Hari Libur Keagamaan di Amrik dan Indonesia, Kurang Enak Apa Jadi Minoritas di Indonesia?


Hari Libur Keagamaan di Amrik dan Indonesia

Amrik itu absurd! Mereka mengklaim diri sebagai moyangnya demokrasi, land of freedom, menjunjung tinggi pluralitas dan toleransi. Namun faktanya, ummat Islam disana masih harus bersusah payah untuk merayakan lebaran. Hingga hari ini, Idul Fitri belum dimasukkan sebagai hari libur dalam kalender nasional Amerika Serikat. Rencananya baru tahun depan, itupun cuma di satu Negara bagian.

Berbeda dengan Indonesia, sejak Negara ini diproklamirkan, 5 agama mendapat jatah libur untuk merayakan hari besar keagamaannya masing-masing.

Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia diberi hari libur Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra' Mi'raj. Wajar dong, karena 86% penduduknya memeluk agama Islam.

Protestan dan Katholik mendapat jatah hari libur Natal dan Paskah.

Buddha mendapat jatah hari libur Waisak.

Khusus ummat Hindu di Bali, pemerintah memberi keleluasaan untuk mengatur hari liburnya sendiri. Ada banyak hari libur agama Hindu di Bali, yaitu: Nyepi, Tawur Kesanga, Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Deepavali, Ngembak Geni, Siwa Ratri.

Menyusul Kong Hu Chu yang jumlah penganutnya tak sampai 1% dari 260 juta rakyat Indonesia, ternyata juga diberi hari libur untuk merayakan Imlek. Hal ini disahkan oleh pemerintahan Gus Dur pasca terjadinya reformasi.

See, kurang enak apa jadi minoritas di Indonesia. Adakah yang mayoritas menggugat hal ini? Tidak, karena sudah disepakati untuk menjunjung tinggi toleransi. Celakanya, masih ada saja teriakan yang menyatakan kalau ummat Islam di Indonesia itu intoleran, suka menindas minoritas. Ketahuan kalau wawasannya kurang luas. (BZH)

Baca juga :