Suami Istri Muslim Asli Turki Dipuja Eropa dan Dunia Atas Penemuan Vaksin Pfizer BioNTech

SELURUH DUNIA TELAH LUMPUH OLEH COVID-19

DAN YANG PALING DITUNGGU SELURUH DUNIA ADALAH VAKSIN YANG BISA MENGATASI COVID-19

DAN AKHIRNYA YANG DITUNGGU-TUNGGU TELAH HADIR...

DIHADIRKAN OLEH 2 ILMUWAN SEPASANG SUAMI ISTRI MUSLIM KETURUNAN TURKI...

Inggris menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui penggunaan vaksin virus corona Pfizer / BioNTech secara luas.

Regulator Inggris, MHRA, Rabu (2/12/2020), mengatakan vaksin yang menawarkan perlindungan hingga 95% terhadap Covid-19 ini, aman untuk diluncurkan.

Vaksinasi dapat dimulai dalam beberapa hari mendatang untuk orang-orang dalam kelompok prioritas tinggi.

Inggris telah memesan 40 juta dosis - cukup untuk memvaksinasi 20 juta orang, masing-masing mendapat dua suntikan. Sekitar 10 juta dosis akan segera tersedia.

Ini adalah vaksin tercepat yang pernah dikembangkan. Prosesnya hanya membutuhkan waktu 10 bulan dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan vaksin yang sama, yang biasanya berlangsung selama satu dekade.

Sepasang Suami-Istri Muslim Turki

Vaksin Pfizer / BioNTech ini adalah hasil penemuan dan pengembangan sepasang suami-istri muslim keturunan Turki, Prof. Ugur Sahin dan Dr. Özlem Tu¨reci.

Prof. Ugur Sahin, pria kelahiran Turki berusia 55 tahun, adalah CEO perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech. Ia mendirikannya bersama istri dan sesama anggota dewan direktur Dr. Özlem Tu¨reci, 53 tahun.

BioNTech dan mitranya di AS, Pfizer, mengumumkan bahwa vaksin mereka mampu mencegah lebih dari 90% orang menderita Covid-19, menurut hasil uji coba Tahap 3.

Kemajuan secepat ini dalam pengembangan vaksin baru pertama kali terjadi di dunia — biasanya, penelitian dan uji coba vaksin membutuhkan waktu tujuh atau delapan tahun. Tim riset Covid di BioNTech diberi julukan "Project Lightspeed" (Proyek Kecepatan Cahaya).

Prof. Sahin dan Dr. Tu¨reci adalah spesialis imunoterapi yang sebelumnya fokus meneliti pasien kanker: mereka menggunakan molekul messenger RNA (mRNA) untuk memicu produksi protein tertentu dalam sel, yang kemudian dapat melatih sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker.

Prof. Sahin menyadari bahwa peran mRNA dalam mengirimkan instruksi genetik ke dalam sel dapat diadaptasi untuk melawan virus corona. Idenya adalah mengelabui sistem kekebalan tubuh dengan protein virus, sehingga antibodi kemudian dapat menyerang virus yang asli.

Ketika berita tentang virus corona dilaporkan pada Januari lalu, berdasarkan data dari wabah di Wuhan, China, BioNTech sudah dalam posisi yang bagus, karena mereka telah bekerja sama dengan Pfizer pada 2018 untuk mengembangkan vaksin flu berbasis mRNA.

Ugur Sahin sendiri menyebut hasil penemuan ini sebagai "tonggak sejarah".

Inovasi dari anak imigran Turki

Prof. Sahin dan Dr. Tu¨reci mendirikan BioNTech di kota Mainz, Jerman bagian barat pada tahun 2008.

Keduanya adalah anak dari imigran Turki. Ugur Sahin berusia empat tahun ketika pindah ke Jerman bersama ibunya untuk bergabung dengan ayahnya, yang bekerja di pabrik Ford di Koln.

Ugur Sahin belajar ilmu kedokteran di Universitas Cologne, dan berkata ia sering tinggal di lab hingga larut malam sebelum bersepeda pulang ke rumah. Sampai hari ini, ia masih bersepeda ke kantor.

"Ia tidak pernah berubah, selalu sangat rendah hati dan menarik," kata Matthias Kromayer dari firma modal ventura MIG AG, yang berinvestasi di BioNTech sejak awal.

Sebelum pandemi, BioNTech meneliti perawatan kanker individual berdasarkan sistem kekebalan, tetapi sejauh ini belum satu pun obatnya mencapai tahap persetujuan.

Sementara, Özlem Tu¨reci tumbuh dewasa dengan dipengaruhi oleh ayahnya, seorang dokter yang membuka praktik pribadi di rumah. "Saya tidak bisa membayangkan profesi lain bahkan ketika saya masih kecil," ujarnya seperti dikutip media.

Sekarang, nilai perusahaan BioNTech di bursa saham Nasdaq mencapai $21 miliar, melonjak dari $4,6 miliar setahun yang lalu.

CEO BioNTech Prof Sahin, dengan 18% saham, sekarang berada di antara 10 orang terkaya di Jerman. Istrinya (Dr. Özlem Tu¨reci) adalah Kepala Petugas Medis di perusahaan tersebut.

Mereka menikah pada 2002, ketika Prof Sahin bekerja di University Medical Center Mainz. Bahkan pada hari pernikahan mereka, Prof Sahin menghabiskan beberapa waktu di lab, dan hingga hari ini ia masih mengajar di universitas.

Mereka merintis usaha di bidang bioteknologi pada tahun 2001 dengan meluncurkan Ganymed Pharmaceuticals, untuk mengembangkan obat kanker imunoterapi. Mereka menjual perusahaan itu seharga €422 juta pada 2016.

BioNTech mempekerjakan lebih dari 1.300 orang dari lebih dari 60 negara, lebih dari setengahnya adalah perempuan, lansir Deutsche Welle.

Pada bulan Januari, setelah membaca makalah tentang virus corona di jurnal ilmiah The Lancet, Prof Sahin segera menyadari betapa cepat penyebaran virus tersebut, dan setelah mempelajari datanya, ia mengerahkan lebih dari 400 staf untuk pengembangan vaksin.

"Nilai saham tidak menarik minat saya," katanya kepada situs berita Jerman Wirtschaftswoche.

"Kami ingin membangun perusahaan yang mirip dengan raksasa bioteknologi seperti Amgen atau Genentech. Kami ingin menciptakan nilai jangka panjang. Itulah yang menarik minat saya."
(Berbagai Sumber)
Baca juga :