Para Panglima Tanah Rempang

Netizen menyebutnya "Para Panglima Tanah Rempang", tapi pihak polisi menyebutnya "Provokator". 

👇👇
Polisi Tetapkan 7 Tersangka Bentrok Rempang Batam, Disebut Provokator

Kepolisian telah menetapkan setidaknya tujuh tersangka terkait bentrok saat upaya relokasi kampung untuk pengembangan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City, Batam, Kepulauan Riau.

Kasi Humas Polresta Barelang AKP Tigor Sidabariba mengatakan sejatinya kepolisian mengamankan delapan orang dari kericuhan yang terjadi pada Kamis (7/9/2023). Saat ini, kata Tigor, Polres telah menetapkan tujuh di antaranya sebagai tersangka.

"Delapan yang diamankan. Tersangka 7, itu sudah pasti dan sudah dibuat surat penangkapan dan dijadikan tersangka," kata Tigor saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Jumat (8/9/2023) siang.

Tigor menyampaikan ketujuh orang itu dijadikan tersangka karena dianggap sebagai provokator saat terjadi bentrok warga dan aparat. Dia juga mengklaim pihaknya telah mengantongi bukti-bukti hingga ketujuh orang itu bisa dinyatakan sebagai tersangka.

"Ada yang bawa golok, bom molotov. Jelas-jelas penindakan itu dilakukan tidak sembarang tangkap. Artinya kita sudah punya buktinya, sudah dideteksi," jelas dia.

Sementara itu, Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri menyebut jika ada orang yang melanggar hukum pemblokiran jalan, mengancam petugas, atau melawan petugas itu termasuk pelanggaran hukum.

"Di situ negara harus hadir dan tidak boleh kalah dengan orang atau sekelompok seperti itu," kata dia dalam keterangan tertulisnya.

Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau mengungkapkan ada tujuh warga yang menolak relokasi untuk pengembangan proyek PSN Rempang Eco City ditangkap Polresta Barelang.

Koordinator Media dan Pemantauan Penegakan Hukum Walhi Riau, Ahlul Fadli menyebut tujuh warga itu ditangkap sejak kemarin, Kamis (7/9) dan hingga saat ini belum juga dibebaskan.

"Tujuh orang ditangkap," kata Ahlul kepada CNNIndonesia.com, Jumat pagi.

Ahlul mengatakan tujuh warga itu ditangkap kepolisian karena dituduh menjadi provokator. Dia menyebut Walhi mengecam penangkapan tujuh orang itu.

Ahlul mengatakan Walhi juga meminta agar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengambil sikap atas situasi yang terjadi di Rempang. Menurutnya, penyemprotan gas air mata yang dilakukan oleh kepolisian kepada warga penolak relokasi adalah tindakan represif yang tidak bisa dibenarkan.

"Kami minta Presiden bersikap tegas menghadapi situasi ini," ujarnya.

"Sisa satu tahun pemerintah Jokowi harus tegas berpihak pada masyarakat adat, khususnya 16 masyarakat kampung melayu tua yang punya riwayat dalam pembentukan negara ini," imbuh Ahlul.

Lebih lanjut, kata Ahlul, Walhi mendesak Kapolri dan Panglima TNI untuk mencopot seluruh pimpinan yang terlibat dalam mengorganisir tindakan yang sudah jelas berpotensi bentrok.

"Rasanya sudah cukup negara ini harus mengorbankan masyarakat adat dalam pembangunan, termasuk ketika pembangunan Batam," ucap dia.

Sebelumnya, aparat gabungan TNI-Polri bentrok dengan warga yang menolak direlokasi untuk pengembangan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, Kamis (7/9/2023).

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) lewat akun twitternya mengatakan bentrok itu bermula ketika warga menolak pemasangan patok sebagai langkah untuk merelokasi. Pasalnya, kata YLBHI, TNI-Polri memaksa masuk ke wilayah warga. Informasi tersebut telah dikonfirmasi Ketua YLBHI Muhammad Isnur.

"Aparat gabungan dari beragam kesatuan dengan mengendarai 60 armada kendaraan sedang berupaya masuk ke Pulau Rempang, Kota Batam Provinsi Riau," tulis YLBHI.

"Kegiatan ini jelas mendapat penolakan dari mayoritas penduduk 16 kampung Melayu Tua karena tujuan pemasangan patok ini merupakan rangkaian kegiatan yang hendak memindahkan warga dari kampungnya," lanjutnya.

Belasan anak sekolah juga terkena gas air mata. Antara melaporkan beberapa siswa sekolah dibawa ke rumah sakit akibat terkena gas air mata yang terbawa angin. Lokasi anak-anak itu tidak jauh dari titik keributan.

Baca juga :