Tere Liye: PDIP, meskipun elit partainya korup, tetap diidolakan habis-habisan oleh sebagian rakyat

Pemberantasan Korupsi

By TERE LIYE

Salah-satu indikator untuk melihat apakah sebuah negara masih korup atau tidak adalah dengan merujuk 'CPI' alias Corruption Perceptions Index. Skor CPI ini dibuat oleh lembaga dunia, dan tidak main2. Ini bukan survey Kartu Pra Kerja, yg kamu dikasih duit buat jawab (dengan jawaban indah semua).

Perhatikan grafik di postingan ini. Inilah grafik skor CPI Indonesia dari tahun 2004. Tahun itu, Indonesia ambyar sekali, skornya hanya 2 (skor CPI lama masih pakai range 0-10). Equvalen skor 20 dgn range sekarang yg 0-100. Indonesia ada di urutan 133.

10 tahun SBY berkuasa, skor CPI lompat 14 point, menjadi 34, ranking 107. Lantas berapa skor CPI Indonesia 2022? Balik lagi ke-34. Artinya, 7 tahun Jokowi berkuasa, tidak berubah.

Seriusan, Kawan, kita menghabiskan begitu banyak waktu sia-sia. Lihatlah, korupsi di negeri ini. Saya kira, dengan segala kecap manis 2014, janji memperkuat KPK, janji penegakan hukum, janji ini janji itu, skor Indonesia sudah jadi 45-an, masuk negara cukup bersih. Sebaliknya, yg ada stuck. Sama dengan pendapatan per kapita, stuck. Segituuuu doang. Tidak naik2 kelas.

Ironisnya, utang menjadi 3x lipat dari 2014. Dari 2.600 trilyun, menjadi 7.700 trilyun. Begitu banyak utang bertambah, hanya untuk begini2 doang.

Era 2004-2014, kita menyaksikan, Demokrat yang adalah pemenang pemilu, menjadi pencundang karena elitnya korup. Tapi yg satu ini, PDIP, sepertinya kebal, meskipun elit partainya korup juga, tetap diidolakan habis2an oleh sebagian rakyat.

Sorry, dari aspek pemberantasan korupsi, penegakan hukum, tidak ada yg spesial dari rezim sekarang. Lihatlah kasus2 korupsi di luar sana. OTT KPK memang semakin sepi. Tapi bukan berarti koruptor berkurang, melainkan pimpinan KPK-nya yg menurun kualitasnya. Bayangkan, pimpinan KPK bisa berbohong, terima gratifikasi, eh, mundur duluan sebelum diadili.

Kalian tidak sependapat? Bebas saja. Monggo, silahkan pakai data kamu. Biasakan diskusi itu pakai data valid. Data dari lembaga terpercaya, bukan hanya pakai argumen 'perasaan sy', atau data survey sepihak, apalagi survey pesanan.

*Tere Liye

(sumber: fb)

Baca juga :