Sisi Lain Napoleon Bonaparte, Syahganda: Cocok Jadi Kapolri

Sisi Lain Napoleon Bonaparte, Syahganda Nainggolan: Cocok Jadi Kapolri

CATATAN: ILHAM BINTANG (wartawan senior)

Sisi lain Irjenpol Napoleon Bonaparte diungkap oleh aktivis prodemokrasi, DR Syahganda Nainggolan lewat Channel YouTube Realita TV, Selasa (21/9/2021) lalu.

"Sepuluh bulan saya bersama Napolen di tahanan Bareskrim Polri. Kesimpulan saya, job yang cocok buat dia adalah Kapolri," kata Syahganda yang diwawancarai oleh Rahma Sarita di Channel YouTube Realita TV.

Wawancara Rahma dengan Syahganda terkait kasus penganiayaan yang dilakukan perwira tinggi Polri yang masih aktif itu terhadap M. Kece, tersangka kasus penista agama. Selain Syahganda, Rahma juga mewawancarai DR Ahmad Yani, Kuasa Hukum Napoleon.

"Saya pertama sekali ingin meluruskan, Pak Napoleon belum terpidana, seperti ditulis secara keliru oleh banyak media," ucap Dr Ahmad Yani.

Menurut Yani, berkas permohonan kasasi Napoleon Bonaparte masih diteliti Mahkamah Agung. Memang dia satu-satunya dari pihak terdakwa kasus Red Notice Joko Chandra yang masih melakukan perlawanan hukum.

Ditonton Ratusan Ribu Viewers

Menarik mengikuti perbincangan dalam program Realita TV di YouTube. Hingga hari keempat, Sabtu (24/9/2021) pagi wawancara itu sudah ditonton oleh 271.000 viewers. Jumlah komentarnya pun banyak, 4300 orang, mayoritas mendukung Napoleon menindak tersangka penista agama tersebut. (*NB: video ada dibagian bawah postingan ini)

"Masuknya pun hampir bareng di tahanan Bareskrim. Saya tanggal 13 Oktober ditangkap. Esoknya dimasukkan ke tahanan, di situlah pertama kali saya ketemu Pak Napoleon. Terakhir, sebelum saya keluar, kami malah bersebelahan kamar. Saya di kamar 25, dan dia kamar 26," ungkap Syahganda.
Syahganda mengaku mengobservasi Napoleon Bonaparte. Sebagai ahli ilmu sosial dan ahli manusia Syahganda berkesimpulan Napoleon cocok untuk job Kapolri.

"Kalau saja saya berkuasa atau saya punya teman yang punya kemampuan yang bisa saya akses, saya akan mengajukan Pak Napoleon sebagai Kapolri.

Kenapa? Saya banyak mengenal dan berinteraksi dengan banyak jendral polisi, seperti Pak Makbul, Pak Nanan. Tapi saya belum pernah ketemu polisi secerdas Napoleon," tegas Syahganda.

Menarik sekali berdiskusi sama dia, itu kesan Syahganda. Membahas masalah politik internasional, global politik, dan politik lokal. Napoleon tahu semua. Mereka sering berdebat.

"Selama ini saya merasa, urusan berdebat saya sebelas dua belas lah sama Rocky Gerung. Tapi, ini ada orang namanya Napoleon Bonaparte yang ketemu di penjara, ternyata hebat.

Ketika kami berdiskusi bertiga dengan aktivis Jumhur Hidayat, dia bisa ngimbangin kita. Buat saya itu luar biasa. Dia juga melakukan hal yang sama dengan Habib Rizieq. Habib Rizieq juga senang.

Habib Rizieq pernah dia undang ke kamarnya diskusi malam-malam sampai jam dua malam. Waktu itu, saya terbangun kok ada suara ribut ribut di sebelah. Rupanya Habib Rizieq lagi berdebat dengan Napoleon. Ini luar biasa.

Secara karakter yah karakternya luar biasa, kemudian rendah hati. Dia sama semua tahanan tidak membeda-bedakan, meski dia tidak mau terlibat dengan tahanan-tahanan yang merampok uang negara," papar Nainggolan.

Kisah Maria, Penguasa Tahanan

Syahganda menceritakan juga bagaimana Napoleon menjaga jarak dengan Maria Paulina, pembobol Bank BNI Rp 1,2 triliun. Padahal, dia yang tangkap Paulina di Siberia.

