Menteri India Masuk Kota Madinah, Bagaimana Hukum Non-Muslim Masuk Kota Madinah?

𝐇𝐮𝐤𝐮𝐦 𝐍𝐨𝐧 𝐌𝐮𝐬𝐥𝐢𝐦 𝐌𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐌𝐚𝐝𝐢̄𝐧𝐚𝐡 

Oleh: Ustadz Arsyad Syahrial

Beredar berita dengan video dan foto seorang menteri India yang beragama Hindu masuk ke kota Madīnah dan kaum Muslimīn pun pasti setidak-tidaknya mempertanyakan hal itu, bahkan sebagian ada yang marah karena tahu bahwa Madīnah al-Munawarroh itu adalah "Tanah Ḥarōm"

Maka seperti biasa, pertanyaannya adalah bagaimana sebenarnya melihat kasus masuknya orang kāfir ke Madīnah itu?

Jadi kasus masuknya orang kāfir ke Madīnah itu ada grey area-nya…

Kenapa…?

Karena keḥarōman tanah Madīnah itu tidaklah seperti keḥarōman tanah Makkah.

Kalau keḥarōman tanah Makkah itu muṭlaq, tak ada "pengecualian", benar-benar tidak boleh orang kāfir masuk ke Makkah.

Adapun Madīnah tidak begitu, marena pada zaman Nabī ﷺ‎ hidup pernah ada utusan dari Qisrō’ (Persia) yang datang kepada Baginda Nabī ﷺ‎. Begitu juga pernah Naṣrōnī Najron yang datang (ingat kan ayat tentang Mubahalah?).

Bahkan semasa Baginda Nabī hidup, masih ada Yahūdi yang di tinggal di Madīnah, terbukti dari baju perang Beliau ﷺ‎ masih tergadai saat Beliau wafat kepada orang Yahūdi karena mereka memang aslinya tinggal di Madīnah, namun setelah Baginda Nabī ﷺ‎ wafat, para Khulafaur Rasyidin mengusir Yahūdi dari Madīnah.

Kita tahu bahwa Madīnah adalah Ibukota Negara Islām, pusat pemerintaha Ḳhilāfah Islām, jadi tentunya pasti ada saja urusan diplomatik dan perdagangan yang datang ke Madīnah.

Ḳholīfah Ùmar ibn al-Ḳoṭṭōb رضي الله تعالى عنه pernah mengizinkan kafilah pedagang dari Ṡyām, Mesir, atau Persia untuk tinggal di Madīnah selama 3 hari (dan setelahnya harus keluar).

Ḳholīfah Ùmar juga mengizinkan orang dengan kepandaian tertentu bisa tinggal di Madīnah. Contoh kasusnya adalah Abū Lu’lu-ah Fairuz yang kāfir diperbolehkan tinggal di Madīnah sama Ḳholīfah Ùmar karena punya kepandaian sebagai pandai besi.

Jadi bisa saja berargumen bahwa menteri dari India itu datang dalam "urusan dagang".

Namun argumentasi ini bisa dipatahkan karena Madīnah saat ini bukan lagi ibukota statusnya, akan tetapi sudah benar-benar kota tempat ziyaroh keagamaan & ìbādah.

Jadi status orang kāfir yang masuk ke Madīnah sekarang adalah TURIS, sedangkan bagi turis seharusnya benar-benar TIDAK ADA alasan untuk membiarkan mereka masuk ke Madīnah.

Demikian, semoga dapat dipahami.



Baca juga :