Temuan BPK: PROYEK JANGGAL RP 1,46 TRILIUN Pengadaan Alat Tes Antigen Covid-19

PROYEK JANGGAL RP 1,46 TRILIUN

Audit BPK mengungkap kejanggalan dalam pengadaan alat tes antigen Covid-19 di Kementerian Kesehatan pada 2021. 

Dikempit sembilan perusahaan, proyek senilai Rp 1,46 triliun itu disinyalir menerabas banyak aturan.

👉Seabrek pengadaan bermasalah memenuhi laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kepatuhan pengadaan barang dan jasa di Kementerian Kesehatan 2020-2021. 

👉Bekerja sepanjang Oktober-Desember 2021, auditor BPK menemukan pengadaan alat tes antigen yang tak sesuai dengan kontrak, barang hasil tender belum dimanfaatkan, kelebihan pembayaran, denda keterlambatan tak dikenakan, hingga pemborosan.

👉Pemeriksaan BPK terhadap pengadaan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) senilai Rp 1,46 triliun menarik perhatian. Alat deteksi cepat Covid-19 itu ditengarai serampangan diborong oleh Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, sejak Juni 2021.

👉Satu di antara sederet temuan auditor adalah adanya pemborosan senilai Rp 314,97 miliar pada pengadaan tahap V dan VI, sekitar Agustus 2021. Sebelum itu, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan telah menggelar empat tahap pengadaan—yang juga sarat persoalan.

👉Pengadaan tahap V dan VI itu, merujuk ke laporan BPK, bermula dari kenaikan angka kasus Covid-19 periode Juni-Agustus 2021 yang mencapai 2,26 juta kasus, melebihi perkiraan awal tahun. Merespons kondisi tersebut, Sub-Direktorat Infeksi Emerging menghitung kebutuhan RDT-Ag periode September-Desember 2021. Hasil penghitungan menunjuk angka kebutuhan sebanyak 14 juta tes RDT-Ag.

👉Pengadaan RDT-Ag tahap V dan VI pun dimulai, masing-masing sebanyak 3,71 juta unit dan 2,66 juta unit alat tes. 

👉Sedikitnya empat perusahaan kebagian jatah sebagai pemasok, yakni PT ID, PT CMI, PT JMM, dan PT GIS. Keempatnya meneken kontrak pada 31 Agustus 2021.
❌Persoalan mulai muncul ketika hasil pemeriksaan stok RDT-Ag di daerah per 22 Agustus 2021 mencatat ketersediaan barang serupa sebanyak 9,83 juta unit. Angka ini belum termasuk stok di 29 kantor dinas kabupaten dan kota yang belum melapor. Laporan BPK juga mencatat, di pertengahan Agustus itu, Kementerian Kesehatan sebenarnya memperoleh hibah RDT-Ag dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) yang totalnya mencapai 2,13 juta unit. 

❌Tak pelak, ketersediaan RDT-Ag periode September-Desember 2021 mencapai 18,33 juta unit, jauh dari angka hitungan kebutuhan yang hanya 14 juta unit

❌Kelebihan pasokan akibat pengadaan V dan VI inilah yang dipersoalkan BPK sebagai pemborosan. 

"Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Subdit Infeksi Emerging, diketahui perhitungan perencanaan pengadaan tahap V dan VI tidak mempertimbangkan ketersediaan stok RDT Ag di daerah dan pusat," begitu bunyi laporan BPK.

❌Dalam laporannya, BPK menyebut pengadaan yang melebihi kebutuhan tersebut melanggar sejumlah ketentuan. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, misalnya, mewajibkan semua pihak yang terlibat dalam pengadaan harus menghindari dan mencegah pemborosan serta kebocoran keuangan negara.

(Selengkapnya baca di Koran Tempo edisi Jumat 27 Mei 2022)

Baca juga :