[PORTAL-ISLAM.ID] Gubernur DKI Jakarta kembali jadi sasaran ‘tembak’ menyusul penangkapan Ustad Farid Ahmad Okbah (FAO) oleh Densus 88 pekan lalu. Dikaitkan dengan Anies lantaran dua hari sebelum ditangkap, sempat bertemu Anies di rumah duka.
Fakta terungkap bahwa pertemuan Anies dengan Okbah tidak terkait dengan terorisme. Saat itu, Anies menemani ibunya melayat ke rumah ibu mertua Okbah yang meninggal dunia. ibu mertua Okbah dan ibunya Anies berteman sudah lama. Di sanalah pertemuan itu.
Oleh lawan politik Anies mengunggah foto itu menyusul penangkapan tiga ulama, ZAN, AH, dan FAO. Lawan-lawan Anies pun bersorak seolah mendapat amunisi untuk membully mantan Mendikbud RI tersebut.
Namun buzzerrp tetap buzzerrp. Dapat ruang tembak, langsung hamburkan peluru. Media pun ramai mengutip serangan buzzerp itu. Judulnya mengerikan: “Anies di Pusaran Teroris”.
Geisz Chalifah, orang dekat Anies, menjawab tuduhan itu dengan santai. Geisz bahkan berterima kasih karena Anies mendapat iklan gratis untuk 2024 yang berpotensi menang pilpres.
Menurut Geisz Chalifah, Anies diserang karena takut Anies menjadi capres dan menang. Padahal, Anies tak punya partai, tak punya uang kecuali prestasi.
Hal tersebut diungkapkan Geisz di channel podcast Hersubeno Arief, Senin. Menurut aktivis sosial ini, begitulah kelakuan buzzerp yang tidak ada diada-adakan akhirnya ramai di medsos.
Menurut Hersubeno Arief, cara yang dilakukan saat ini terhadap Anies adalah cara lama yang direproduksi kembali. Ingat pada Pilkada DKI Anies disebut menggunakan politik aliran untuk menang. Stigma yang dilekatkan pada Anies terus diulang-ulang padahal orang sudah tahu tujuannya.
“Mereka melakukan itu kan tidak ada cara lain ya. Saya berdiskusi dengan Immanuel Ebenezer, dia mengkampanyekan Ganjar sambil mengangkat berita-berita negatif soal Anies,” kata Geisz di siaran Youtube Hersubeno Arief, Senin (22/11/2021).
“Ini dua hal yang sama, sama-sama mendukung orang, tapi dengan cara yang berbeda. Dia membutuhkan itu untuk menjelek-jelekkan lawan, sedang saya tidak membutuhkan itu. Untuk menceritakan prestasi Anies tidak cukup waktunya. Jadi kita tak punya waktu lagi yang negatif untuk orang lain.”
Kemudian, Anies dikait-kaitkan dengan radikalisme, menurut Geisz Chalifah, sudah berkali-kali kita pertanyakan, pernahkah Anies diskriminatif dan intoleran?
“Yang terjadi malah pemuka agama Hindu mengucapkan dengan lantang bahwa dari 10 gubernur, baru kali inilah yang care kepada mereka. Yaitu Anies Baswedan,” kata Geisz.
Yang kedua pemuka agama Hindu Tamil menyatakan dari jaman merdeka, mereka meminta ada rumah ibadah Hindu Tamil, sampai kemarin-kemarin tidak pernah mendapat izin. Tapi di jaman Anies diijinkan.
“Yang ketiga, ini menarik buat saya. Christmas Carrol salama ini tidak pernah ada dan siapa juga yang berani bikin di Jakarta. Tapi di masa Anies, ini tahun ketiga. Setiap menjelang natal, kita bergembira bersama-sama ada paduan suara Christmas Carol. Itu menarik sekali,” ujar Geisz.
Itu semua saat Anies jadi gubernur. Namun buzzerp ngeles bahwa politik identitas itu terjadi sebelum Anies jadi gubernur, di mana dituduh memainkan isu agama. Faktanya salah.
Diceritakan Geisz, Anies dicalonkan menjadi calon gubernur pada 23 September 2016. Hari terakhir pencalonan tanggal 23 September. Kapan isu agama dimainkan? Jauh hari.
