Apa yang Kau Cari, Agum Gumelar?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Sebelum menulis artikel ini, lama saya merenung untuk mencerna pernyataan Jend (Purn) Agum Gumelar yang tiba-tiba membuat pernyataan bahwa dirinya mengetahui persis tempat sejumlah Aktivis ’98 yang dibunuh dan dibuang oleh Tim Mawar dalam peristiwa kerusuhan 1998.

Setelah flashback ke belakang, saya menyimpulkan statement Agum tersebut lebih bernuansa politik ketimbang upaya serius untuk membongkar kasus penculikan aktivis 1998.

Makanya tidak heran kalau salah satu teman saya di FB berkomentar: “Basi, pak..!! Kalau memang Prabowo bersalah, kok bisa mencalonkan jadi Presiden sampai tiga kali?”.

Bahkan salah satu Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS), Nicholay Aprilindo, Alumnus PPSA XVII LEMHANNAS RI-2011, dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Agum Gumelar menyatakan,
“Kalau benar Anda tahu tentang rahasia peristiwa pelanggaran HAM tahun 1998 dan tahu di mana mayat para korban penculikan, kenapa Anda tidak melaporkan itu pada Presiden Jokowi dan presiden sebelumnya seperti BJ.Habibie, Gus Dur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyoni ? Kenapa Anda tidak melaporkan itu ke Komnas HAM serta kejaksaan agung ? Kenapa waktu Megawati Soekarnoputeri berpasangan dengan Prabowo Subianto pada saat maju sebagai capres-cawapres tahun 2009, Anda tidak ‘bernyanyi’?”.

Nicholay benar. Jika Agum benar-benar mengetahui fakta tempat Aktivis 98 dibunuh dan dibuang namun tidak dilaporkan, maka dari sisi hukum Agum bisa terkena delik karena dianggap menyembunyikan kejahatan.

Seharusnya dengan kedudukannya sekarang sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Agum Gumelar bisa mengungkapkan peristiwa tersebut.

Pasal 221 KUHP menyebutkan, jika seseorang mengetahui sebuah fakta/peristiwa kejahatan (pidana) namun menyembunyikan kejadian tersebut, maka yang bersangkutan bisa dijerat hukum.

Ancaman hukuman bagi seseorang yang menyembunyikan pelaku kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan, pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 4.500.

Supaya kasus penculikan aktivis 98 ini tidak sekedar ramai di media, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengimbau agar Agum Gumelar melaporkan kepada Kejaksaan Agung.

“Jadi jangan sampai hanya ramai di media. Hanya ramai lima tahun sekali. Setelah kampanye selesai orang-orang yang memiliki informasi kemudian tak berkata apa-apa lagi,”  kata Beka Ulung Hapsara, sebagaimana diberitakan portal CNN.

Agum Gumelar dalam sebuah diskusi mengaku mengetahui informasi seputar kasus penculikan aktivis 98 yang menyeret calon presiden Prabowo Subianto selaku mantan Danjen Kopassus.

Agum sendiri pernah menjadi Danjen Kopassus sebelum Prabowo Subianto. Dia juga pernah menjadi anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP), tim yang dibentuk untuk mengusut kasus penculikan aktivis 98.

Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azar menilai, pernyataan Agum Gumelar sebagai hal yang  katro alias kampungan.

Isu pelanggaran HAM dan penculikan aktivis 98 seolah sudah menjadi komoditas politik lima tahunan terutama menjelang Pilpres seperti sekarang.

“Katro lah, katro. Lima tahun lalu juga ngomong kaya gitu, terus habis ngomong, begitu jagoannya [Jokowi] menang, mana? Kok tidak diselesaikan kasusnya,” ujar Haris Azhar sebagaimana dikutip portal berita Tirto.

Orang sekaliber Agum Gumelar, seorang jenderal purnawirawan yang telah malang melintang di dunia militer dan birokrasi sebagai menteri, seharusnya sudah memiliki jiwa sapta marga dan memahami Sumpah Prajurit. Sehingga tidak sembarangan dalam melontarkan pernyataan tentang pihak lain apalagi hal ini menyangkut isu pelanggaran HAM.

Sikap jujur dan kesatria merupakan bekal utama bagi setiap Prajurit Komando. Sangat disayangkan jika pencapaian tertinggi dalam militer yang pernah diraih Agum Gumelar kemudian sirna begitu saja hanya karena syahwat politik.

Hal itu bisa mengurangi rasa respek dan apresiasi masyarakat kepada Agum Gumelar. Sebaliknya jika Kang Agum benar-benar ingin menyingkap peristiwa kelam tahun 1998, bisa memberikan kepastian hukum bagi keluarga para aktivis korban penculikan aktivis 98.

Saya yakin Kang Agum walupun sudah purnawirawan, mengetahui makna sapta marga dan sumpah prajurit. Tapi Saya juga heran, mengapa Si Akang tiba-tiba melontarkan pernyataan yang lebih bersifat sensasi politik murahan. Apakah sebenarnya yang hendak dicari dan dicapai Agum Gumelar di usianya sekarang yang 73 tahun ?

Pernyataan Agum Gumelar tentang pelanggaran HAM yang dituduhkan pada Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto seperti “menepuk air didulang terpercik muka sendiri”. Lima tahun lalu, tuduhan serupa dilontarkan oleh Timses Jokowi.

Sebagai orang yang mengetahui dan terlibat dalam sejarah proses peralihan kepemimpinan pada tahun 1998, Agum Gumelar seharusnya bisa membongkar tabir yang selama ini masih belum terungkap semuanya.

Sekarang ini masyarakat menilai pernyataan Agum bagaikan “buruk rupa cermin dibelah”. Bahkan Agum dinilai seperti “melihat kuman diseberang lautan namun gajah di depan mata sendiri tidak tampak”.

Semoga Agum Gumelar memahami makna peribahasa ini: Barangsiapa menabur angin, dia akan menuai badai. Wallohu A’lam.

Penulis: Tjahja Gunawan
Baca juga :