Selingan cerita Syahganda tentang Maria Paulina, juga menarik. Maria ketua RT di dalam penjara. Satu- satunya narapidana yang punya kamar sendiri. Maria menguasai satu sel sendiri. Sedangkan kebanyakan orang lain menghuni satu kamar untuk 20 orang.

"Ya, memang itu juga masalah. Tapi saya tidak mau buka semua masalah yang ada di sana," tugas Nainggolan.

Menurut Syahganda, fenomena di penjara itu unik. Tidak bisa untuk konsumsi publik. Kalau dilaporkan dan jadi penyelidikan Bareskrim atau KPK bisa bikin gaduh.

Bagaimana satu orang bisa menguasai aset negara di dalam penjara. Itu menjelaskan mengapa banyak orang berebut mau dekat sama Maria. Siapa tahu bisa kecipratan uang-uang BNI itu.

Tapi, di situlah salutnya Syahganda pada Napoleon, dia tidak mau cari-cari uang haram di penjara.

Cari uang haram, maksudnya?

"Asal tahu saja, perputaran uang di penjara Bareskrim mencapai  500 juta sampai satu miliar satu bulan. Ya, itu cerita sisi gelapnya yah," tambah Syahganda yang juga tercatat sebagai pendiri KAMI.

Bagaimana soal pemukulan M Kece?

"Sebenarnya, itu hal biasa di dalam penjara. Kasus pelaku penghina Natalius Pigai yang bilang gorila, juga hampir mati di dalam. Ada orang Nigeria kulit hitam yang merasa ikut terhina. Jadi, jelas saja kalau kasus M. Kece yang menghina Rasulullah, orang Islam di dalam penjara pasti marah sekali. Termasuk orang Islam yang biasa  terlibat dalam kriminalitas sekalipun. Orang-orang itu kalau disinggung Nabinya pasti marahlah. Kasus kayak gitu itu banyak, tapi tidak pernah dilaporkan. Tidak dilaporkan seperti kasus pemukulan Napoleon terhadap M Kece. Heran juga saya," ungkap Nainggolan.

Syahganda mengaku tahu banyak kasus di tahanan Bareskrim. Mulai perkelahian, pemukulan, minum, orang berantem. Tapi tidak pernah menjadi laporan seperti sekarang kasus Napoleon memukul M Kece. Syahganda kembali tak bisa menyembunyikan keheranannya ketika bercerita itu.

Observasi Napoleon

Napoleon menarik pertama sekali dari segi charming-nya, kata Syahganda. Orangnya gagah. Dia memang keturunan Belanda. Bapaknya angkatan laut.

"Dari segi karakter dia kuat. Yang saya mau ceritakan pengalaman 10 bulan bersama dia. Saya ini peneliti dan saya mengobservasi dia secara serius. Saya lihat orang ini pantas jadi Kapolri. Kecuali ada bantahan lain dari kawan-kawan dia. Orang itu mengerti ketika saya berbicara bagaimana cara membuat polisi  Indonesia tidak menjadi hirarki kekuasaan, tidak terlibat dalam politik praktis, misalnya. Dia bisa menjelaskan. Bareskrim, kata dia, harusnya memang di bawah Kehakiman, seperti di Amerika. Bagaimana kepolisian yang baik di masa depan, dia usul diserahkan saja ke Polda. Tidak perlu lagi ada jabatan di Bareskrim, di atasnya Kapolda. Diajak dialog reformasi kepolisian dan lain-lain dia jago sekali," urainya Nainggolan.

Napoleon salah satu pendiri Densus 88. Tahu banyak mengenai orang yang risih dengan Densus 88 karena dianggap sensitif terhadap isu-isu radikalisme Islam.

"Nah, saya bisa berdialog dengan dia. Napoleon pun menjelaskan mana yang sebenarnya yang dimaksud dalam ruang lingkup fundamentalisme dan esktrimis Islam. Dia tidak pernah merasa Habib Rizieq sebagai bagian dari fundamentalisme dan ektrimisme. Dia dulu yang menangkap gembong teroris Dr Ashari. Napoleon tahu membedakan mana yang Islam yang berbahaya tapi sebenarnya itu biasa aja. Kalau yang namanya Habib Rizieq, menurut dia,  itu bukan ektrimisme dan fundamentalisme. Rizieq dia bilang hanya Islam dengan kekerasan. Tapi itu dulu. Nah, kalau bisa kekerasannya dinetralisir, sebenarnya itulah Islam rahmatan lil alamin. Itu kata Napoleon lho," jelas Nainggolan.

