Kecurangan Racun Demokrasi


[PORTAL-ISLAM.ID]  Kalau Monumen nasional (monas) kini tetap berdirih koko di jantung kota Jakarta sebagai ibu kota negara, itu karena dibangun di atas pondasi yang kuat tak tergoyahkan oleh cuaca apa pun. Sebagian orang kemudian menyebut monas sebagai lambang kekuatan dan kekokohan bangsa Indonesia, sebagaimana dalam sejarah berdirinya dimaksudkan sebagai simbol semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan.

Kalau demokrasi dianalogikan sebagai bangunan besar menjulang tinggi, sudah pasti kekokohannya sangat ditentukan oleh kekuatan pondasinya. Dalam kajian literatur demokrasi, dapat disimpulkan bahwa ada dua pondasi utama tempat berdirinya bangunan demokrasi, yaitu “keadilan hukum” dan “keadilan ekonomi”. Kalau dua pondasi utama ini tidak mampu menghadirkan keadilan, perlahan tapi pasti bagunan demokrasi itu akan roboh.

Alasan pembenaranya karena nilai-nilai dasar demokrasi itu adalah keadilan, kejujuran, kebenaran, dan transparansi.

Lalu siapa yang harus menghadirkan dan menjaga nilai-nilai dasar demokrasi itu? Jawabannya, tentu negara dengan segala elemennya. Artinya, kalau elemen-elemen negara mengedepankan keadilan, kejujuran, kebenaran, dan transparansi dalam pengelolaan negara, secara otomatis bangunan demokrasi dengan sendirinya akan berdiri kokoh.

Itu berarti ketidakadilan, ketidakjujuran, ketidakbenaran, atau ketidakterbukaan, yang berada dalam payung kecurangan bukanlah bagian dari demokrasi, tetapi racun mematikan bagi demokrasi.

Itulah mungkin salah satu penyebabnya Plato menyarankan kita memilih pemimpin berdasarkan kebaikan dan kearifan, lebih daripada kelihaian dan kharisma.

Penulis: Ruslan Ismail Mage
Baca juga :