Virus ‘Cocoklogi’ Vs Virus Corona


[PORTAL-ISLAM.ID]  Saya termasuk yang prihatin dengan mewabahnya virus “Cocoklogi” di negara +62 terkait issue Corona di Wilayah Wuhan, China. Virus Cocokologi ini tak kalah dahsyat kerusakan yang ditimbulkannya, meskipun mungkin sekedar joke. Baik dari sisi semantik, maupun dari sisi humanistik.

Dari sisi humanistik, jelas ini keliru. Bercanda untuk suatu musibah, tidak dibenarkan oleh agama manapun, apalagi Islam. Musibah seharusnya menjadikan kita bermuhasabah, introspeksi diri, kita ini tak ada apa-apanya di hadapan Allah, Tuhan Penguasa Langit dan Bumi. Lalu, mengembalikan semua urusan kita, keselamatan kita, ketergantungan kita pada Allah semata.

Itulah sebabnya, Islam mengajarkan kita kalimat Istirja’, إنا لله وإنا إليه، bahwa semuanya terjadi atas kehendak Allah dan akan tunduk di bawah kekuasaan Allah. Bukan malah sebaliknya, membuat kita semakin jumawa dan tertawa di atas jerit tangis anak manusia yang tak berdaya.

Dari sisi semantik, Cocokologi Corona yang dicomot dari buku Iqra’, jelas keliru. Sebab, tidak demikian kenyataannya kalau kita menggunakan kaidah bahasa Arab, baik pada sisi penulisan maupun terjemahan.

Mari kita lihat :

1) ق ر ن (Qorona)

Dicocokologi menjadi virus Corona. Padahal dalam imla’/khat Arab, Media² menulis كورونا, pakai huruf “Kaf”, bukan Qof. Kalaupun dipaksa menjadi “Qorona”, maka dia akan bermakna “menggabungkan” atau “menyandingkan”. Statusnya fi’il Madhi/kata kerja. Sedangkan virus “Corona”, masuk dalam kategori isim/nama benda. Jauh bedanya.

2) خ ل ق (Khalaqo)

Diterjemahkan menjadi “Diciptakan”. Padahal “Kholaqo” ini statusnya fi’il Madhi/kata kerja yang sedang/sudah berlaku. Sehingga terjemahan untuk kata “Kholaqo” yang tepat adalah “Menciptakan”. Sedangkan “Diciptakan”, dalam kaidah bahasa Arab itu jadinya “Khuliqa”, bukan “Kholaqo”. Dia masuk ke Fi’il Madi Majhul.

Ingat, salah membaca harokat dalam bahasa Arab, bisa berakibat fatal. Misalnya, “Dhoroba Muhammadun Zaidan” Artinya, Muhammad memukul Zaid. Kalau dirubah menjadi “Dhuriba Muhammadun” Artinya Muhammad dipukul.

Status Muhammad pada kalimat pertama, itu adalah Faail, artinya dia sebagai pelaku/Subjek. Sedangkan di kalimat kedua, Muhammad itu adalah Nai’bul Fail, dan dia statusnya sebagai Objek.

Begitu juga kata “Khalaqo” (menciptakan) dan “Khuliqa” (Diciptakan)”. Jauh bedanya bro.

Itu saja sementara komentar saya. Ntar kalau dijelaskan lebih jauh, malah tambah mumet.

Jadi, hentikan lah bergurau dengan segala hal yang melunturkan nilai kemanusiaan kita. Dan belum tentu juga, pencetus Buku Iqra’, Allahu Yarham, K.H As’ad Umam menjadikan semua kosa kata di buku itu sebagai bahan guyonan. Jika begitu, di mana adab kita terhadap para ulama?

Wallahu a’lam.

Penulis: Syamsul Lombok
Baca juga :