Napoleon Bonaparte, seperti kita ketahui, terdakwa kasus suap Red Notice Djoko Tjandra. Ia didakwa menerima uang sebesar Rp 2 M dan Rp 5 M, total Rp 7 M.

Syahganda menyesal kenapa dulu tidak sempat berinteraksi dengan Napoleon. Dia menganggap sosok Napoleon unik. Ternyata perjalanan kerirnya lucu. Sebagai perwira yang bertugas di Interpol Napoleon lebih banyak di luar negeri. Relasi dia kebanyakan orang asing.

"Dia menyimpan banyak rahasia, tapi saya tidak bisa ceritakan semua di sini. Misalnya, dia adalah penanggung jawab Pilpres 2019 untuk luar negeri. Dia juga yang mengurus soal Veronica Koman dan Habib Rizieq. Dia juga dulu memegang posisi penting sebagai Direktur Bareskrim di Polda, Polda-nya Polda Jogja," Syahganda memuji Napoleon karena kliennya orang-orang pintar semua. Seperti Amin Rais, Budiono dan para profesor.

"Napoleon ini memang hampir tidak dikenal publik di dalam negeri. Kami yang aktivis juga nggak kenal. Saya banyak berinteraksi dengan polisi, tapi Napoleon saya nggak kenal. Ternyata dia emas yang terpendam selama ini," tegas Syahganda.

Dalam konteks M Kece Syahganda yakin seyakin-yakinya Napoleon tahu bahwa M. Kece ini sebenarnya bagian tertentu yang melakukan politisasi itu. Dia kan mantan Densus 88 punya instink yang kuat.

Alhamdulillah saya senang adanya sosok jendral yang seperti Napoleon Bonaparte ini muncul di publik. Mudah-mudahan publik Indonesia mengetahui tentang dia. Saya kenal istrinya, anak-anaknya. Selama 10 bulan saya amati Napoleon tidak pernah sedikitpun makan uang haram di dalam perputaran uang di penjara.

Kasus-kasus di dalam penjara itu banyak. Melibatkan pelaku dari orang-orang yang punya kekuasaan. Sebagian menjadi markus, mengurus orang yang ditahan biar bisa istilah 86, tutup perkara dan lain-lain. Napoleon tidak tertarik sama sekali.

Banyak yang minta tolong sama saya untuk dihubungian dengan Napoleon. Ada orang kaya Edisi Cash. Edisi ini hampir Rp 10 triliun tiap hari. Minta tolong sama saya juga. Minta tolong minta diakseskan ke pak Napoleon supaya bisa diurus, Napoleon tidak mau.

Napoleon mau terlibat sama sekali dengan urusan yang bisa menciptakan uang buat dia. Termasuk dulu Bupati Nganjuk. Bupati Nganjuk minta tolong Napoleon waktu ditangkap. Minta 86. Napoleon tidak mau. Itu yang bikin Syahganda kagum.

Tambah kagum ketika Napoleon bilang dia satu-satunya Jendral yang rumahnya terburuk untuk seorang jenderal.

"Lihat rumah saya kalau sudah bebas. Rumah saya di Condet," cerita Syahganda meniru Napoleon.

Pandangan Ahmad Yani

Sementara itu, Ahmad Yani (kuasa hukum) merespons beberapa pihak membahas Napoleon. Salah satunya dari PBNU, yaitu Ramadi Ahmad. Dia menuduh surat terbuka Napoleon sengaja disebarkan untuk mencari simpati publik.

"Saya kira Pak Napoleon tidak dalam konteks untuk mencari simpati publik. Dia bukan politisi, tidak ada kepentingannya untuk dapat dukungan publik. Ada juga pernyataan dari kawan-kawan kita dari PBNU juga memberikan dukungan kan kepada Napoleon Bonaparte.

Tapi menurut saya, itu yang selalu saya ingatkan betul kepada pemerintah saat ini. Mengenai suasana keterbelahan, suasana penodaan agama marak terjadi tujuh tahun belakangan ini.

