Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah Pelecehan Presiden terhadap Mahkamah Konstitusi
Saya terus terang terkejut membaca berita Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Sayangnya, meskipun telah mencari ke berbagai sumber, termasuk meminta kepada pejabat tinggi yang mempersiapkannya, Perppu tersebut belum tersedia untuk dibaca utuh apa substansinya.
Namun demikian, satu hal yang segera bisa disimpulkan adalah, Perppu ini memanfaatkan konsep "kegentingan yang memaksa" untuk pada akhirnya menegasikan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formal dan memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.
Dalam bahasa pemberitaan disebutkan "Perppu ini menggugurkan Putusan MK". Inilah kesalahan besarnya. Artinya, Presiden telah melakukan pelecehan atas putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak menghormati MK. Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court.
Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan oleh konstitusi untuk menguji konstitusionalitas undang-undang. Ketika dinyatakan tidak konstitusional, maka pembuat undang-undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK, bukan dengan menggugurkannya melalui Perppu.
Putusan MK menyatakan secara formal UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945 paling tidak karena belum adanya standar baku pembuatan omnibus law, dan yang paling mendasar, tidak adanya partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam pembuatan UU Ciptaker. Dengan demikian seharusnya Presiden dan DPR melakukan perbaikan UU Ciptaker dengan memperhatikan putusan MK tersebut.
Dengan mengambil jalan pintas menerbitkan Perppu, Presiden seolah menjawab sisi kebutuhan cepat, tetapi melecehkan dan tidak melaksanakan putusan MK. Karena Perppu meskipun nantinya disetujui DPR menjadi UU, pasti tidak melibatkan partisipasi publik sama sekali.
Yang paling berbahaya, selama ini posisi Presiden selalu menghormati putusan MK, meskipun tidak selalu sependapat, sebagai perwujudan tunduk dan patuh pada konstitusi aturan bernegara kita. Dengan Presiden menerbitkan Perppu yang menggugurkan dan melecehkan putusan MK, Presiden sudah memberikan contoh buruk.
Kalau Presiden saja memberi suri tauladan untuk melecehkan Mahkamah Konstitusi, bagaimana pula rakyat kebanyakan akan memandang organ konstitusi yang diberi mandate strategis untuk menjaga negara hukum demokratis kita tersebut.
Pekalongan, 31 Desember 2022
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara
Senior Partner INTEGRITY Law Firm
Registered Lawyer di Indonesia dan Australia
๐ฃ๐ฒ๐ฟ๐ฝ๐ฝ๐ ๐ฎ ๐๐ฎ๐ต๐๐ป ๐ฎ๐ฌ๐ฎ๐ฎ ๐๐ฒ๐ป๐๐ฎ๐ป๐ด ๐๐ถ๐ฝ๐๐ฎ ๐๐ฒ๐ฟ๐ท๐ฎ ๐ฎ๐ฑ๐ฎ๐น๐ฎ๐ต ๐ฃ๐ฒ๐น๐ฒ๐ฐ๐ฒ๐ต๐ฎ๐ป ๐ฃ๐ฟ๐ฒ๐๐ถ๐ฑ๐ฒ๐ป ๐๐ฒ๐ฟ๐ต๐ฎ๐ฑ๐ฎ๐ฝ ๐ ๐ฎ๐ต๐ธ๐ฎ๐บ๐ฎ๐ต ๐๐ผ๐ป๐๐๐ถ๐๐๐๐ถ pic.twitter.com/ACIBro73LT
โ Denny Indrayana (@dennyindrayana) December 31, 2022