Namanya Mulyanto. Pedagang Perabotan keliling.
Ya, hampir lupa. Sekarang dia sudah ganti nama. Waktu kecil sering sakit. Diganti namanya jadi Joko Mulyanto. Biar lebih trendi. Namanya disingkat jadi Jokonto. Tolong hati-hati mengucapkannya.
Gara-gara ganti namanya nasibnya memang berubah. Dia yang waktu sekolah adalah murid paling bodoh. Baru bisa membaca dan berhitung setelah naik ke kelas lima. Itupun masing sering salah-salah. Misalnya 11 juta sering keliru dia anggap 11 triliun.
Hebatnya dia sekarang terpilih sebagai Kepala Desa. Hebat. Sekali lagi saya bilang hebat. Bagaimana bisa orang yang gagap membaca dan tidak mahir berhitung terpilih jadi Kepala Desa?
Seperti kata Pepatah, selalu ada udang dibalik bakwan. Orang dikasih makan bakwan jadi otak udang. Dan Jokonto pun terpilih karena siasat licik dari seorang Culas di Kampung bernama Oppung Lubin.
Sebenarnya Oppung Lubin yang sangat berhasrat menjadi Kepala Desa. Sayangnya dia tidak mungkin bisa menjabat Kepala Desa. Masyarakat Desa mayoritas Muslim. Sedangkan Oppung Lubin menyembah Pohon.
Akhirnya Oppung Lubin mencari orang yang bisa dia jadikan Boneka. Menjabat sebagai Kepala Desa. Ketemulah sama Jokonto. Gayung bersambut. Sumpah diucapkan. Caranya dengan saling mencium dan menjilat ibu jari kaki. Oppung Lubin sempat muntah. Karena Jokonto lupa mencuci kaki padahal seharian baru habis keliling. Jualan Perabotan.
Oppung Lubin minta proyek. Pengganti dana. Katanya mengembalikan modal dari para Pedagang di Desa. Yang selama ini sudah mendanai Jokonto waktu pemilihan Kepala Desa. Beli Bakso, es campur dan uang sogokan.
Jokonto awalnya kebingungan. Proyek apalagi yang mesti diserahkan sebagai upeti. Proyek pasir galian di Sungai ujung Desa sudah diserahkan ke Pak Lubin. Begitu juga sawah desa. Sudah lama diambil alih Pak Lubin. Proyek Jalan Desa bahkan diserahkan ke Pemborong Desa Tetangga. Atas arahan Pak Lubin.
"Demi Pohon! Kau bengak kali" Pak Lubin marah-marah.
"Sisa waktumu berkuasa tinggal beberapa tahun lagi. Cari cara biar kami dapat cuan lagi!"
"Siap bang. Tapi apa lagi yang bisa kita proyekkan. Apa warga desa kita paksa saja bayar pajak udara?"
"Otakmu memang ngga naik-naik Konto. Sudah serahkan ke saya," Oppung Lubin mengeluarkan secarik kertas.
"Hah, Pembangunan Balai Desa baru?" Jokonto kebingungan.
"Bukannya Balai Desa kita masih bagus. Terus dananya dari mana?" sambung Jokonto.
"Ya kau cari lagi hutangan ke Desa Tetangga. Pokoknya sebelum kau berhasil mengembalikan uang Upeti, tidak ada alasan. Bila perlu masa jabatanmu akan ku usahakan ditambahi," jawab Oppung Lubin.
"Kalau tambah masa jabatan ya saya hepi-hepi saja bang. Tapi jangan ketahuan dari saya ya..."
"Aman itu. Nanti kusuruh usul dari Perangkat Desa saja. Atas usulan warga."
"Siapa bang, apa mereka mau?"
"Gampang. Nanti kusuruh si Mimin. Dia pernah dulu nyolong durian di belakang Balai Desa. Terus si Joel. Dia diam-diam mengambil sepetak sawah desa. Dan terakhir si gendut yang rumahnya dibawah Pohon Beringin. Semua kartu as mereka ada samaku."
"Mantap surantap bang. Abang memang cerdas."
"Ya mantaplah. Kan yang dongok itu cuma kau."
Jokonto cuma cengengesan. Seperti biasa.😂
(By Azwar Siregar)