[PORTAL-ISLAM.ID] Habib Rizieq Shihab didakwa melakukan penghasutan sehingga menimbulkan kerumunan di Petamburan yang dianggap melanggar aturan mengenai pandemi virus Corona (COVID-19). Dalam eksepsinya, tim pengacara Habib Rizieq mengatakan adanya kriminalisasi terhadap Habib Rizieq tidak lepas dari bagian operasi intelijen berskala besar.
Awalnya tim pengacara Habib Rizieq berbicara terkait gerakan 212 yang fenomenal karena disorot nasional hingga internasional. Namun Habib Rizieq dan gerakannya dituduh macam-macam dengan stigma anti-Pancasila, anti-Bhinneka Tunggal Ika, dan anti-NKRI.
"Habib Rizieq Shihab dikriminalisasi dan gerakannya coba dipadamkan dengan berbagai cara agar para antek 'Aseng' dan asing tetap nyaman menjajah dan menjarah harta kekayaan NKRI. Oleh karena itu, bagi pribumi Indonesia yang sadar akan hal ini, gerakan 212 telah membangkitkan semangat pribumi untuk memerdekakan kembali negeri ini untuk yang kedua kalinya setelah melihat aset-aset strategis NKRI telah jatuh kembali ke tangan para VOC baru yang direpresentasikan oleh kaum oligark dan rezim zalim, dungu, dan pandir di NKRI," kata tim pengacara Habib Rizieq membacakan eksepsinya dalam sidang di PN Jaktim, Jakarta Timur, Jumat (19/3/2021).
Dalam eksepsinya, tim pengacara Habib Rizieq juga memaparkan upaya kriminalisasi terhadap kliennya justru merupakan bagian dari operasi intelijen berskala besar.
"Bila dilihat dari apa yang diperjuangkan oleh Habib Rizieq Shihab dan kawan-kawan, sebagaimana yang dialami oleh Proklamator Ir Sukarno seperti riwayat yang kami kutipkan di atas, jelas bahwa kriminalisasi Habib Rizieq Shihab dalam perkara a quo tidak lepas dan merupakan bagian dari operasi intelijen berskala besar (OIBB) oleh rezim zalim, dungu, dan pandir," kata tim pengacara Habib Rizieq.
Operasi intelijen berskala besar ini terdiri dari :
1. Operasi black propaganda terhadap Habib Rizieq Shihab dan FPI;
2. Operasi Kontra narasi terhadap Habib Rizieq Shihab dan FPI;
3. Operasi pencegahan kepulangan Habib Rizieq Shihab dari Saudi walau gagal mencegah Habib Rizieq Shihab pulang tapi berhasil menghambat dan mengganggu kepulangan sehingga membutuhkan waktu 3,5 tahun baru Habib Rizieq Shihab bisa pulang;
4. Operasi penggalangan tokoh masyarakat dan tokoh agama di berbagai provinsi untuk menolak keberadaan Habib Rizieq Shihab dan FPI;
5. Operasi konyol penurunan baliho di berbagai tempat oleh aparat yang bukan tupoksinya;
6. Operasi konyol mengerahkan komando operasi khusus hanya sekadar untuk membunyikan sirene di Petamburan;
7. Operasi pembantaian pengawal Habib Rizieq Shihab; dan
8. Operasi surveillance dan penjejakan terhadap Habib Rizieq Shihab sehari 24 jam, seminggu 7 hari, sebulan 30 hari, setahun 365 hari.
Tim pengacara Rizieq menilai perkara Habib Rizieq adalah politik dan merupakan bentuk lanjutan dari operasi intelijen berskala besar. Lebih lanjut tim pengacara Habib Rizieq menilai proses persidangan tersebut tidak sesuai dengan locus dan delicti peristiwa tindak pidana.
"Bukti paling nyata bahwa persidangan ini adalah lanjutan dari operasi intelijen berskala besar adalah persidangan tidak dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Yaitu, persidangan tidak dilakukan pada locus delicti peristiwa yang didakwakan, pasal-pasal yang didakwakan mengarah pada pasal-pasal dengan ancaman yang bermotif politik seperti penerapan Pasal 10 dan 35 KUHP serta pasal-pasal selundupan lainnya, persidangan dilakukan melalui sidang elektronik, padahal tidak ada satu pun UU yang membolehkan," ujarnya.
"Penerapan pasal yang tidak pada tempatnya, penambahan pasal-pasal yang terus terjadi untuk memperberat ancaman hukuman dan pasal-pasal yang bisa digunakan hanya agar Habib Rizieq Shihab bisa ditahan selama mungkin karena ada agenda politik yang menghendaki," ungkap tim pengacara Rizieq.
Tim kuasa hukum Habib Rizieq juga meminta kasusnya dibatalkan karena sudah membayar Rp 50 juta denda pelanggaran PSBB.
"Perlu kami sampaikan bahwa, Habib Rizieq Shihab dan Front Pembela Islam (FPI) telah membayar sanksi denda administratif sebesar Rp 50.000.000 di kantor Sekretariat LPI, Petamburan, Jakarta Pusat, pada Minggu, 15 November 2020," kata tim pengacara Habib Rizieq.
Tim kuasa hukum Habib Rizieq menilai denda administratif tersebut dikenakan karena FPI dan Habib Rizieq Shihab dianggap telah melakukan pelanggaran protokol kesehatan pencegahan COVID-19 sehingga menimbulkan kerumunan. Hal tersebut tertuang dan diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 79 Tahun 2020 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 80 Tahun 2020, hingga Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang berujung pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pengacara Habib Rizieq mengatakan mestinya kedatangan Habib Rizieq dari luar negeri merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.
"Perlu kita ketahui bersama, pada hari kedatangan Habib Rizieq, secara yuridis merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah," kata tim pengacara.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 4 juncto Pasal 1 Angka 1UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yaitu:
"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat melalui penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan."
"Kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat."
"Pemerintah dengan segala kelengkapan yang dimiliki seharusnya sudah mengetahui dan menyiapkan antisipasi terhadap banyaknya warga negara yang datang bukan dengan menyiapkan penerapan pasal-pasal pidana," kata tim pengacara Habib Rizieq.
Tim pengacara Habib Rizieq menilai dalam UU Kekarantinaan Kesehatan mendahulukan pencegahan, bukan hukuman.
"Karena roh dari kekarantinaan kesehatan adalah pencegahan, bukan punishment. Kedua peristiwa itu dapat dikatakan kegagalan dalam pengelolaan administrasi negara dan kekarantinaan kesehatan atau justru merupakan 'conflict engineering'," sambungnya.
"Maka sanksi denda administratif yang dijatuhkan terhadap Habib Rizieq Shihab telah sesuai dengan ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, sehingga terhadap Habib Rizieq Shihab tidak dapat lagi dilakukan proses hukum (nebis in idem) sesuai dengan ketentuan Pasal 76 KUHP," ujarnya.
Tim kuasa hukum Habib Rizieq menilai semestinya proses hukum peradilan lebih mengutamakan restorative justice. Restorative justice merupakan konsep yang didasarkan pada tujuan hukum sebagai upaya dalam menyelesaikan konflik dengan perdamaian.
"Oleh karenanya, sudah sepatutnya proses perkara dalam peristiwa Maulid dan pernikahan anak beliau di Petamburan harus dinyatakan batal demi hukum," ujar tim kuasa hukum Habib Rizieq. [detik]