Oleh: Erizal
(Pengamat Politik)
Politik berubah cepat. Baru kemarin rasanya Prabowo atau Gerindra mengumumkan bakal memastikan sikap politiknya, apakah akan berada di dalam atau di luar pemerintahan? Yakni, tanggal 17 Oktober. Ternyata, keesokan harinya (11 Oktober), Prabowo dan Presiden Jokowi sudah bertemu di Istana. Sehari sebelumnya, SBY, Ketua Umum Partai Demokrat, juga sudah bertemu Presiden Jokowi di Istana.
Agaknya, yang bergerak cepat itu Presiden Jokowi. Prabowo tak "dibiarkan" menunggu sampai tanggal 17 Oktober. Kalau bisa lebih cepat, kenapa harus menunggu lebih lama? Politik bisa liar. Dan tak hanya Prabowo, yang dibiarkan menunggu lebih lama, juga SBY. Akan seperti apa bentuknya, entahlah? Tentu tak seorang pun yang tahu, kecuali mereka yang sudah membuat kesepakatan, kedua belah pihak. Pada masanya, akan ketahuan juga.
Tapi, besar kemungkinan, dari gelagat kedua belah pihak, baik Prabowo maupun SBY, akan diberikan bagian yang memadai di dalam pemerintahan. Kalau tak penuh ke atas, penuh ke bawah. Pokoknya, ada dan memadai sesuai kapasitas masing-masing. Presiden Jokowi tentu tak akan menempatkan keduanya di tempat yang tak semestinya. Utamanya SBY, tentu paham betul psikologi yang sedang dihadapi Presiden Jokowi. Tapi, menunggu juga ada batasnya.
Bahwa Presiden Jokowi menghadapi tekanan yang tak kecil, itu tak bisa dibantah. Luar dan dalam. Masalah-masalah yang rumit dan pelik. Tekanan dari mana-mana. Ancaman demo besar-besaran. Desakan Perppu KPK, dan lain-lain. Bersatu-padu pun belum tentu bisa dengan mudah keluar dari segala masalah yang dihadapi. Apalagi berpecah-belah, terpolarisasi secara tajam. Musibah yang dialami Wiranto, yang justru tak membawa rasa iba publik, itu menjadi catatan. Ada yang terlalu dalam tertanam yang entah apa, tapi tak bagus untuk terus dipelihara negara-bangsa ini.
Tersisa PAN. Awal-awal dulu sudah ada komunikasi antara Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, dengan Presiden Jokowi. Bagaimana kelanjutannya, belum jelas. Tapi tentunya PAN tak sedang buru-buru. Kursi Wakil Ketua MPR yang masih diduduki Zulkifli Hasan, itu hanya seperti turun satu tingkat saja. Sudah lumayan.
Kalau PKS, sudah mantap sebagai oposisi. Presiden Jokowi juga tak memberi tempat. Rasa jiwa PKS memang cocok sebagai oposisi.
Jadi, memang tak ada lagi yang ditunggu.
(12/10/2019)