UTANG DAN PERMUSUHAN

UTANG DAN PERMUSUHAN

Berutang itu di dalam Islam diperbolehkan kalau memang ada kebutuhan yang mendesak, dimana pada waktu itu tidak ada sediki pun uang atau sesuatu yang bisa dijual atau digadaikan untuk memenuhi kebutuhannya.

Namun walaupun demikian, seseorang tidak boleh bermudah-mudahan dalam berutang. Karena orang yang memilki utang, dipastikan hidupnya tidak tenang, sedih dan susah, apalagi sudah dekat jatuh tempo untuk melunasinya.

Utang piutang pun sering menjadi penyebab terjadinya perselisihan, pertengkaran dan permusuhan.

Dan juga orang yang memiliki utang, yang tidak sempat membayar utangnya di dunia, maka nanti di akhirat akan diambil pahala kebaikan-kebaikannya oleh orang yang menghutangi.

Oleh karena itulah, bertekadlah, berusahalah dan beritikad baiklah untuk melunasi utangnya, jangan sampai menjadi orang yang bangkrut di akhirat.

Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu berkata:

إِيَّاكُمْ وَالدَّيْنَ فَإِنَّ أَوَّلَهُ هَمٌّ وَآخِرَهُ حَرْبٌ. رواه مالك في الموطأ ٢٢٣٩

"Hati-hatilah kalian dari berutang, maka sesungguhnya awalnya adalah kesedihan (kesusahan) dan akhirnya adalah peperangan (permusuhan)." (Riwayat Imam Malik - Al Muwaththa 2239).

Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma:

يا حمران ! اتق الله ولا تمت وعليك دين ، فيؤخذ من حسناتك ، لا دينار ثَمَّ ولا درهم

"Ya Humron, bertakwalah (takutlah) kepada Allah, janganlah kamu mati dan dirimu memiliki utang, maka (di akhirat nanti) akan diambil kebaikan-kebaikanmu. (pada waktu itu) tidak ada gunanya dinar dan dirham disana." (Riwayat Mushannaf Abdul Rozzak 3/57).

Bagi yang mengutangkan hendaklah mengingatkan kepada yang berutang untuk membayar utangnya dengan baik, tidak berlaku kasar atau mengintimidasi.

Dan yang ditagihpun harus bersikap baik, jangan menghindar atau jangan bersikap galak dan beringas. Sampaikan permintaan maafnya kalau memang belum punya uang dan dalam keadaan kesulitan untuk membayar utangnya. Jangan berdusta dan tidak berkata jujur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ طَلَبَ حَقًّا فَلْيَطْلُبْهُ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ

“Siapa saja yang ingin meminta haknya, hendaklah dia meminta dengan cara yang baik baik pada orang yang mau menunaikan ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 1965. Hadist shohih).

Sebaliknya juga yang mengutangkan kalau betul dan memang demikian keadaan orang yang diutangi (dalam keadaan kesusahan dan tidak ada harta lagi yang bisa dijual untuk melunasi utangnya), maka berilah tangguh kembali dan lebih baik lagi kalau membebaskan utangnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ

“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah (di alam mahsyar nanti).” (HR. Muslim)

Dari Sulaiman bin Buraidah rahimahullah dari ayahnya,

من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة

“Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan, dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. Berkata Syaikh Al Albani : Hadits Shohih)

Yang punya utang, niatkan yang kuat untuk melunasi utang, niscaya Allah Ta'ala mudahkan baginya untuk melunasi utangnya.

Nabi shollallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ كَانَتْ لَهُ نِيَّةٌ فِي أَدَاءِ دَيْنِهِ ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِنَ اللَّهِ عَوْنٌ

"Tidak ada seorang hamba pun yang mempunyai niat untuk melunasi hutangnya, melainkan dia akan mendapatkan pertolongan dari Allah untuk melunasinya." (Riwayat al-Hakim dalam Al-Mustadrak no: 2164 dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah).

(Arief Mutaqin)
Baca juga :