UJUNG-UJUNGNYA 2024
By Naniek S Deyang
Apapun alasan pemerintah untuk ngotot tidak mau merevisi UU Pemilu hingga tetap menunda Pilkada tahun 2022 dan 2023, tapi mau Pilkada tahun 2024, bareng atau serentak Pilpres dan Pileg, tetap menimbulkan tanda tanya besar. Apalagi diketahui sampai pimpinan negara pun harus melobi ketua-ketua partai.
Anehnya DPR yang tadinya justru bersemangat mengajukan revisi, malah sekarang terkesan membeo alias mengikuti kemauan pemerintah, kecuali Demokrat dan PKS yang masih menginginkan adanya revisi UU Pemilu, sehingga Pilkada dilakukan di tahun 2022 dan 2023, sesui dengan berakhirnya masa jabatan para Kepala Daerah. Salah satu yang masa jabatannya habis itu Gubernur DKI.
Meski saya bisa mengira-ngira apa dibalik semua itu, tapi saya tutup mata saja, pura-pura gak tau.
Saya hanya akan menulis betapa powefullnya Pemerintah cq Depdagri. Bayangkan Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya di tahun 2022 dan 2023 itu sebanyak 272 (Gubernur, Bupati dan Walikota).
Artinya selama 2-3 tahun 272 kepala daerah akan dijabat oleh PLT!!!
Siapa yang jadi PLT? ya PNS yang akan ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri! Ini gokil abis mungkin baru kali ini dalam sejarah Indonesia merdeka 272 kepala daerah dijabat PLT dan dalam jangka waktu sampai bertahun-tahun.
Karena dalam UU administrasi apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan PLT masih "abu-abu", maka bisa dibayangkan betap kisruhnya suatu pemerintahan daerah bila nanti PLT mengambil kebijakan-kebijakan yang justru kontra produktif dari kepala daerah yang masa jabatannya habis. Peluang-peluang terjadinya penyimpangan atau korupsi juga besar, karena PLT tidak punya beban moral pada rakyat.
Note: Tambahan pendapat pengamat
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan akan ada sekitar 272 pelaksana tugas, penjabat, atau penjabat sementara kepala daerah jika pilkada digelar serentak pada 2024. Para kepala daerah sementara itu akan ditunjuk oleh Presiden (untuk gubernur) dan Menteri Dalam Negeri (kabupaten/kota).
Menurut Burhanuddin, ini menjadi masalah dari sisi legitimasi dan demokrasi. Para PLT dan penjabat kepala daerah itu bukan hasil pilihan rakyat secara langsung. Kewenangan mereka pun terbatas dalam menentukan kebijakan.
Selain itu, lanjut Burhanuddin, keberadaan PLT dan penjabat kepala daerah dalam pilkada ini memiliki implikasi ke Pemilu 2024, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.
Burhanuddin menuturkan, yang akan habis masa jabatan di 2022 dan 2023 ialah para kepala daerah di Jawa dan Sumatera. Seperti Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.
Daerah-daerah itu memiliki basis populasi pemilih yang besar.
"Kalau misalnya muncul dugaan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) untuk kepentingan 2024 baik pileg maupun pilpres, karena penggunaan PLT atau penjabat, saya khawatir legitimasi hasil Pemilu 2024 dipersoalkan," kata Burhanuddin.
[fb]