Enzo 10 Juta


Enzo 10 Juta

Oleh : Wirahadikusuma
Namanya Enzo Zenz Allie. Pemuda 18 tahun ini mendadak viral. Beberapa hari ini. 
 
Itu setelah ia berbincang dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Menggunakan bahasa Prancis.
 
Enzo baru saja lulus tes calon taruna Akademi Militer (Akmil TNI) tahun 2019.
 
Lebih dari 550 ribu kali video pembicaraan itu ditonton di YouTube.
 
 
Pemuda blasteran Prancis ini menjadi lebih viral lagi. Setelah ia menjadi pemberitaan hangat di media massa. 
 
Tak lama setelah video percakapannya dengan Panglima TNI menyebar, ia diisukan terpapar dan berafiliasi paham Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ormas yang dibubarkan pemerintah pada 2017. 
 
Isu ini berawal dari foto dalam akun Facebook Enzo Allie. Yang memperlihatkan pemuda ini membawa tas ransel dan bendera tauhid (Ar-Rayah). Di punggungnya. Bendera seperti itu dianggap sebagian orang mengasosiasikan sebagai bendera HTI. 
 
Pembicaraan medsos tersebut juga membuat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Mahfud M.D., bikin sayembara. Anggota Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu mengumumkan di akun media sosialnya pada Senin (12/8/2019): bagi siapa pun yang memiliki bukti dirinya pernah mempersoalkan bendera tauhid akan diberi uang Rp10 juta.
 
Sayembara berlaku hingga 17 Agustus 2019, pukul 18.00 WIB  
 
 
Sayembara Mahfud ini disampaikan setelah pernyataannya soal Enzo Zenz Allie diberitakan sejumlah media online. Berita itu membuat mantan menteri pertahanan ini menuai banyak kecaman netizen.
 
Berita itu berawal dari dirinya menjawab pertanyaan wartawan. Yang terkait dengan menjelaskan Enzo diterima di Akmil TNI. 
 
Diberitakan juga Enzo terpapar radikalisme. Terkait kalimat 'lailahaillah' dalam huruf Arab di ransel itu. 
 
Saat diwawancara itu Mahfud menjawab, jika isu itu benar, mungkin saja TNI kecolongan. 
 
Tetapi sepengetahuan Mahfud, seleksi masuk TNI sangat ketat, dilacak sampai ke keluarga, termasuk ibunya, dan kakeknya. Artinya, jika benar kecolongan, dia menyarankan dipecat saja, karena prasyaratnya tak terpenuhi. 
 
Mahfud mengaku sama sekali tak pernah mengaitkan dengan bendera tauhid atau organisasi tertentu. Sayangnya, hasil wawancara tersebut viral dan dibumbui hoaks di media sosial. 
 
Mahfud pun dituding islamophobia dan antibendera tauhid. 
 
”Saya hanya bilang begitu tadi. Titik. Tak ada urusan bendera tauhid atau urusan organisasi radikal. Di bagian mana saya antibendera tauhid atau islamophobia?” tanya Mahfud. 
 
Begitulah penjelasan Mahfud saat menghadiri Dialog Kebangsaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, Minggu sore (11/8/2019). Seperti disiarkan rmco.id.
 
Mahfud menegaskan, sejak dulu tak pernah mengaitkan bendera tauhid dengan gerakan radikal di Indonesia. Menurutnya, radikalisme adalah masalah sendiri. Yang tak ada kaitannya dengan bendera tauhid.
 
”Silakan cari di pers, di televisi, di orasi, atau halaqah, di pengajian, di rekaman wartawan, atau di mana saja. Kalau ada yang menemukan pernyataan saya seperti itu, saya beri hadiah Rp10 juta,” tantangnya.
 
Sayembara itu sendiri juga menjadi viral. Hingga Rabu (13/8/2019), postingan tentang sayembara di Instagram-nya sudah disukai 8.951 kali. Dengan komentar sebanyak 1.078. Sementara di Twitter-nya sudah 2.862 disukai. Di-retweet 733 kali. Dan dikomentari 2.754 kali.
 
Sayembara Mahfud itu juga menuai beragam tanggapan dari netizen di instagram-nya @mohmahfudmd. Ada yang pro dan kontra. Yang kontra misalnya akun @DudyDam_ yang berujar, "Anti bendera tauhid sih mungkin ngga. Cuma cara menilai bendera tauhid yg disandang oleh enzo difotonya dan lgsg mengecap enzo terpapar ajaran radikal karena hal itu, itu bener sekali. Anda jelas sekali salah membaca arti bendera tauhid Ar rayah disitu dgn asumsi pribadi."
 
Netizen juga ada yang menantang balik Mahfud berpose dengan bendera tauhid. Bahkan di antaranya ada yang menyiapkan hadiah uang. 
 
Di antaranya Prof. Katana Suteki. Lihat artikelnya berjudul Antara Aku, Prof. Mahfud dan Bendera Tauhid. Guru besar Universitas Diponegoro ini menulis di akun Facebook-nya. 
 
”Sekaligus saya tantang Prof Mahfudz, bila berani menyandang Bendera Tauhid di pundaknya seperti yang saya lakukan, akan saya "aturi hadiah" sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)----maaf sesuai dengan kemampuan saya saat ini----tunai,” tulisnya.
 
