Pamer Kekayaan dan Hancurnya Revolusi Mental Jokowi

Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan*

TELAH menjadi perbincangan publik yang mengenaskan saat ini ketika anak pejabat pajak, Mario, hampir membunuh David, anak petinggi Ansor. Sebenarnya ini urusan personal, soal perempuan, soal remaja, namun bergeser ke persoalan nasional, karena Mario menggunakan mobil harga miliaran pada saat menganiya David.

Rakyat heran, bagaimana pejabat pajak eselon III bisa punya mobil Rubicon? Lalu orang mengetahui pejabat itu memiliki uang Rp 56 miliar. Dari mana? Padahal dengan asumsi penghasilan dia Rp 25 juta sebulan, selama setahun kekayaan dia Rp 300 juta.

Itu kalau tidak dikurangi belanja dan bersisa untuk ditabung. Jika penghasilan dia selama sepuluh tahun konsisten Rp 300 juta setahun, maka kekayaan dia maksimal Rp 3 miliar. Dari mana pejabat pajak itu memperoleh Rp 53 miliar lainnya?

Goreng-menggoreng isu dan keingintahuan masyarakat, khususnya di dunia maya, bergeser dengan isu para pejabat pajak mempunyai klub mewah, Moge (motor gede). Klub Moge di Indonesia diasosiasikan dengan kalangan kaya raya, karena motor ini harganya seratusan juta lebih.

Kalau "touring", untuk rekreasi, kalangan ini pastinya menghabiskan uang belanja yang besar, karena klub seperti ini terkait dengan restoran mewah dan fasilitas mewah lainnya. Berapa uang yang mereka keluarkan? Uang sendiri atau uang pembayar pajak, klien gelap mereka?

Adanya Club Moge Blasting Rijder ini diungkapkan oleh Sri Mulyani, Menteri Keuangan, yang prihatin dengan terbongkarnya kekayaan Rafael, ayah Mario. Namun, Sri Mulyani tidak bisa berkelit bahwa dia sendiri memiliki Moge, sebagaimana dilansir CNNIndonesia, 27/2/23 dalam tema "Daftar Pejabat Kemenkeu Punya Motor Gede".

Bak pepatah "mendulang air memercik muka sendiri", dengan simbol kepemilikan Moge ini, maka anak-anak buah Sri Mulyani tentunya bangga mencontoh pemimpinnya. Harga Moge Sri Mulyani itu mencapai Rp 147 juta. Sri Mulyani tentu sadar membeli atau memiliki ini. Begitu juga ketika Sri Mulyani beberapa tahun lalu diberitakan punya sepeda super mewah, Brompton.

Isu di seputar kementerian keuangan berlanjut bahwa saat ini 13.800 pegawai kemenkeu atau sekitar 40% belum menyerahkan laporan kekayaannya ke KPK.

Meski ini sudah diperdebatkan oleh Sri Mulyani, bahwa masih ada waktu sebulan lagi untuk melengkapinya, namun kepercayaan rakyat atas kementerian keuangan, saat ini menurun dahsyat. Bagaimana membandingkan pejabat kita dengan pejabat Malaysia yang saat ini memotong gaji sebesar 20%, karena prihatin. Pemerintah Malaysia, dalam berita theedgemarkets.com/node/646796, setuju pemotongan gaji ini sampai ekonomi recovery.

"Air hujan turun dari langit" tentunya. Ini sering dikutip untuk merujuk pada isi keteladanan. Orang-orang itu mencontohkan apa yang pemimpinnya lakukan. Apakah cuma pejabat Kemenkeu dan atau keluarganya yang mempunyai budaya hedonisme, glamor di antara kemiskinan rakyat saat ini?

Jokowi adalah Presiden Indonesia yang menganjurkan kehidupan sederhana. Dalam tempo 27/3/2019 Jokowi mengatakan, "Kalau pake jas mahal, dan jas itu pakaian orang Eropa, Amerika. Orang Indonesia cukup pakai yang murah, baju putih, seperti yang saya pakai".

Pada tahun 2014, Jokowi mengiklankan pakaiannya, dari sepatu, celana hingga kemeja, yang ditotal hanya seratusan ribu rupiah. Dalam tulisannya tentang Revolusi Mental, Jokowi mengatakan bahwa hedonisme dan budaya materialistik harus dikikis habis. Percayakah kita dengan Jokowi?

Marilah kita lihat daftar tas yang digunakan anak mantu Jokowi. Sebagaimana diberitakan Era. Id , 2/1/23, pertama adalah Hermes. Harga tas ini senilai Rp 503 juta rupiah. Harga ini setara dengan 5-10 rumah buruh di Bekasi. Koleksi tas mewah Silvi, menantu Jokowi itu cukup banyak, dengan harga fantastis.

Daftar 10 tas mewah anak mantu Jokowi itu dapat dilihat di dream.co.id/photo/jarang-pamer-10-koleksi-tas-mewah-selvi-ananda-mantu-jokowi-terakhir-harganya-bikin-menjerit-2301051.html

Keteladanan seorang pemimpin itu diuji dalam rumah tangga atau keluarganya. Dengan koleksi tas aja, hanya tas, yang harganya puluhan sampai ratusan juta rupiah, tentu Jokowi gagal dalam mengajarkan budaya hemat dan mencintai produk dalam negeri.

