Pajak, pajak dan pajak
Oleh: Tere Liye*
Sebenarnya PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas membangun rumah sendiri itu bukan barang baru. Sudah lama ada. Itu cuma disesuaikan tarifnya. Jadi biasa saja. Tapi kok bisa, bangun rumah sendiri kena pajak, kan itu saya bangun sendiri loh. Bisa dong. Namanya juga pajak, apapun bisa.
Nah, karena ini menjadi cukup ramai, banyak yang bahas, wah, ini momentum yang baik buat ngasih masukan ke pemerintah.
Kalian harus tahu, pemerintah itu butuh duit buat proyek IKN, buat kereta cepat Jakarta- (bukan) Bandung, buat BLT (yg dulu dibenci), juga buat uang jalan-jalan dinas menteri, pejabat, dll, yg bisa trilyunan per tahun. Belum lagi buat gali-tutup lubang utang, bayar bunga utang, dll, dsbgnya. Mereka butuh duit banyak
Maka, berikut saya kasih saran jurus pamungkas biar pajak itu tambah banyak dapatnya. Here we go:
1. Cukai online
Karena main HP, online, medsos dll itu kadang tdk banyak manfaatnya, maka sudah saatnya dikasih cukai saja. Setiap jam siapapun yg main HP, online, wajib bayar ke negara Rp 1.000. Wah, lumayan buat duit proyek IKN. Disebut cukai online, bukan pajak, karena pemerintah baik niatnya, mengurangi konsumsi main HP, online-an mulu.
2. Pajak masak
Kan, emak-emak itu paling legowo soal minyak goreng naik. Apalagi emaknya Puan. Wah, dia no problem loh sama minyak goreng naik. Dia malah bikin demo ngerebus. Jadi kepalang tanggung, keluarkan pajak masak, pasti emak-emak legowo juga.. Ibu-ibu yg masak di rumah, kena PPN, atas nilai masakannya tsb. DPP-nya dibikin murah saja 10%, kali tarif 11%, kali harga bahan-bahan masakan ditambah harga kompor harga kitchen set. Wajib disetorkan setiap bulan, dicatat deh nilai pemasakan bruto selama sebulan kalikan DPP dan tarif. Wah, kebayang dong duit pajak ini. Lumayan buat bangun istana dengan burung garuda yg gagah di IKN sana, kwaaak!
3. Pajak nulis
Wah, penulis-penulis itu kan juga sangat legowo. Jutaan bukunya dibajak, aparat penegak hukum juga santai-santai saja. Karena mereka legowo, sudah saatnya mereka dikenakan pajak nulis. Biar tambah nampol. Per huruf. Setiap huruf yg ditulis kena Rp 1. Juga pembacanya, kena pajak membaca. Tarifnya lebih murah, Rp 0,5 per huruf. Mantab nggak tuh?
4. Terakhir, pajak oksigen
Jika semua hal gilak itu dilakukan, dan duit buat IKN belum cukup, saatnya bikin pajak oksigen. Siapapun yang menghirup oksigen di udara NKRI, wajib bayar pajak Rp 10.000 per hari. Nggak usah protes deh. Dibuat simpel gitu loh, kan bukan cuma oksigen saja yg bisa dihirup. Masih ada CO, CO2, Nitrogen dkk. Kalian tuh, duh, protesss melulu. Minyak goreng protes, pajak oksigen protes.
Demikianlah saran-saran ini.
Saya beneran nggak tanggung-jawab kalau besok2 mereka mendadak menerapkan ide2 ini (atau yg mirip2 dgn ide ini).
*fb penulis