Tantangan untuk Mahfud dengan hadiah uang lebih besar juga disampaikan pemilik akun Twitter Lex Wu. Pemuda ini mengaku menyiapkan uang Rp12 juta untuk Mahfud MD jika berani berpose dengan bendera Tauhid. Lalu dia tambah nominalnya menjadi Rp 35 juta.
 
Tapi yang pro pada Mahfud MD juga banyak. Misalnya akun @boncusho. Akun itu menyebut banyak netizen yang tak memahami komentar Mahfud MD. "Ga baca kata 'jika'nya? Blio orang hukum ga bakalan mewacanakan yg pasti kl blio ga tau pasti," ujar @boncusho.  
 
Lalu siapakah Enzo? Dia adalah putra dari pasangan almarhum Jean Paul Francois. Bapaknya itu warga negara Prancis. Ibunya seorang warga negara Indonesia. Nama ibunya itu Siti Hadiati Nahriah.
 
Enzo bersama ibundanya (foto: Instagram TNI AD). 
 
Enzo tinggal di Prancis sampai usia 13 tahun. Ayahnya meninggal dunia pada 2012, lalu Enzo diboyong ibunya ke Indonesia pada 2014. 
 
Enzo menguasai empat bahasa: Indonesia, Prancis, Arab, dan Inggris. Tiba di Indonesia Enzo melanjutkan SMP di sini. Lalu masuk SMA yang sekaligus pondok pesantren Al-Bayan di Desa Bandulu, Anyer, Serang, Banten. 
 
Di ponpes inilah, Enzo mengasah kemampuannya mengaji. Dia juga melatih rutin fisiknya. Untuk menggapai cita-citanya menjadi prajurit infanteri dan anggota Kopassus. Dia sering berlari di tepi Pantai Anyer. Saat sore hari.
 
Enzo latihan lari di pantai. (Foto: Facebook Enzo Allie).
 
Karenanya, tak heran saat tes samapta Akmil TNI, Enzo mampu berlari tiga ribu meter hanya dalam waktu 12 menit. Kemudian pull up sebanyak 19 kali, sit up (50 kali), push up (50 kali), serta renang sejauh 50 meter. Masing-masing dilakukannya dalam satu menit. 
 
Peristiwa ini juga sempat membuat para jenderal TNI angkat bicara. Bahkan berbeda sikap. Ada yang memintanya langsung dipecat. Ada juga yang meminta dilakukan pemeriksaan lebih mendalam. 
 
Akhirnya, setelah kembali melakukan penilaian terhadap Enzo, TNI memutuskan mempertahankannya di Akmil. Informasi ini disampaikan Kepala Staf TNI AD (KSAD), Jenderal Andika Perkasa, dalam jumpa pers di Mabesad, Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2019).
 
Andika mengatakan, dalam kasus Enzo, TNI AD melakukan salah satu alternatif penilaian lagi. TNI AD mengklaim pengukuran itu dapat dipertanggungjawabkan karena sudah digunakan selama 8 tahun.
 
Menurutnya, kesimpulan pemeriksaan lanjutan kepada Enzo Zenz Allie dilihat dari indeks moderasi bernegara jika dikonversi ke prosentase memiliki nilai 84 persen.
 
Kabar dipertahankannya Enzo ini disambut haru biru oleh guru dan santri Ponpes Al-Bayan. Mereka sujud syukur usai melaksanakan salat berjamaah di Masjid Nurul Mahmudah. 
 
Sebelumnya, dukungan kepada Enzo memang terus mengalir. Terutama dari guru-gurunya di Ponpes Al-Bayan. Bahkan kepala sekolahnya Deden Ramdhani menjamin pemuda itu Pancasialis. 
 
Deden berpendapat bendera yang dibawa anak didiknya itu adalah panji Rasulullah (Ar-rayah). Dan pesantrennya menerapkan kurikulum yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Selama menjadi santri, Enzo juga sering memperlihatkan rasa bangga terhadap negaranya melalui berbagai kegiatan. Seperti mengikuti olimpiade siswa dan upacara bendera Merah-Putih.
 
Enzo kecil menggunakan baju loreng motif TNI saat mengikuti karnaval di sekolahnya Ecole Saint Joseph di Cherbourg Perancis. (Foto: Instagram TNI AD).
 
Dalam kasus Enzo ini, saya memang berkeyakinan ia akan tetap dipertahankan menjadi taruna Akmil TNI. Karena, jika pemuda ini tidak Pancasialis, mengapa bisa lulus tes? Terutama tes mental ideologi. Juga psikotes. 
 
Sebab, saya pernah menjalani tes tersebut. 18 tahun lalu. Ketika seusia Enzo. Saat mendaftar menjadi calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol). Yang saya yakin tak jauh beda dengan tes yang dilaksanakan di Akmil. 
 
Tes mental ideologi itu bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta memiliki mental dan ideologi yang tertanam dalam dirinya masing- masing. Materi yang diberikan menjadi tolok ukur untuk mengetahui apakah calon taruna memiliki mental kuat dan siap mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negara.
 
Kala itu, nasib saya sama dengan Enzo. Dinyatakan lulus dalam menjalani tes mental ideologi. Juga psikotes. Bedanya, dia lolos menjadi taruna Akmil, sementara Tuhan menakdirkan saya berkarir di dunia lain.
 
Selamat Enzo…(wirahadikusumah)

Baca juga :