Apalagi jika kita masuk lebih dalam dengan mempertanyakan bagaimana perolehan dana anak-anak Jokowi yang berangka ratusan miliar saat ini? Kenapa Jokowi membuat pesta perkawinan anaknya Kaesang yang begitu glamor?

Jadi ketika berbagai berita mengulas harta dan pakaian glamor istri Sambo, Putri Chandrawati, istri-istri pejabat negara yang berpose di Swiss beberapa tahun lalu, jaksa Ema dengan tas mewah di sidang Sambo, Jaksa Pinangki dengan mobil miliaran, pejabat polisi Brigjen Andi Ryan dengan kemeja belasan juta dan lain sebagainya terdapat benang merah bahwa elite-elite kekuasan Jokowi adalah kelompok hedonis, hidup bermewah-mewahan, glamor dan jauh dari sensitivitas terhadap wong cilik.

Agenda Perubahan

Rusaknya budaya elite pejabat dan keluarga mereka sudah menjijikkan. Rakyat disuruh taat bayar pajak dan rakyat miskin hidup dengan subsidi. Pertumbuhan rekening orang-orang kaya naik naik 14% (2021) dan 13,8% (2022), ini diukur pada pemilik rekening Rp 5 miliar. Pemilik rekening Rp 2-5 miliar juga naik signifikan.

Tax ratio tetap kecil, di bawah 10%, karena orang-orang miskin gagal merubah nasib lebih baik, untuk bayar pajak. Gaji buruh tetap kecil, sehingga gagal  bayar pajak lebih besar. Pejabat Kemenkeu kaya raya. Apakah ini yang disebut Revolusi Mental?

Yang jelas kita sudah tahu bahwa 9 tahun rezim Jokowi berkuasa, hedonisme dan budaya glamour pejabat semakin menjadi-jadi. Rakyat tidak bisa banyak kritik, karena demokrasi sudah mati.

Aktivis dan ulama kritis dipenjara, ditangkapi. Namun cita-cita Jokowi memperbaiki Indonesia semakin oleng, bak kapal yang akan tenggelam. Utang bengkak terus, birokrasi rusak, rakyat kurang terurus.

Untuk itu kita perlu memikirkan sebuah "New Deal", sebuah kesepakatannya baru tentang Indonesia. Mau dibawa ke mana Indonesia setelah Jokowi?

Anies sudah memaparkan pikiran politiknya beberapa hari lalu, tentang demokrasi dan jalan keadilan. Tapi bagaimana soal budaya glamor pejabat? Bagaimana memperbaiki akhlak penguasa?

New Deal ini adalah perubahan. Bukan status quo. Status quo akan memperdalam krisis mental. Perubahan akan bicara kebangkitan. Kebangkitan seperti apa?

Pertama, kita harus mereformasi total birokrasi negara. Mentalitas pejabat dirubah dengan akhlak. Revolusi mental diubah dengan revolusi akhlak. Semua pejabat harus ikut pengajian-pengajian dan mendekat diri pada spiritualitas. Termasuk ibu-ibu pejabat.

Kedua, kekayaan pejabat negara harus dibatasi. Orang-orang kaya boleh menjadi kaya, asalkan tidak terkait kekuasaan. Tidak boleh ada menteri, misalnya, yang punya ikatan dua tingkatan atau hubungan darah, dengan pengusaha besar. Ini untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan.

Ketiga, memperluas kehidupan komunal yang religius. Kehidupan komunal untuk melihat rekam jejak pemimpin dalam lingkup rakyat secara langsung. Religiusitas terhubung dengan agenda komunal. Pilihannya bukan dengan clubbing dan arisan mewah lainnya. Sehingga menambah kekuatan moral elite dan rakyat.

Penutup

Budaya hedonisme dan glamor kalangan pejabat pajak dan pejabat negara lainnya semakin menghiasi perbincangan publik. Dari mulai mobil mewah Jaksa Pinangki, tas mewah Jaksa Ema, baju mahal Brigjen Rian Hidayat, tas 500 juta menantu Jokowi, pejabat pajak dengan Club Moge, pejabat pajak Rafael dengan kekayaan 56 miliar, dan lain sebagainya.

Semua ini menunjukkan kegagalan total Revolusi Mental Jokowi yang menganjurkan kesederhanaan dan menyingkir budaya materialistik. Jokowi gagal menjadi panutan, karena keluarganya juga glamor, selain pembantunya.

Ke depan perlu ada kesepakatan baru tentang perubahan, New Deal. Perubahan atau change ke arah mana?

Kita perlu menggeser Revolusi Mental dan menguburnya, dengan menggantikan dengan Revolusi Akhlak. Para penguasa ke depan harus berakhlak. Tidak suka glamor dan harus pro rakyat miskin.

Di Malaysia misalkan, seluruh pejabat kementerian memotong gajinya 20% sebagai simbol keprihatinan. Sri Mulyani di Indonesia mempunyai motor gede dan sepeda Brompton yang mahal sekali. Ke depan pejabat keuangan negara harus steril dari glamor dan KKN. Mereka harus berakhlak karimah.

Jika kita pertahankan status quo, dengan rezim penerus Jokowi, Indonesia akan tenggelam. Musnah. 

*) Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
Baca juga :