau penyakit yang diderita Gulen. Namun laporan media baru-baru ini, seperti dilansir Turkiye Today, Senin (21/10/2024), mengindikasikan kondisi kesehatan Gulen telah memburuk secara signifikan.
Dia dilaporkan mengalami gagal ginjal dan diabetes, juga menderita demensia.
Pernyataan kerabat dan sejumlah orang dekat Gulen via media sosial juga mengonfirmasi kepergiannya. Gulen tinggal dalam pengasingan di AS, tepatnya di Saylorburg, Pennsylvania, sejak tahun 1999 silam.
Laporan Turkiye Today menyebut Gulen terakhir kali terlihat di depan publik pada 12 Oktober lalu, ketika dia berada di dalam mobil yang meninggalkan kediaman barunya setelah dievakuasi dari tempat tinggal sebelumnya di Pennsylvania yang menjadi kediamannya sejak tahun 1999 silam.
Nama Gulen bukan nama yang asing di Turki, mengingat dia pernah menjadi sekutu Erdogan sebelum hubungan keduanya menjadi sangat buruk dan Gulen mengasingkan diri ke AS.
Pada tahun 2016 lalu, Erdogan menuduh Gulen bertanggung jawab atas upaya kudeta yang gagal menggulingkan dirinya. Pada saat itu, tepatnya pada 15 Juli 2016, tentara-tentara Turki yang membangkang menguasai pesawat tempur, helikopter militer dan tank untuk merebut institusi negara.
Lebih dari 250 orang tewas dalam upaya kudeta yang gagal tersebut.
Gulen telah berulang kali membantah tuduhan Erdogan tersebut. Setahun kemudian, atau tahun 2017, Ankara mencabut status kewarganegaraan Turki dari Gulen.
Tidak hanya itu, Turki bahkan melakukan operasi penindakan besar-besaran terhadap jaringan yang disebut terkait Gulen atau FETO, yang merupakan kependekan dari organisasi teroris Fethullah.
Ankara menuduh FETO melakukan operasi rahasia sembari menyusup ke berbagai institusi Turki, dalam upaya membangun tatanan politik, ekonomi dan sosial baru dengan mengeksploitasi agama.
Gulen, menurut laporan CNN, memiliki banyak pengikut yang loyal, yang disebut sebagai Gulenist. Para pengikut Gulen diketahui merupakan anggota gerakan Hizmet, yang pada saat itu disebut sebagai gerakan Islam yang kuat di Turki.
Hizmet mendirikan organisasi-organisasi non-pemerintah, termasuk ratusan sekolah campuran sekuler, pusat bimbingan belajar gratis, rumah sakit dan lembaga bantuan. Ceramah dan gerakannya juga melahirkan jaringan sekolah dan universitas global yang beroperasi di lebih dari 100 negara.
Menurut Euro News, pemerintah Turki pada tahun 2016 melakukan penangkapan massal terhadap para hakim, perwira militer dan tentara, serta para jurnalis dan menangguhkan sekitar 20.000 izin mengajar, terutama untuk orang-orang yang bekerja di sekolah-sekolah di Turki dan di luar negeri terkait Hizmet.
Otoritas Turki, di bawah Erdogan, berulang kali meminta AS untuk mengekstradisi Gulen.
Namun permintaan itu selalu ditolak oleh Washington, dengan menyebut kurangnya bukti yang kredibel dari Ankara.