Dulu SBY Mencampakkan Hidayat Nur Wahid

𝐊𝐀𝐑𝐌𝐀

By Nazlira Alhabsy

Menurut jadwal dan tahapan penyelenggaraan pemilu 2024 yang ditetapkan oleh KPU, Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden 2024 dijadwalkan pada tanggal 19 Oktober hingga 25 November 2023.

Pada tanggal 2 September 2023 (55 hari sebelum tanggal pendaftaran berakhir), Koalisi Perubahan mendeklarasikan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai pasangan Capres dan Cawapres.

Akibat penetapan deklarasi tersebut, Partai Demokrat berang, tidak terima dan keluar dari gabungan koalisi lantaran merasa dikhianati oleh Partai Nasdem dan Anies Baswedan, yang menurut kader Partai Demokrat telah ingkar janji untuk mencalonkan AHY sebagai Cawapres pasangan Anies Baswedan.

Sakit hati dan emosional kader dan pimpinan Partai Demokrat seketika itu juga menelurkan keputusan hengkang dari koalisi mendukung Pencapresan Anies Baswedan, terlepas dari siapapun Cawapresnya jika bukan AHY.

Publik sontak teringat pada jadwal dan tahapan pemilu 2009 yang menetapkan jadwal pendaftaran bakal pasangan capres dan cawapres mulai Minggu 10 Mei 2009 hingga Sabtu 16 Mei 2009.

Ketika itu, Partai Demokrat bersama koalisinya PKS juga membangun komitmen mengusung pasangan SBY dan HNW (Hidayat Nurwahid) sebagai Capres dan Cawapres.

Namun mendadak disaat masa pendaftaran sudah dimulai, tepatnya tanggal 15 Mei 2009, di Gedung Sasana Budaya Ganesha kota Bandung, justru SBY menetapkan nama Budiono sebagai pasangan Cawapresnya.

Praktik politik SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat kala itu dinilai oleh para kader PKS sangat keterlaluan, karena tidak memberi kesempatan waktu sama sekali kepada kolega koalisinya PKS untuk mengambil sikap politik atas perubahan sepihak keputusan penetapan Cawapresnya.

Jika dibandingkan sakit hatinya kader Partai Demokrat atas penetapan Surya Paloh menetapkan Cak Imin sebagai pasangan Cawapres Anies yang disampaikan hampir 2 bulan sebelum jadwal pendaftaran Capres-Cawapres ke KPU, maka derajat sakit yang dirasakan oleh PKS kala itu (yang oleh Partai Demokrat kini ditafsirkan sebagai “pengkhianatan”) tak ada apa-apanya, karena sakitnya keputusan SBY bagi PKS tak terkira pedihnya.

Pada pemilu 2024 ini PD masih memiliki waktu yang cukup untuk berbalik arah dukungan politiknya, sedangkan PKS pada 2009 itu betul-betul “terjebak” (jika tidak ingin disebut “dijebak”) oleh keputusan SBY yang tak memberi sedikitpun ruang untuk PKS menggunakan potensi politiknya.

Namun hebatnya, pada 2009 itu baik pengurus maupun kader PKS tetap istiqomah, sabar dan ikhlas menerima rasa sakit yang ditorehkan SBY, betapapun pedihnya, PKS tetap mendukung koalisi Pencapresan SBY, siapapun pilihan Cawapresnya.

Sejarah memang akan selalu memotret setiap peristiwa dan seringkali pula membalikan peristiwa serupa kepada para pelakunya, mungkin itulah yang disebut 𝗞𝗮𝗿𝗺𝗮.

Semoga peristiwa sejarah ini jadi pembelajaran bagi semua, wallahua’lam bishawab.

Baca juga :