Sebelum itu kita tidak pernah mendengar peristiwa-peristiwa semacam itu. Kalau pun ada langsung diambil dan diproses. Ingat Permadi? Itu kan cepat diproses. Kasus nabi palsu langsung diambil, selesai.

Terus yang mengaku jibril, Lia Amirudin, juga cepat selesai.

Nah ini sekarang ada orang yang berulangkali nantang bahkan bahkan Abu Janda hanya sempat diam sebentar, sekarang ngoceh lagi. Menyatakan Islam agama teroris. Itu jelas penodaan agama, tapi kan tidak diproses.

Deni Siregar menyatakan santri-santri itu bibit teroris dan lain sebagainya. Bahkan ada yang sekarang ini yang menyatakan santri yang tidak mau mendengar lagu dituduh bibit-bibit ekstrem. Padahal, tidak mau mendengar lagu-lagu itu kan bagian cara menghafal Al-Quran.

Menurut Yani, sekarang penistaan model begitu marak dan tumbuh subur saat ini. Itu yang menurut saya seperti api dalam sekam.

Kalau kita tanya orang tua-tua dulu, dia bilang peristiwa semacam itu, pernah dia alami menjelang peristiwa G30S PKI. Istilah-istilah kadrun mulai muncul lagi. Itu kan teror-teror yang pernah dikeluarkan oleh PKI. Terus orang-orang yang anti Arab mengolok-olok Arab.

Mereka sesungguhnya Islamfobia, bukan soal Arab. Tapi diselubungkan sedemikian rupa. Itu mendapatkan tempat di negara kita yang berasaskan Pancasila yang berketuhanan yang maha Esa.

Ini yang menurut saya, ada unsur pembiaran yang luar biasa. Kalau katup-katup saluran resmi yang dianggap tempat mencari keadilan itu sudah tumpul, sudah tidak mungkin maka rakyat akan mencari jalannya sendiri. Itu yang berbahaya.

Napoleon bertindak terhadap M. Kece untuk membongkar saluran yang tersumbat itu. Orang seperti M. Kece memang bisa membahayakan persatuan dan kesatuan serta perpecahan umat beragama.

Napoleon Bonaparte pasti merasakan pengalaman traumatis itu karena dia mantan densus. Pasti punya data-data lengkap.

Dia membuat surat terbuka tentu dengan pertimbangan dan proyeksi masa depan. Itulah saya katakan, sesungguhnya harusnya Napoleon diberi reward. Bukan kita maki-maki. Diberikan reward penghargaan memberikan kanalisasi untuk menyalurkan hal-hal seperti itu.

Kalau tidak, kita tidak bisa membayangkan ledakannya. Perumpaman balon yang bisa meledak, tapi kalau dilubangin sedikit membuat ada ventilasi. Itu konteksnya mengapa saya bilang, seharusnya kita memberikan penghargaan kepada Napoleon Bonaparte yang mampu menampung kemarahan umat baik di dalan maupun di luar," panjang lebar Yani memaparkan.

Syahganda menimpali. Napoleon memang selalu bilang pemimpin itu harus berani menanggung risiko. Dalam soal M Kece demi menciptakan ventilasi Napoleon memikul risikonya sendiri. Napoleon ini orang luar biasa.

Saya ulangi. Saya baru ketemu orang seperti dia yang leadership-nya tinggi dan pinter sekali. Bahasa inggrisnya fasih seperti orang inggris. Kelebihan Napoleon yang lain, dia family man, demokrasi dengan anak, anaknya sekolah di Amerika di NewYork. Jangan lagi bilang dia radikal Islam, dia bukan radikal Islam.Kita tidak boleh berstigma bahwa dia itu jadi terpengaruh Habib Rizieq atau tidak. Dia manusia inspiring.

Kenapa kamu namanya Napoleon? Saya pernah tanya begitu. Jawabnya: Karena bapak saya pengagum jendral Napoleon Bonaparte, jendral yang paling berpengaruih sepanjang sejarah dunia yang menjadi emperor Perancis.

Bapaknya menitip pesan kepadanya supaya berlaku seperti Napoleon Bonaparte Itulah yang membuatnya tersandera oleh nama besar Napoleon. Dia juga bercita-cita seumur hidup pengin seperti Napoleon Bonaparte. 

[SIMAK VIDEO]
Baca juga :