“Akhir 2015 atau awal 2016 sudah dimainkan. Apa kalimat mereka? ‘Lebih baik dipimpin kafir daripada muslim tapi koruptor’,” kata Geisz.
Dari sini, beber Geisz, siapa sebenarnya yang memainkan isu agama? Ya, nereka. Siapa yang teriak menyebut kalimat itu? Guntur Romli dan kawan-kawan. Apakah Anies terlibat? Tidak, Anies masih jadi menteri waktu itu.
“Anies berhenti jadi menteri itu pada 27 Juli 2016. Jadi Anies tidak terlibat dalam pertikaian. Ahok kalah karena dirinya sendiri, bukan karena isu-isu politik identitas. Ahok sendiiri yang berkali-kali offside,” jelas Geisz.
Apa sih yang membuat residu Pilkada 2017 masih dipakai terus, padahal kita tahu Anies saja belum menyatakan maju pilpres, tidak punya partai. Kenapa orang melakukan berbagai cara untuk menghambat Anies?
“Saya melihanya, pertama, sampai hari ini Anies tidak pernah mau berdamai dengan oligarkhi. Sampai sekarang kan tidak pernah ada izin untuk oligarkhi. Contoh paling konkret adalah reklamasi,” kata Geisz.
Kedua, pemihakan Anies pada keadilan sosial tinggi sekali. Kita melihat bagaimana sistem penerimaan murid-murid baru di sekolah-sekolah, kemudian bagaimana dia memotong jalur bahan-bahan pokok dia langsung ke sentra-sentra pertanian di daerah-daerah. Artinya, mata rantai yang di tengah itu dihapus semua. Bagi pemburu rente, pemimpin seperti ini berbahaya.
“Lalu di dalam wawancara dengan media, Anies ditawari 500 miliar, namun dia mengatakan tidak akan sama sekali merupiahkan jabatan yang diembannya. Dengan prinsip Anies seperti itu, tentu saja berbahaya bagi kaum oligarkhi,” kata Geisz.
Menurut Geisz, yang bermain di bawah itu, kelompok itu, mereka hanya budak. Kalau mereka tidak bermental budak, mereka akan senang sekali ketika pulau reklamasi dibuka untuk semua. Karena di masa sebelumnya, warga negara Indonesia tidak bisa masuk ke pulau itu.
“Tatapi oleh Anies begitu dia menang, dibuka. Pulau itu dibebaskan, semua bisa masuk. Nah, orang-orang yang tidak senang, apa namanya kalau bukan mentalitas budak?” kata Geisz.
Jika jadi gubernur saja Anies berbahaya bagi oligarkhi, bagaimana kalau jadi presiden? Kalau jadi rpresiden tambah repot. Makanya, bagi mereka, Anies jangan sampai jadi presiden.
Menurut Geisz, itu indikasi keberadaan Anies begitu menakutkan. Padahal secara pendanaan tidak dia miliki, secara partai tidak punya. Yang dimiliki hanya prestasi. Namun yang dilakukan Anies selama ini justru menakutkan lawan.
Dengan kondisi politik seperti ini di mana Anies tidak punya partai ditambah lagi tiga kali diajukan uji materi presidential threshold namun terus gagal, apakah ada peluang Anies jadi presiden?
“Makanya jangan takut pada Anies. Karena untuk menjadi presiden tingkat kesulitannya tinggi sekali. Kemungkinannya itu masih 50-50. Dia kuat di elektabilitas tapi tidak punya dana untuk membeli tiket partai,” kata Geisz.
Geisz kemudian memberi pesan kepada lawan-lawan politik Anies, biarkanlah berjalan secara apa adanya. Kalau memang Anies tidak memberikan kontribusi kepada parpol, tentu partai tidak akan mendukungnya.
“Pertanyaan sederhananya, mengapa begitu takutnya sih pada Anies?. Kalau survei Anies nomor tiga, kenapa takut-takut amat sih? Bisa jadi survei sebenarnya adalah nomor satu terus tapi disembunyikan,” sindir Geisz lagi. [lmd/tilik]